Kata Sandiaga Uno Soal Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara

sandiaga uno, pemindahan ibu kota, ibu kota negara, kalimantan timur, nusantaranews
Mantan calon wakil presiden Sandiaga Uno angkat suara soal rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaSandiaga Uno ikut berkomentar terkait rencana pemindahan ibu kota negara di mana lokasinya sudah ditunjuk yakni di Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara.

Recana pemindahan ibu kota ini menyita perhatian publik beberapa hari belakangan dan memicu perdebatan luas di berbagai lini, termasuk media sosial.

Sandiaga Uno mengunggah sebuah video pernyataannya terkait rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kaltim tersebut.

“Dalam memindahkan Ibu Kota harus dipelajari betul berapa biaya yang akan dikeluarkan, biayanya dari mana, menguntungkan siapa, berapa jumlah lapangan kerja yang akan bertambah, untuk siapa lapangan kerja yang tercipta, seberapa urgensinya, apakah ini sebanding dengan biayanya,” kata Sandiaga dikutip dari video yang diunggahnya ke media sosial, Selasa (27/8/2019).

Menurutnya, pemindaha ibu kota tidak serta-merta mendorong aktivitas perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat.

“Apakah ini (pemindahan ibu kota) prioritas atau bukan?,” ucapnya. Dijawab audiens, bukan.

“Berarti kita taruh dulu di samping jangan terlalu banyak dibicarakan dan menyita perhatian publik karena lebih banyak masalah yang lebih dan sangat-sangat esensial yaitu kemerdekaan ekonomi,” katanya.

Seperti diwartakan, Presiden Jokowi akhirnya mengumumkan lokasi ibu kota negara yang baru di Kalimantan Timur (Kaltim) pada Senin (26/8/2019) di Istana Negara.

Presiden Jokowi menyebutkan, lokasi ibu kota baru paling ideal adalah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertannegara, Kalimantan Timur.

Setidaknya ada empat alasan Presiden Jokowi menyebut kawasan tersebut dijadikan lokasi ibu kota negara.

Pertama, resiko bencana minimal seperti banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi dan tanah longsor.

Kedua, lokasi kawasan tersebut strategis karena berada di tengah-tengah Indonesia. Ketiga, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang yakni Balikpapan dan Samarinda. Keempat, sudah tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180.000 hektare.

Kemudian, Presiden Jokowi menyebutkan bahwa biaya pembangunan ibu kota negara yang baru bersumber dari APBN sebesar 19 persen, sementara sisanya melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan investasi langsung sawsta murni dan BUMN.

Sementara itu, pengamat politik Bin Firman Tresnadi menyorot batalnya Palangkaraya menjadi lokasi ibu kota baru. Alhasil, Jokowi dinilai tidak mengikuti konsepsi Bung Karno terkait lokasi ibu kota negara yang baru karena Kalimantan Timur akhirnya yang dipilih pemerintah.

“Batalnya Kalteng menjadi ibu kota sebagai bukti ketidaksiapan Jokowi terkait oemindahan ibu kota itu sendiri. Padahal, jika mengikuti konsepsi Sukarno, Palangkaraya-lah yang disiapkan Bung Karno sebagai ibu kota,” ujar Bin Firman, Senin (26/8).

Lebih lanjut Bin Firman menuturkan, secara prinsip, konsep pindah ibu kota sebagai landasan mengurangi kemacetan Jakarta dan pemerataan pembangunan adalah kekeliruan besar. Sebab, jika memang itu menjadi dua dari sekian banyak alasan seharusnya pemerintah melakukan dua hal.

“Pindahkan Pelabuhan Tanjung Priok ke karawang karena Pelabuhan Tanjung Priok adalah salah satu sumber kemacetan. Truk-truk hasil industri baik ekspor maupun impor masuk Jakarta setiap harinya yang jumlahnya ribuan, baik dari Sumatera maupun Jawa,” kata Bin Firman.

Kedua, kata dia, Jokowi seharusnya segera merelokasi pabrik-pabrik, pergudangan dan industri lainnya di Jakarta keluar Jakarta, baik ke Jawa maupun luar Jakarta.

“Jakarta sebagai ibu kota harusnya bebas dari industri. Jakarta harus betul-betul dikonsep sebagai kota pemerintahan saja,” jelasnya. (eda/ed)

Editor: Eriec Dieda

Exit mobile version