Kemelut Freeport, Pemerintah Diharap tak Berikan Intensif Pajak

PT Freeport Indonesia (Ilustrasi). Foto: Dok. Monitor

PT Freeport Indonesia (Ilustrasi). Foto: Dok. Monitor

NusantaraNews.co, Jakarta – Pakar cum Pengamat Ekonomi dari Universitas Maranatha Bandung, Dr. Timbul Hamonangan Simanjuntak mengatakan bahwa perubahan status PT Freeport Indonesia dari Kontrak Karya menjadi IUPK menunjukkan representasi kedaulatan Indonesia.

“Dengan perubahan status itu, menunjukkan Freeport sudah dalam kendali Indonesia dalam perspektif undang-undang. Apalagi ditambah divestasi 51%, penegasan kedaulatan itu perlu kita syukuri bersama,” kata Timbul Hamonangan, kepada Redaksi NusantaraNews.co, Rabu, 6 Agustus 2017

Namun, Koordinator Balitbang YBK (Yayasan Bung Karno) itu mengingatkan bahwa, devestasi senilai 51 persen memerlukan dana yang besar dan pemerintah diharapkan tidak lagi memberikan kompensasi soal pajak nantinya.

Simak: Kesepakatan Pemerintah RI Dengan PTFI Mengandung Pelanggaran Hukum Internasional

“Sudah lama Freeport menikmati keuntungan sehingga nantinya jangan ada insentif berupa kompensasi pajak. Ini divestasi kan, bukan nasionalisasi. Artinya, tetap perlu beli (saham) dan itu tidak sedikit”, tukas Timbul Hamonangan Simanjuntak.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak berkomentar soal mekanisme pembelian 51 persen saham PT Freeport Indonesia yang akan didevestasi. “Enggak ada komentar mengenai itu,” kata Sri Mulyani, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa kemarin (5/9/2017) kemarin.

Perempuan yang akrab disapa Ani itu pun enggan menanggapi kemungkinan ‘budget’ pembelian saham Freeport dapat dianggarkan dalam RAPBN 2018 termasuk pembiayaan melalui penyertaan modal negara (PMN).

Simak: Meragukan Penguasaan Pemerintah Indonesia atas 51 Persen Saham Freeport

PT Freeport Indonesia mendapatkan perpanjangan usaha hingga 2041. Perpanjangan usaha ini diperoleh setelah raksasa tambang itu menyepakati empat poin perundingan dengan pemerintah Indonesia.

Pertama, landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan Freeport Indonesia adalah IUPK, bukan kontrak karya (KK). Kedua, divestasi atau pelepasan saham Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan nasional. Ketiga, PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun atau maksimal pada Oktober 2022. Keempat, stabilitas penerimaan negara, yakni penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui KK selama ini.

Baca juga: Berita-berita lugas soal Freeport dan kemelutnya.

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Exit mobile version