KETAHANAN NASIONAL DENGAN PARADIGMA PANCASILA

Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila
Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila. Dari kiri ke kanan, Prof Laode Kamaluddin, Wisnu Broto, Nurrachman Oerip, dan Pontjo Sutowo, masing-masing dengan buku “Menggalang Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila.” Foto Dok. Buku Tahnas.

NUSANTARANEWS.CO, Aceh – Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila. Acara bedah buku “Menggalang Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila” bersama Prof. Laude Kamaluddin, Wisnu Broto, Nurrachman Oriep, dan Pontjo Sutowo berlangsung di The Sultan Risidence, Jakarta, pada hari Rabu, (4/3). Rencananya, hasil diskusi bedah buku tersebut akan dilanjutkan pada Sabtu mendatang (7/3).

Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, yang juga Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, dalam pertemuan dengan wartawan mengatakan bahwa, ketahanan nasional yang dimaknai selama ini sudah jauh berbeda dengan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) yang dihadapi saat ini. “Ancaman hari ini sudah jauh berbeda dengan 75 tahun lalu. Kalau dulu konfliknya militer, sekarang bukan militer lagi.”

Sayangnya, meskipun sudah berubah tapi persepsi masyarakat dan sebagian pemimpin kita saat ini masih seperti dulu. “Kita ini sepertinya tetap mempersiapkan diri untuk perang yang sudah lewat.”

ATHG yang dilancarkan lawan saat ini sangatlah sulit dideteksi, karena menggunakan kombinasi teknik perang militer dan nonmiliter. “Perang sekarang telah beralih ke ranah sosial-ekonomi dan sosio-budaya, termasuk memengaruhi pola-pikir (mindset) bangsa lain.”

Oleh karena itu, YSNB, FKPPI, dan Aliansi Kebangsaan berupaya mengkaji ketahanan nasional melalui pendekatan budaya dan peradaban bangsa, dengan berbagai perspektif agar tidak mengulangi berbagai kajian yang sudah ada selama ini.

Press Conference dengan wartawan lusa lalu, dimaksudkan untuk mempublikasikan buku yang merupakan hasil Diskusi Panel Serial (DPS) selama 18 bulan oleh YSNB, Aliansi Kebangsaan serta FKPPI, sejak 8 April 2017 hingga 3 November 2018.

Nurrachman Oriep, yang juga mantan duta besar mengatakan bahwa, buku tersebut akan dibedah lebih lanjut dengan berbagai perspektif pada Sabtu mendatang agar masyarakat tau secara luas apa yang menjadi ancaman kita sekarang ini, dan mari kita hadapi bersama-sama dengan membangun ketahanan nasional kita.”

Tiga Ranah Tahnas:

Menurut Pontjo Sutowo, dalam aktualisasi ketahanan nasional menghadapi bentuk ancaman baru dewasa ini, Aliansi Kebangsaan dan YSNB bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Asosiasi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), kini tengah melakukan Serial diskusi menyangkut tiga ranah pembangunan nasional, yakni ranah mental-spiritual, ranah institusional sosial-politik, dan ranah material teknologikal.

Pengembangan ranah mental-spiritual diarahkan untuk menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang berkepribadian, dengan nilai Pancasila yang utamanya berlandaskan sila pertama, kedua, dan ketiga. Pengembangan ranah institusional-politik diarahkan untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, dengan nilai utamanya berdasarkan sila keempat. Sedangkan pengembangan ranah material-teknologikal diarahkan untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berkesejahteraan umum, dengan nilai utamanya berlandaskan sila kelima.

Dengan demikian, ketahanan nasional  menurut visi Pancasila adalah fungsi dari ketahanan mental-spiritual, ditambah fungsi institusional-politikal, serta fungsi material teknologikal. Sehingga Pancasila bisa menjadi tolak ukur paradigma untuk mengembangkan dan menguji sistem ketahanan nasional kita. “Pancasila sebagai gatra ideologi tidak ditempatkan sejajar dengan gatra politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan keamanan, melainkan berdiri di atas gatra-gatra lainya,” ujar Nurrachman menegaskan.(Sel/M2/ed. Banyu)

Exit mobile version