Ini Penyebab Utama Ketahanan Indonesia Rapuh

Kerusuhan massa/Foto ilustrasi/Nusantaranews

Kerusuhan massa/Foto ilustrasi/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Ketahanan atau resillience merupakan tugas semua dari seluruh komponen bangsa. Dewasa ini saat berbicara ketahanan, kecenderungannya hanya fokus pada ketahanan pangan dan energi. Tapi tahukah bahwa di balik itu semua yang paling mendasar dan pokok sesungguhnya adalah ketahanan ideologi.

Mantan Komandan Korps Marinir Letnan Jenderal Marinir TNI (Purn) Suharto menilai saat ini sektor ketahanan di Indonesia yang paling rapuh adalah ketahanan ideologi. Dirinya mengatakan ideologi bangsa Indonesia sangat rapuh. Semua, kata dia, sudah mengarah kepada liberalisme dan hedonisme.

“Tidak ada lagi semangat gotong royong. Coba perhatikan, tersinggung sedikit saja sudah main pukul. Pemuda dengan pemuda berkelahi. Kampung dengan kampung berkelahi. Bahkan tawuran seakan menjadi kegiatan rutin generasi muda kita,” ungkapnya.

Sebagai sebuah bangsa yang memiliki sejarah besar, Indonesia sebetulnya sudah memiliki nilai kearifan lokal HAM yang unggul yang terumuskan dalam Pancasila, yaitu Kemanusian yang Adil dan Beradab. “Bahkan saya pernah mengusulkan kepada Gus Solah (Salahudin Wahid) untuk merubah nama Komnas menjadi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” sambung dia.

Menurutnya, hal itu lebih mulia, karena disini melekat bukan bukan cuma hak, tetapi melekat juga kewajiban. Kewajiban sebagai manusia dan kewajiban sebagai bangsa. “Jadi HAM kita harus dalam kerangka Pancasila,” terangnya.

Sekarang ketahanan ideologi Indonesia, lanjut dia, sudah luntur karena sistem bernegara hancur. MPR dibuat sebanci-bancinya. Dahulu MPR membuat GBHN dimana GBHN itu harus dijalankan oleh mandataris MPR. Sekarang ini tidak. Presiden punya rencana, kerjakan sendiri dan mempertanggungjawabkan sendiri.

Ini yang disebut tirani. Harusnya tidak seperti itu. Oleh karena itu, lanjut dia, sistem bernegara saat ini harus dibenahi. MPR harus kembali menjadi lembaga tertinggi. Untuk bisa menghapus undang-undang pro asing.

“Kita harus kembali kepada undang-undang 1945. Dan kita kembali memberdayakan MPR,” ujar Suharto.

Demikian pula dalam konteks pertahanan dan ketahanan, Indonesia harus kembali kepada konsep dasar, yaitu Hankamrata yakni pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Dimana pertahanan itu adalah kewajiban seluruh rakyat Indonesia. “Jangan kita cepat sekali terpengaruh, misalnya Shukoi lebih baik atau F16 lebih baik.”

Shukoi, F16  dan F15 tidak pernah bisa mengalahkan Vietnam. Tidak pernah bisa mengalahkan Iran. Tidak pernah bisa mengalahkan Venezuela. Karena ketiga negara itu bukan kekuatan alutsista seperti itu yang diutamakan, tetapi lebih mengutamakan disiplin rakyatnya.

Bila bicara pertahanan negara, kata Suharto, “Kita harus kembali kepada pertahanan hati kita. Kita melihat banyak pemimpin kita berbohong. Padahal seharusnya tidak seperti itu. Pemimpin boleh salah, tetapi tidak boleh berbohong. Kalau salah itu manusiawi.” (*)

Editor: Romandhon

Exit mobile version