Jelang Debat Perdana Capres, Mengingat Kembali Janji Jokowi di Bidang Hukum dan HAM

Capres Cawapres 01, Jokowi dan KH Ma'ruf Amin (Foto AFP)
Capres-Cawapres 01, Jokowi dan KH Ma’ruf Amin (Foto: AFP)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Jelang debat perdana capres-cawapres, mengingat kembali janji Jokowi di bidang hukum dan HAM. Pada 17 Januari 2019 mendatang KPU akan menyelenggarakan suatu debat Pilpres 2019. Debat akan diikuti pasangan Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi dengan topik Hukum, HAM dan Korupsi.

Debat ini tampaknya akan berlangsung menarik. Terlebih, sebagai petahana Jokowi sudah dapat dinilai kinerja pemerintahannya mengurusi tiga bidang tersebut. Masalahnya, selama 4 tahun terakhir Jokowi jadi presiden, berhasil atau gagalkah dia mengurusi hukum di Indonesia?

“Jokowi gagal. Karenanya, dalam Debat Pilpres mendatang sangat tidak layak Jokowi mengajukan program di bidang hukum. Selama 4 tahun berkuasa, dia sama sekali tidak membuktikan tindakan efektif memenuhi janji kampanye dan perencanaan di bidang hukum,” kata pengamat politik, Muchtar Effendi Harahap, Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Kenyataan ini diperkuat Komnas HAM yang memberikan rapor merah kepada Jokowi karena dinilai gagal menuntaskan kasus HAM.

Pada 19 Oktober 2018 lalu, Komnas HAM mengaku telah memberikan sejumlah kasus HAM berat masa lalu kepada Jaksa Agung sejak 2002 silam. Sejumlah kasus tersebut di antaranya peristiwa 1965/1966, peristiwa penembakan misterius (Petrus) 1982-1985, peristiwa penghilangan paksa aktivis tahun 1997-1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II tahun 1998, peristiwa Talangsan tahun 1989, peristiwa kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Wasior Wamena 2000-2003, kasus Jambu Kepok, kasus Simpang KKA, dan kasus Rumah Gedong yang diserahkan ke Jaksa Agung pada 2017-2018.

Komnas HAM menyebut, dari sejumlah kasus itu belum ada yang diselesaikan Jokowi. Sehingga, nilai 0 disematkan kepada bekas walikota Solo tersebut di bidang penuntasan kasus-kasus HAM.

Menarik diingat, saat kampanye capres 2014, Jokowi berjanji secara lisan dan tertulis terkait hukum di Indonesia.

Pertama, membuat kesan obyektif dan berbasis kompetensi untuk mengangkat Jaksa Agung. Jokowi berjanji tidak akan ambil dari parpol. Dalam kenyataannya, setelah jadi presiden, dia angkat kader Partai Nasdem sebagai Jaksa Agung. Singkatnya, Jokowi telah ingkar janji.

Kedua, Jokowi berjanji akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM Masa lalu. Sudah empat tahun Jokowi jadi Presiden, satupun kasus pelanggaran HAM dimaksud belum juga diselesaikan Jokowi.

Ketiga, Jokowi berjanji akan menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem penegakan hukum bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Janji Jokowi tersebut dinilai hanya di atas kertas karena tidak ada realisasinya.

Faktanya, korupsi secara meningkat kuantitatif maupun kualitatif. Bahkan Jokowi telah berada dalam korupsi sandera negara. “Kasus Meikarta satu contoh Jokowi telah melakukan korupsi sandera negara. Korupsi sandera negara ini tidak harus menerima dana korupsi, tetapi bisa jadi mendapat kekuasaan. Contoh berikutnya, kasus reklamasi tidak terbebas dari korupsi sandera negara. Dalam hal ini Jokowi telah ingkar janji,” ujar Muchtar Effendi.

Keempat, Jokowi berjanji penguatan KPK. Jokowi mengutarakan bahwa pemerintahannya akan semakin masif dalam pemberantasan korupsi. Wujud nyata yang akan dilakukan adalah dengan memperkuat KKPK secara kelembagaan. Namun, setelah berjalan 4 tahun Jokowi jadi presiden, janji tersebut juga dinilai tak kunjung terealisasi.

Kelima, dalam RPJMN 2015-2019, Jokowi berencana akan melakukan Revisi KUHP dan KUHAP, Revisi KUHAPper, Revisi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan tetap aparat penegak hukum, Revisi UU terkait pemberantasan tindak pidana korupsi serta pembentukan peraturan pelaksana UU SPPA (Sitem Peradilan Pidana Anak).

“Setelah empat tahun Jadi Presiden, satupun rencana kerja sesuai standar kriteria RPJMN 2015-2019 tidak direalisasasi,” katanya.

Lebih lanjut, bermunculan pendapat bahwa penegakan hukum tebang pilih. Penegakan hukum selama 4 tahun diwarnai oleh praktek-praktek ketidakadilan karena bersifat tebang pilih yaitu tajam ke lawan tumpul ke kawan.

Sebagai contoh adanya penangkapan-penangkapan dan proses peradilan terhadap para pelaku ujaran kebencian seperti Jonru, ustadz Alfian Tanjung, Asmawati dan yang lain-lainnya. Sementara para pelaku ujaran kebencian dan penista agama dari kubu penguasa tidak tersentuh hukum seperti Victor Laiskodat, Denny Siregar, Iwan Bopeng, Permadi Arya dan lain lainnya.

Selain itu terjadi juga aksi persekusi terhadap beberapa tokoh oposisi seperti Neno Warisman dan lain-lain dilakukan oleh sekelompok orang terkesan mendapatkan perlindungan. Jadi, praktek penegakan hukum bukan hanya tebang pilih tetapi juga tumpul ke atas tajam ke bawah.

Berdasarkan pengalaman Jokowi di bidang hukum selama 4 tahun terakhir, eks gubernur DKI Jakarta itu dinilai tidak layak kembali mengajukan program hukum di acara debat Pilpres 2019.

(eda/asq)

Editor: Almeiji Santoso

Exit mobile version