Ini Perkara yang Seharusnya Dipaparkan Jokowi di Penyampaian Visi Misi Calon Presiden

lieus sungkharisma, menabok rakyat, pernyataan megawati, pernyataan jokowi, jejak digital, jokowi kasar, jokowi sarkastis, nusantaranews
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Jakarta, Ismail Rumadan menegaskan penyampaian visi misi capres-cawapres menjelang debat perdana Pilpres 2019 sangat penting digelar. Pasalnya, hal terpenting dari penyampaian visi dan misi kedua paslon selain karena amanat UU, juga telah menjadi hak masyarakat untuk ingin mengetahui sejauh mana visi dan misi dari kedua paslon untuk membangun dan mengelola republik ini.

“Lebih-lebih lagi kondisi ekonomi dan penegakan hukum saat ini yang kurang menggembirakan. Masyarakat berpandangan bahwa penegakan hukum di pemerintahan Pak Jokowi kurang berjalan dengan baik,” kata dia, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

Dalam perspektif ekonomi, kata Ismail, terutama terhadap paslon nomor urut satu sebagai petahana, perlu dijelaskan kepada publik secara nasional bagaimana kondisi ekonomi saat ini yang pada awalnya memberikan janji manis kepada masyarakat bahwa pentumbuhan ekenomi di 2018 dan 2019 sebesar 8%, namun kini hanya berkisar pada angka 5%.

“Begitu juga dengan janji pak Jokowi bahwa jika terpilih menjadi presiden dolar akan turun dari Rp 12.000 sebelum menjadi presiden ke Rp 10.000 jika terpilih. Sekarang malah dolar memantapkan diri di kisaran Rp 14.000 sampai Rp 15.000,” urainya.

Hal lain yang perlu untuk dijelaskan kepada rakyat adalah kondisi utang negara saat ini. “Selama masa pemerintahan Jokowi, utang baru tercipta sebesar Rp 3.200 triliun. Angka yang lebih besar dua kali dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya,” sebut Ismail.

“Selain itu, Pak Jokowi juga perlu menjelaskan bagaimana manajemen pengelolaan utang negara yang terbilang sangat besar ini? Ke mana saja uang itu dibelanjakan? Tentu harus dijawab oleh Pak Jokowi melalui penyampaian visi dan misinya,” imbuhnya.

Demikian juga dalam konteks penegakan hukum, kata dia, yang tidak mencerminkan adanya rasa keadilan masyarakat. Proses penegakan hukum korupsi yang masih terkesan tebang pilih. Hukum terkesan hanya digunakan sebagai alat politik, dan lain-lain.

Dalam kondisi seperti ini, masyarakat tentu ingin mengetahui bagaimana visi dan misi paslon untuk memperbaiki dan menata kembali kondisi ekonomi maupun kondisi hukum negara ini ke arah yang lebih baik. Penegakan hukum yang sesuai dengan amanat dan harapan masyarakat, sebagaimana tertuang dalam konstitusi negara.

Ismail menambahkan, dari penyampaian visi misi inilah masyakat akan menentukan pilihannya kepada siapa rakyat akan menjatuhkan pilihan politiknya. Oleh karena itu, Perlu ditegaskan kembali bahwa jika penyampaian visi dan misi paslon ditiadakan maka dapat dikatakan KPU telah salah memahami perintah UU tentang Pemilu.

“Jika visi misi tidak dilaksanakan, maka sebaiknya debat juga ditiadakan saja. Toh, debat capres-cawapres adalah pengembangan dari visi dan misi capres-cawapres,” terangnya.

KPU seharusnya memahami posisinya sebagai lembaga yang independen. Tugas KPU hanya menjalankan amanat rakyat susai perintah UU. KPU bukan dalam posisi menafsirkan UU atau membuat aturan hukum tidak jelas.

“Jika KPU tidak independen. Bila KPU tidak jujur dalam melaksanakan tugasnya, maka sangat beralasan bila ada warga masyarakat yang hendak menggugat eksistensi KPU. Sebab tidak menjalankan fungsinya untuk mengatur jalannya proses pemilu yang jujur, adil dan demokratis,” pungkasnya.

(eda/bya/gdn)

Editor: Almeiji Santoso

Exit mobile version