INDEF: Ambisi Kedaulatan Pangan Hanya Isapan Jempol Belaka

Direktur INDEF Dr. Enny Sri Hartati(kiri) bersama para peneliti INDEF Eko Listianto, Ahmad Heri Firdaus,Bhima Yudhistira dalam diskusi menilai pemerintahan dua tahun Nawacita Jokowi. Foto Andika/Nusantaranews.co

Direktur INDEF Dr. Enny Sri Hartati (kiri) bersama para peneliti INDEF Eko Listianto, Ahmad Heri Firdaus,Bhima Yudhistira dalam diskusi menilai pemerintahan dua tahun Nawacita Jokowi. Foto Andika/Nusantaranews.co

NUSANTARANEWS.CO, JakartaInstitute For Development Of Economics and Finances (INDEF) menilai target program swasembada pangan yang sudah dicanangkan oleh pemerintah tidak sesuai dengan pendapatan yang di terima.

Pada tahun 2014, pemerintahan Jokowi-JK menargetkan swasembada sejumlah komoditas pangan strategis seperti padi, jagung, kedelai, serta gula, dapat tercapai dalam waktu tiga tahun.

Menurut Direktur Eksekutif INDEf, Enny Sri Hartati Dalam mencapai target ambisius tersebut, pemerintah sudah meningkatkan anggaran ketahanan pangan secara sangat signifikan, dari Rp 67 triliun pada 2014 menjadi Rp 124 triliun pada 2016.

“Hingga saat ini, Indonesia masih menghadapi sejumlah permasalahan dalam mencapai kedaulatan pangan,” terang Enny di Jakarta, Senin (10/7/2017).

Enny menerangkan bahwa pemerintah telah menaikan anggaran dan subsidi akan tapi impor beras juga semakin hari kian meningkat. Dia menyebut hal ini dengan kamuflase.

Sementara itu, Prof. Dr. Bustanul Arifin menjelaskan berdasarkan survei yang dilakukan IRI (2016) faktor penyebab para petani belum sejahtera dikarenakan mahalnya biaya untuk perawatan dan masa panen.

“Buruh tani lepas didesa sehari ongkosnya Rp 86.593. Tapi mereka juga tidak akan sejahtera,” katanya

Menurutnya ketimpangan atas kepemilikan lahan dari tahun ketahun kian memburuk. Berdasarkan sensus pertanian yang dilakukan persepuluh tahunan, pada tahun 2013 sekitar 56,03% petani Indonesia merupakan petani gurem yang penguasaan lahannya kurang dari 0,5 hektar.

Enny menambahkan, Program reformasi agraria dengan melakukan redistribusi lahan 9 juta Ha sama sekali belum menunjukkan hasil.

“Itu hanya isapan jempol belaka, malahan disimpangkan menjadi sertifikasi tanah gratis yang berpotensi memperparah ketimpangan jika sertifikasi tidak tepat sasaran,” pungkas Enny.

Pewarta: Ucok Al Ayubbi
Editor: Achmad Sulaiman

Exit mobile version