Kucing Dalam Sepatu – Puisi Puput Amiranti

Sepatu Kerja Pemuja Sajak (Ilustrasi)/Foto: Dok. Harvard Art Museums

Sepatu Kerja Pemuja Sajak (Ilustrasi)/Foto: Dok. Harvard Art Museums

KUCING DALAM SEPATU
       ; kucing ketua

Bukan warisan si bungsu,
atau cuaca pilu
menghujamimu dengan rucah dan batu
kucing kucing pun bersikubu;
Bapak yang geram melulu
dengan garang garang taringnya
kunyah daun daun dan akar rumput melulu;
cuh, buaaah
air asap kesumba

ke sebalik himpun
tumpah, mata laun nan ngun ngun
waktu tua, saat dirimu dihilangkan
ke dalam bumi
sepoi raib
gunung batu;
persiapan gundukan kucing kucing

senja epitaf, dulu pembantu raja
kau pura pura tak tahu, nyalakan tungku
kalimat terakhirmu usai menyantap sihir singa-tikus;
istana itu berpagar sepatu, peri peri intrik merebut lahan
juga bukit batu, kini
hanya dungu dan bisu; gambar diri pada kaca_kokang gagah
kucing kucing istilah_dalam Alice bergigi besar,
dalam raksasa buncit bersenjata tiba tiba
pedang, mirip d’Artagnan atau kavaleri tua yang
ketingggalan jaman, menguyah diam bersama gigi gigi tanggal

tapi ternyata sepatu
peri peri
dan putri, istri si bungsu
hinggap embun yang merasuk
ke dalam intrik, tangkai tangkai daun,
rerumput, Bapak mimpi bersama ribuan lalar,
peri peri, kucing percobaan
Schrodinger hingga jubah bangsawan
cuma bualan

sungguh sejarah yang tak menemukan hikmat
lagi riwayat,

waktu tua, bersenandung merdu diam
mengais kais kejayaan
sudut sudut pandang
masa lampau, dalam dingin dan setengah

tengah tuhan, engah hujan yang lapar tertahan,
Bapak garong
bulu menebal kesekian, berjanggut bubut
leher mendempal batu, perih menunggu

dalam sepatu, Bapak kucing
bersama dengkur dan alam pikirmu
rabu

2017

ESTRUS*

menggambar layang
berpunjung embun, awan terik meniup polah
basah, demam tom and  jerry berlarian,
mengendus kerik di ujung kerontang

besar

bini aki siapakah lari?
musim kawin berhari hari
genting pecah, kaki kaki seribu
marah diulang waktu, berlogat mengaong batu

hai aji, hai aling, mengkeriklah bulu, jibaku
kuda kuda kepala mencederaimu_bisu
jangankan cuma maju
asal geram lalu, rebut ekor buntung
si cantik Menk Menk dan kecemburuan waktu_
menghadang badang hingga ke luar pasar
pagar dan

lalar lalar,

ingatan berulang di gunduk tua
serdadu serdadu tom berserak
liar membangun tong, hingga ufuk bolong
belulang, batman yang kelimpungan
mendedah wilayah, kakinya terbentur lantur
dengung dan cakar plafon
tua, memperluas bilik
kekuasaan, luka dan cakur tak hirau
entah milik siapa

tuan takur?

para garong yang pencemburu
sunting betina yang tebar
lengking dan denging, erang tak redakan

larut, waktuku laut, tuanku
tiga hari tak sudah sudah
berujung endus
pantat, pualam_pulang, makan pun tidak
mimpi pun tak tidur, tidur pun tak mimpi
pepusing majikan
dihasut susut;

dalam garong dan tong
pola ikan berlintong lintong
dalam hasrat bisu, cakar dan taring
pun urine yang serampangan
siapa perlu malu?
siapa pula kesurupan?
yang penting insting tahan dan kebagian

tom lari terbirit birit, gagal mengunyah kuning
membubar laron, nampaknya tak jadi raja
karna ada pengaruh buta dalam badan
dan badan liar melingkar, jauh membubuh tubuh,
huyung, lagi lebih besar

batman tersurup tersaruk saruk
lukanya habis bikin
lenguh dan ringkuk saja

kemudian lirih, tidurnya hanyut;
  kawin sehari denganmu mimis yang manis,
berlipur kasur
jemur dan delapan belas jam, dangdut pulas
hingga bentakan tetangga;
  “Hai, ngelantur aja!’

