Keamanan Nasional: Landasan dan Operasionalisasi (Bagian 2) – Opini Letnan Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin

Prajurit Grup 1 Kopassus Sudah Melakukan Operasi di Seluruh Indonesia/Foto: Dok. Militer.or.id

Prajurit Grup 1 Kopassus Sudah Melakukan Operasi di Seluruh Indonesia. (Foto: Dok. Militer)

Landasan teoritis

Anak Agung Banyu Perwita, yang menyitir kalimat mantan Presiden AS, Harry S. Truman, menjelaskan bahwa national security does not consists only of an army, a navy, and an air force … it depends on a sound economy … on civil liberties and human freedom. Disini keamanan nasional tidak hanya mencakup kekuatan militer, tetapi juga berbagai aspek kehidupan nasional lainnya, seperti kehidupan ekonomi yang lebih merata dan adil, kebebasan individu, dan pengakuan atas hak asasi manusia dari negara dan bangsa.[1]

Bahkan, pandangan senada tertuang dalam tulisan Barry Buzan yang mengatakan bahwa keamanan dipengaruhi lima bidang utama, yaitu militer, politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keamanan suatu bangsa dapat dikatakan terjamin apabila militer, ekonomi, dan teknologi telah terbangun, kondisi politik yang stabil dan kehidupan sosial budaya yang kohesif atau terpadu.

“Security is affected by factors in five major sectors: military, political, economic, societal, and environment.  A nation can be said to have assured its own security when it is militarily, economically and technologically developed, politically stable and socio-culturally cohesive”.[2]

Konsepsi keamanan nasional komprehensif juga meletakkan warga negara atau masyarakat sebagai posisi sentralnya. Di dalam naskah United Nation Development Program (UNDP) yang telah mengangkat topik peran serta masyarakat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan perlunya mengubah konsep keamanan (concept of security), dari konsep keamanan nasional yang dipandang secara eksklusif, diubah menjadi konsep yang lebih ditekankan kepada keamanan masyarakat atau rakyat (people security). Keamanan tidak hanya menyangkut alat-alat perang atau militer semata, namun keamanan juga menyangkut pengembangan manusia (human development). Keamanan tidak hanya menyangkut keamanan terhadap wilayah teritorial negara (wilayah kedaulatan) saja, tetapi juga meliputi masalah keamanan sosial ekonomi (seperti pangan dan ketenagakerjaan) serta lingkungan,

“The concept of security must change – from an exclusive stress on national security to a much greater stress on people security, from security through armament to security through human development, from teritorial to food, employment and environmental security”.[3]

Demikian pula, konsepsi keamanan nasional komprehensif juga harus mengakomodasi terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara. Gagasan ini misalnya dikemukakan oleh Patrick Garrity. Ia menekankan bahwa keamanan tidak semata-mata berupa perlindungan terhadap bahaya dan kejahatan, tetapi juga kepada hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidup seperti akses untuk memperoleh air bersih, makanan, tempat tinggal, pekerjaan, dan segala kebutuhan dasar setiap manusia. Pada intinya keamanan menampung keinginan masyarakat untuk dapat hidup dengan selamat dan berkualitas. Inilah konsepsi keamanan nasional komprehensif yang ditonjolkan oleh Patrick Garrity. Selanjutnya ia menyatakan:

…applies most at the level of the citizen. It amounts to human well being; not only protection form harm and injury but from access to water, food, shelter, health, employment, and other basic requisites that are the due to every person on earth. It is collective of the citizen needs – overall safety and quality life – that should figure prominently in the nation’s view of security.[4]

Dari pelbagai literatur yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa ancaman militer hanya merupakan sebagian dari dimensi ancaman. Senada dengan hal tersebut, Kusnanto Anggoro mengatakan keamanan nasional yang kontemporer memberikan definisi keamanan secara fleksibel dan longgar, dengan memasukkan unsur dan perspektif yang tidak terdapat dalam diskursus tradisional. Keamanan tidak hanya berkaitan dengan nexus military-external, tetapi juga menyangkut dimensi-dimensi lain. Keamanan tidak hanya terbatas pada dimensi militer, seperti yang sering diasumsikan dalam diskusi tentang konsep keamanan, tetapi  merujuk pada seluruh dimensi yang menentukan eksistensi negara.[5]

