NUSANTARANEWS.CO, Manado – Sejumlah inventaris kantor berbentuk perabotan kursi majelis hakim dan kursi council ditemukan berada di gedung kos-kosan milik Ketua PN Manado, Djamaludin Ismail, SH, MH. Total perabotan perkantoran itu sekitar 10 buah, terdiri dari 6 kursi majelis hakim warna hijau, 1 kursi council besar warna hitam, 1 kursi council sedang warna hitam, dan 2 kursi bantal kayu warna coklat. Keberadaan barang-barang, yang hampir dipastikan milik kantor PN Manado atau dari PN daerah lainnya, itu diketahui saat team investigasi media dari Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional dan Sulawesi Utara menyambangi gedung kos-kosan mewah tersebut pada tanggal 14 November 2021 lalu.
Sebagaimana diketahui Ketua PN Manado Djamaluddin Ismail, yang kini sudah dimutasi ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara itu, membangun gedung kos-kosan mewah di Jl. Pomurow, Kelurahan Banjer, Kecamatan Tikala, Kota Manado, Sulawesi Utara. Keberadaan bangunan yang hingga kini tidak jelas dokumen IMB-nya ini sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Manado terkait sumber dana pembangunannya yang menelan biaya miliaran rupiah [1].
“Biaya material untuk membangun gedung kos-kosan ini sudah habis 1 miliar (rupiah) lebih, ditambah ongkos kontraktor yang mengerjakannya 450 juta rupiah,” ungkap pengawas pekerjaan yang mengaku sebagai besan sang Ketua PN Manado, berinisial RSN, kepada team pewarta yang menjumpainya saat itu, Minggu, 14 November 2021.
Tidak hanya itu, kepemilikan tanah tempat bangunan tersebut juga hingga saat ini masih gelap. Setidaknya, belum ada dokumen resmi yang dapat dilihat publik terkait kepemilikan sah atas areal tempat gedung kos-kosan itu didirikan [2].
“Saya kaget sekali baca berita itu, dapat dari sebuah group LPK-RI, koq ada orang membangun di atas tanah kami. Itu tanah di jalan Pomurow adalah tanah peninggalan keluarga besar kami, almahum John Lie,” ujar pemilik warga yang mengaku sebagai pemilik tanah di lokasi itu bernama Satyana beberapa waktu lalu. Wanita yang tinggal di Jakarta ini mengaku sebagai cucu kesayangan pahlawan nasional dari Sulawesi Utara, John Lie, dan memegang dokumen-dokumen kepemilikan tanah di Jl. Pomurow, Manado tersebut.
Kembali ke persoalan sejumlah inventaris kantor yang ditemukan di lantai 2 gedung kos-kosan mewah milik Djamaluddin Ismail, SH, MH di atas, sejumlah warga mempertanyakan hal tersebut. “Saat kita tanyakan kepada RSN tentang asal-muasal kursi-kursi hakim itu, dia hanya menjawab singkat tidak tahu dari mana asalnya, hanya disuruh bawa ke sini oleh Pak Djamaluddin,” ungkap Arthur Mumu, salah satu anggota team investigasi bersama Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, yang menjumpai RSN di gedung kos-kosan tersebut.
Menurut Wilson Lalengke, sebenarnya barang inventaris kantor punya masa kedaluwarsa dan bisa dilelang. “Biasanya pemenang lelang itu orang dalam kantor itu sendiri, dan sudah sangat biasa jika pemenang lelangnya para pejabatnya, bukan pegawai staf biasa. Jadi hal yang biasa saja kalau Pak Djamaluddin sebagai pejabat membeli melalui lelang barang-barang kantor yang sudah habis masa pakainya,” beber tokoh pers nasional ini kepada redaksi, Rabu, 12 Januari 2022.
Namun demikian, lanjut Lalengke, cukup aneh juga kalau kursi hakim dalam jumlah yang cukup banyak dan masih bagus ada di rumah Ketua PN Manado. Secara moral, seharusnya seorang hakim bisa menempatkan nilai kepantasan dalam berperilaku. “Apakah kursi-kursi hakim itu nantinya mau ditempatkan dan dijadikan kursi tamu bagi para kolega yang datang? Tentunya akan selalu menjadi pertanyaan bagi setiap tamu yang datang, dari mana ini kursi hijau majelis hakim, mengapa ada di sini?” tambah lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia itu.
Tapi yang lebih menyedihkan kata Lalengke lagi, jika ternyata barang inventaris itu diambil dan dibawa ke rumahnya tanpa melalui prosedur yang benar. “Kita tidak menuduh yaa, tapi sangat wajar jika kita mempertanyakan terkait barang-barang itu. Apakah didapatkan secara legal atau justru menyalahi aturan,” ujar lelaki yang juga menyelesaikan kuliah pasca sarjananya di bidang Etika Global dari Universitas Birmingham, Inggris ini.
Walaupun barang inventaris kantor sudah kedaluwarsa, imbuh Lalengke, dan nilainya sudah turun banyak karena dimakan usia, tapi hakekatnya barang-barang itu adalah kekayaan negara yang dibeli dari uang rakyat. “Jadi, rakyat berhak mempertanyakannya. Apalagi mempertanyakan terhadap oknum Ketua PN Manado yang belakangan ini sedang dalam sorotan banyak pihak, wajar saja jika keberadaan barang-barang milik negara itu dipertanyakan statusnya,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu mengakhiri pernyataannya. (APL/MG)