Instalasi #MakanMayit, Menteri PPPA: Langgar Norma Kesusilaan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Yohana Yembise/ Foto: Dok. Humas Kemenpppa

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Yohana Yembise/ Foto: Dok. Humas Kemenpppa

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Beberapa waktu lalu, Natasha Gabriella Tontey bersama Footurama gelar pertunnjukan seni instalasi ‘Makan Mayit’ di Jakarta. Pertunjukan yang digelar akhir pekan lalu, Sabtu 25 Februari 2017, ditujuakan sebagai bentuk manifestasi berkesenian yang sakit serta ekspresi jiwa sadisme.

Seorang psikolog klinis Ratih Ibrahim menyebutkan pertunjukan tersebut sebagai manifestasi dari seseorang berjiwa sehat akan menempatkan kehidupan sebagai sesuatu yang berharga.

“Bayi ialah anugerah. Mereka makhluk hidup yang tidak berdaya. Mau mengatasnamakan seni sekali pun, hanya orang-orang yang punya dorongan sadisme yang bisa melakukan itu,” kata Ratih kepada Media Indonesia, Rabu (1/2/2017).

Lain hal dengan penilaian Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Yohana Yembise, justru pihaknya menyayangkan pertunjukan yang menampilkan makanan berbentuk tubuh bayi dan otak bayi yang dibuat dari ASI (Air Susu Ibu) dan juga keringat ketiak bayi.

“Hal ini sangat disayangkan, karya seni anak bangsa seharusnya merupakan ekspresi dari kreativitas yang diciptakan dan mengandung unsur keindahan bukan yang justru melanggar norma kesusilaan, kepatutan, dan agama. Negara ini melindungi anak-anak Indonesia sejak mereka masih dalam kandungan. Hal tersebut tidak tercermin dalam karya seni ini,” tutur Yohana dalam keterangan tertulis yang dikutip nusantaranews.co, Jumat (3/3/2017).

Di samping itu, kata Yohana, penggunaan ASI dan keringat ketiak bayi yang dimasukan ke dalam bahan makanan merupakan suatu hal di luar akal sehat dan tidak lazim untuk dilakukan. ASI bukanlah konsumsi bagi orang dewasa.

“Penyalahgunaan ASI melalui karya seni yang disebarluaskan melalui pesan visual ini sangat rentan memberikan dampak negatif bagi masyarakat karena sesuatu yang tidak lazim jika digunakan akan menimbulkan protes di masyarakat,” terangnya.

“Belum lagi dampak bagi anak-anak kita yang melihat pesan visual ini melalui media sosial. Bukan hal yang mustahil anak-anak akan meniru perilaku tersebut,” sambung Menter PPPA itu.

Tidak hanya itu, Menteri Yohana juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menyebarluaskan kembali karya seni ini di media sosial. Dengan menyebarluaskannya maka kita telah berkontribusi dalam penyebarluasan konten yang negatif bagi anak-anak. Setiap orang, kata dia, berhak mengembangkan diri dan dijamin dalam pasal 28 c UUD 1945 ayat 1 namun tidak bertentangan dengan norma kepatutan dan nilai-nilai hidup dalam masyarakat.

“Kami juga mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus ini karena karya seni ini telah melanggar norma kesusilaan, kepatutan, agama dan bila terbukti melanggar UU akan dikenakan Pasal 27 ayat 1 Undang- Undang ITE dan pasal 282 ayat 3 KUHP kesusilaan,” imbuh Menteri Yohana. (rsk)

Editor: Sulaiman

Exit mobile version