Dengan merujuk kepada pendapat Klaus Norr dan K.J. Holsti, Indria Samego mengatakan bahwa perkembangan elemen kekuatan modern terdiri dari informasi (informational), kemampuan diplomasi (diplomatic), daya tahan ekonomi (economic), dan kekuatan militer (military), sehingga keamanan nasional tidak semata-mata diarahkan pada pemahaman lama yang bersifat fisikal, melainkan lebih luas dari itu, yaitu keamanan manusia (human security).[6] Dalam perspektif ini kesejahteraan warga negara merupakan sesuatu yang dipandang penting. Mereka dapat menghadapi ancaman dari pelbagai sumber, bahkan termasuk dari aparatur represif negara, epidemi penyakit, kejahatan yang meluas, sampai dengan bencana alam maupun kecelakaan.

Hasnan Habib mengatakan keamanan nasional merupakan perpaduan atau gabungan antara keamanan teritorial (pertahanan) dan keamanan manusia. Dengan penggabungan tersebut, maka keamanan nasional merupakan keamanan yang bersifat komprehensif. Adapun penjabarannya terdiri dari:

Keamanan Teritorial.

Ancaman terhadap Keamanan Negara atau Keamanan Teritoriàl (kedaulatan, integritas wilayah nasional dan Iuar/ external threat).

Dimensi MiIiter.

Sarana utama penanggulangan dari Kekuatan Militer (senjata) dikerahkan di medan perang (front militer).

Keamanan Manusia.

Ancaman langsung terhadap manusia (individu, masyarakat, bangsa), meliputi: kelaparan, kemiskinan, kebodohan, penyakit menular (AIDS), pengangguran, power abuse, degradasi lingkungan, kejahatan (terutama organized crime), konflik SARA, terorisme, kekerasan politik, perilaku hukum rimba, dan diskriminasi.

Dimensi non-militer; meliputi: sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan hidup, kemanusiaan.

Sarana penanggulangan: diarahkan kepada kekuatan sosial, budaya, politik, HAM dan lingkungan hidup.

Selanjutnya Hasnan Habib menyebutkan keamanan nasional yang bersifat komprehensif memberi implikasi bahwa keamanan tidak lagi bisa ditangani secara sendiri-sendiri, karena sudah menjadi keamanan bersama (common security). Lantas perlu dilakukannya pembinaan kerjasama keamanan (cooperative security) antara semua komponen keamanan nasional baik militer maupun non-militer.[7] Adapun Ingo Wandlet mengatakan bahwa keamanan komprehensif tidak lagi terjamin oleh aktor-aktor profesional seperti militer, polisi, dan intelijen. Perluasan skala ancaman mengakibatkan kebutuhan memperbesar jumlah aktor penjamin keamanan secara institusional.[8]

Mengenai perkembangan keamanan komprehensif, Rizal Sukma memaparkan bahwa konsepsi mengenai “keamanan” tidak lagi didominasi oleh pengertian yang bersifat militer, yakni yang menekankan aspek konflik antar negara, khususnya yang berkaitan dengan aspek ancaman terhadap integritas wilayah nasional, namun dengan berakhirnya Perang Dingin, telah memperkuat pemahaman konsep keamanan dari sudut pandang menyeluruh, yakni melalui konsep keamanan komprehensif (comprehensive security).[9]

Dengan ruang lingkup keamanan yang tidak lagi terbatas pada dimensi militer, muncul istilah human security, keamanan lingkungan (environmental security), keamanan pangan (food security), keamanan energi (energy security), dan keamanan ekonomi (economic security).[10] Bahkan ”aman” juga dapat diartikan sebagai:

Security: aman dari gangguan atau ancaman yang dapat membahayakan.

Safety: selamat dari kecelakaan, bencana atau marabahaya yang dapat mengancam keselamatan kehidupan individu, masyarakat termasuk harta benda.