Arus Dieng, Blitar,  Maret 2017
*Birahi pada Kucing

 

FACEBOOK FREE FOR SHARE
     ; mbak yu

adakalanya aku tak berhenti, sudut bisuku
kau menyimpan lebah dalam sekam

adakalanya aku diam, meski sejenak benar
kata kata itu,
aku takut

engkau salah menerjemahkan
salah melagukan
“ngung ngung”
sikapmu kemudian

hanya karna bersikubu
terhadap bulu bulu

kata kutipmu

Blitar Dieng, Juni 2016

Puput Amiranti

Puput Amiranti, dengan nama lengkap Puput Amiranti Nugrahaningrum. Lahir di Jember, 24 April1982. Lebih banyak menghabiskan waktunya di pedalaman Kabupaten Blitar dengan menjadi guru dan pembina teater di sebuah sekolah di sana.

Alumnus Sastra Inggris Unair ini, karya-karya puisinya sempat dimuat di pelbagai media cetak, online, dan radio, yakni: Surabaya News, Surabaya Post, Surya, Jawa Pos, Media Indonesia, Aksara, Lampung Post, Pikiran Rakyat, Jurnal Perempuan, Majalah Bende (Taman Budaya Jawa Timur), Kidung, Jurnal Sajak Edisi 3, Radar Banjarmasin, Harian Rakyat Sultra, juga menulis geguritan (puisi berbahasa Jawa) dan termuat di majalah Jayabaya dan termuat di antologi Pasewakan (Konggres Sastra Jawa III, 2011). Media online Indonesia-Australia, AIAA News dan dibacakan di radio Indonesia-Jerman, Deutsche-Welle (Januari, 2004).

Karya-karya puisinya yang lain juga termuat di pelbagai antologi puisi, seperti: Permohonan Hijau (FSS 2003), Antologi Penyair Jawa Timur (FSS 2004), Dian Sastro For President #2 Reloaded (On Off, 2004), Pesona Gemilang Musim (Himpunan Perempuan Seni Budaya Pekanbaru, 2004), Impian Bunuh Diri (stensilan, 2004), Malsasa (2005), Khianat Waktu (Dewan Kesenian Lamongan, 2006), 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarmasin Kalsel, 2006), Surabaya 714-Malsasa (2007), dan Kepada Mereka yang Katanya Dekat dengan TuhanAntologi Penyair Mutakhir Jawa Timur (Lanskap Indonesia, 2007), Pelayaran Bunga (TBJT 2007), Malsasa (2009), Tadarus Puisi (2010), Festival Bulan Purnama Majapahit (2010), Rakyat dan Tuhan-Antologi 4 Penyair Blitar (Elmatera Jogja, 2011), RA Kartini-Antologi Penyair Perempuan se-Indonesia (2012), Cinta Gugat (Sastra Reboan, 2012), Puisi Menolak Korupsi (Forum Sastra Surakarta, 2013), Buku Memo Untuk Presiden (Forum Sastra Surakarta, 2014), Senandung Tulang Rusuk (Dewan Kesenian Mojokerto, 2016), Sebumi#3: Teruskan Jalan Itu, Teruskan Pikiranmu (Lestra, 2017), Festival Bangkalan 2 (Himpunan Masyarakat Lumpur, 2017)

Saat menjadi mahasiswa puisinya yang berjudul “Lantai I Mutaqien” memenangkan Juara I dan “La Vie En Rose” juara III di PEKSIMINAL  (Pekan Seni Mahasiswa Regional) se Jatim 2006.

