NUSANTARANEWS.CO – Kerakyatan Pemilu dalam menerima sosialisasi dan pendidikan pemilih merupakan bagian lain untuk mengukur terlaksananya proses Kerakyatan dalam Pemilu. Sebab selama ini, dari waktu ke waktu partisipasi pemilih terus menurun.
“Antusiasme masyarakat pemilih untuk menggunakan hak pilihnya mengalami penurunan. Selain faktor informasi pemilih dari penyelenggara Pemilu, juga sangat dipengaruhi oleh perilaku elit dan partai politik dalam menunaikan janji politiknya,” ungkap JPPR dalam rilis bertajuk Catatan Akhir Tahun” Kerakyatan dalam Pemilu, yang diterima nusantaranews.co, Sabtu (31/12/2016)
Baca : Catatan Akhir Tahun Versi JPPR: Kerakyatan dalam Pemilu
Menurut pandangan JPPR, strategi sosialisasi dan pendidikan pemilih masih menggunakan cara-cara lama yaitu mengandalkan tatap muka dan alat peraga daripada secara cepat mengikuti perkembangan zaman. “Materi sosialisasi Pemilu juga masih berkisar kepada ajakan untuk mencoblos. Mengingatkan tentang hari pemungutan suara serta mengajak untuk menentukan pilihan dimana materi-materi tersebut sudah diketahui secara khalayak umum,” terang JPPR.
JPPR menyampaikan, dalam meningkatkan pengetahuan dan partisipasi pemilih di setiap penyelenggaraan Pemilu, dibutuhkan materi yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter pemilih, metode penyampaian yang efektif dan efisien serta pelibatan actor dan kelompok masyarakat secara luas.
Baca : Kerakyatan Pemilu, JPPR: Proses Pencalonan Mencerminkan Kepentingan Rakyat
“Pendidikan pemilih bukan hanya dimaksudkan agar pemilih bersedia datang ke TPS, melainkan agar mampu menentukan pilihan atas kehendaknya sendiri, dengan cara yang benar dan dengan kesadaran bahwa pilihan tersebut akan menentukan pemerintahan dan nasibnya kedepan,” katanya.
Kesadaran inilah, lanjut JPPR, yang disebut dengan kompetensi warga; yaitu kemampuan individu untuk memahami dan mengurus kepentingan bersama, serta menyadari bahwa haknya sendiri untuk memerintah dan mengambil keputusan melalui negara terkait kepentingan bersama, sedang didelegasikan kepada orang lain yang dipandang cakap, yang kemudian dipilihan dalam Pemilu.
JPPR: Perhatikan Subtansi RUU
“Upaya peningkatan kompetensi warga seperti ini, tentu saja tidak dapat dicapai serta memuaskan apabila pendidikan pemilih dilakukan hanya dengan cara “tembak lari”. Pendidikan pemilih akan tercapai dengan upaya yang sistematis, dilakukan secara berkelanjutan dan dengan melibatkan banyak pihak, khususnya penyelenggara dan kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap penguatan demokrasi,” ungkap JPPR. (red-02)