Surety: jaminan adanya kepastian/keyakinan suatu  kegiatan dapat berlangsung lancar, aman dan tertib, termasuk jaminan adanya kepastian hukum (certency)

Peace: suasana damai dan tenteram jiwa.

Sumber ancaman (source of threat) terhadap apa yang selama ini dikenal sebagai “keamanan nasional” menjadi semakin luas, bukan hanya berasal dari dalam (internal threat) dan/atau luar (external threat), tetapi sudah bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai ancaman dari luar atau dalam negeri. Sejalan dengan itu watak ancaman (nature of threat) juga bergeser menjadi multidimensional, tidak lagi mengarah kepada kekuatan militer semata, tetapi sudah masuk baik ke gatra budaya, ekonomi, politik maupun pertahanan dan keamanan.

Dari uraian tersebut di atas, apa yang selama ini dikenal sebagai “keamanan dalam negeri” atau internal security sudah dapat menjangkau ke jenis ancaman yang lebih luas, mulai dari kemiskinan, epidemi, bencana alam, kerusuhan sosial, pertikaian antar golongan, kejahatan, pemberontakan bersenjata sampai dengan gerakan separatis bersenjata. Gangguan-gangguan yang timbul karena kesenjangan sosial, pertikaian antar golongan maupun gerakan separatis/pemberontakan bersenjata merupakan ancaman yang secara langsung dapat mengganggu stabilitas keamanan dalam negeri.

Sementara itu dari pelbagai sumber di negara maju, berkembang wacana untuk mengembangkan fungsi Keamanan Nasional (national security) meliputi fungsi Pertahanan (defence), Keamanan Negara (home land security), Keamanan Ketertiban Masyarakat (public security), Keselamatan Masyarakat (public safety) dan Keamanan Insani (human security). Mengacu kepada pembahasan di atas maka sistem keamanan nasional mutlak memasukkan fungsi-fungsi tersebut sebagai konsep operasionalisasi teknis pelaksanaannya.

Catatan Kaki:

[1]. Anak Agung Banyu Perwita. Keamanan Nasional: Kebutuhan Membangun Persfektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan (Jakarta: Pro Patria. 2007). hlm xxxix.

[2]. Barry Buzan dikutip dalam Anak Agung Banyu Perwita. “Hakekat, Prinsip dan Tujuan Pertahanan-Keamanan Negara” dalam T. Hari Prihartono (eds). Op cit. hlm. 25.

[3]. Pernyataan PBB ini tertuang dalam paper UNDP. “Human Development Report: People’s Participation” dikutip dari Anak Agung Banyu Perwita, Ibid. hlm. 28.

[4]. Patrick Garrity,  yang dikutip oleh Stephen Cambone. A New Structure for National Security Policy Planning (Washington: Center for Strategic and International Studies. 1998). hlm. 107.

[5]. Kusnanto Anggoro.“Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, dan Ketertiban Umum”. Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VllI yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Denpasar, 14 Juli 2003.

[6]. Indria Samego. “Perkembangan Lingkungan Strategis dan Potensi Ancaman Terhadap Pertahanan Negara” dalam . Hari Prihartono (eds). Op cit. hlm. 51.

[7]. Uraian ini dikembangkan dari makalah Hasnan Habib. “Globalisasi dan Keamanan Nasional Indonesia”, Makalah disampaikan kepada Komisi Politik DPA, Jakarta, 28 Januari 2000.

[8]. Ingo Wandlet. “Perkembangan Reformasi Sektor Keamanan: Kebutuhan Bahasa dan Komunikasi”.  Makalah pada Public Lecture tentang Military Reform 2009-2014: Managing Civil-Military Relations in Indonesia. Pasivis UI dan Friedrich Ebert Stiftung. FISIP UI 13 Mei 2009.

[9]. Rizal Sukma. Konsep Keamanan Nasional, Makalah yang disampaikan dalam: FGD ProPatria, Jakarta, 28 November 2002, dikutip dari: http//www.propatria.or.id.

[10]. Kusnanto Anggoro. Op.Cit.

 

Exit mobile version