Juga seorang pekerja teater, menulis serta mengadaptasi naskah drama. Naskah “Sebuah Musim” ditulis dan disutradarainya serta memenangkan penampilan terbaik II pada FESTAMASIO (Festival Teater Mahasiswa se-Nasional) II di Makassar (2003). Juga menyutradarai naskah “Daerah Perbatasan” pada PSN XIII (Pertemuan Sastra Nusantara) di Taman Budaya Jatim (2004) dan Temu Teater se-Jatim V di Lamongan (2005). Menyutradarai sekuel pementasan lanjutan yakni, “Kerontjong Revolusi Daerah Perbatasan”, pada FESTAMASIO III di Jogjakarta (2006).

Naskah adaptasinya dari karya Yukio Mishima yang berjudul ”Kantan” lolos dalam festival teater kampus sedunia, The 17th Istropolitana Project di kota Bratislava, Slovakia (2008).

Karyanya berupa esai sastra dan budaya termuat di majalah Kidung, Radar Surabaya, dll.

Sebagai wakil Jawa Timur, menghadiri 7th Triennal Conference of Women Playwrights International (Pertemuan Penulis Naskah Perempuan Sedunia) 2006 dan menjadi Pembicara dan workshop penulisan puisi di berbagai tempat, antara lain Temu Sastra Jawa Timur (2011), Ponpes Darul Falah-Mojokerto (2012), Pusdok HB Jassin Jakarta (2012), dll.

Kumpulan buku puisinya yang sudah terbit berjudul ”No Prayer For The Dying” (Elmatera Jogja, 2011), dan Kaki Dewa Sura” (Ganding Pustaka, 2016)

Mendirikan UKM Teater Mata Angin Universitas Airlangga Surabaya (2005), dan Teater Lagung SMKN 1 Nglegok (2009). Menjadi penata musik, penulis naskah, sutradara, pimpinan produksi dan direktur artistik di pelbagai pementasan di pelbagai kota: Taman Budaya Solo (2002), UNHAS Makassar (2003), Militaire Societet Jogja (2005), Lamongan (2007), CCCL-Surabaya (2007), Museum Mpu Tantular-Surabaya (2007), Amphiteater Perpustakaan Bung Karno (2009), Gelanggang Remaja-Planet Senen Jakarta (2012), Taman Ismail Marzuki Jakarta(2012), Istana Gebang-Rumah Bung Karno Blitar (2013 dan 2016), Expo Hardiknas tingkat Kabupaten dan Propinsi (2011-2013), Pemilihan Duta Anti Narkoba-Jatim (2013), Gerakan Masyarakat Anti Narkoba (2013), dll, Apresiasi Ruang Terbuka-Diorama Penataran (2013), FKKS di Blitar (2013), Festival Panji Blitar(2014-2015), Bersih Desa di Krisik, Gandusari Wlingi (2014), Purnama Seruling Penataran di pelataran Candi Penataran (2015), Kelurahan dan Kecamatan Nglegok (2015), IKIP PGRI SEmarang (2015), Perkebunan Kopi Karanganyar Modagan-Nglegok (2016), Teater Besar ISI Solo (2016)

Bekerja sebagai guru bidang studi Bahasa Inggris di SMKN 1 Nglegok, dan di tempat yang sama, tetap konsisten sebagai pembina, pelatih teater diriannya, Teater Lagung dan sanggar seni dan sastra_Padepokan Seni Lagung (PASELA), mulai melahirkan sutradara-sutradara muda arahannya. Bersama anak-anak teater, suka melakukan penjelajahan di berbagai daerah pedalaman di sekitar Kabupaten Blitar, dan melakukan pementasan Grass Road, yang menjadi salah satu ide proses penulisannya.

Exit mobile version