Ibnu Arabi, Mistikus Empunya Lautan Kebenaran-Kebenaran Ilahi

Ibnu Arabi. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/ ksaadat)
Ibnu Arabi. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/ ksaadat)

NUSANTARANEWS.CO –Ibnu Arab tokoh sufi kontroversial yang cukup banyak dicaci namun dicinta sepanjang zaman. Karya-karyanya abadi, terus dibaca dan dihayati. Pemikiran-pemikirannya membuat banyak orang di dunia terkagum-kagum, memberikan pengaruh besar, dan tersebar ke seluruh relung-relung hidup umat manusia. Para pecintanya menyebut Ibnu Arabi sufi terbesar sepanjang sejarah. Ia dijuluki al Syeikh al Akbar (guru terbesar) dan al Kibrit al Ahmar (sumber api). Hanya dia yang diberi gelar itu di kalangan ulama sufi dan pemikir Islam.

Dia disebut-sebut sebagai tokoh muslim visioner yang sangat cerdas dan brilian. Walaupun para pembencinya menyebut dia seorang bid’ah, kafir, zindiq, dungu, orang gila, dan musyrik. Sebagaimana dikisahkan Imam al Suyuhti, pendukung setia Ibnu Arab dalam kitabnya “Tanbih al Ghabi fi Tabri’ah Ibnu Arabi” bahwa, ketika Ibnu Arabi di Mesir, ia pernah dituduh sebagai kafir zindik oleh sebagian ulama di hadapan Izz al Din bin Abd al Salam.

Baca Juga:

“Ibnu Arabi diam saja. Ini menurut banyak orang, menunjukkan bahwa al Izz sepakat dengan pikiran-pikirannya. Akan tetapi usai pengajian bubar. Izz menjelaskan bahwa dia sengaja diam, karena mereka yang hadir adalah para ahli fiqh. Mereka, menurutnya, adalah kelompok yang paling membenci ahli tasawuf,” tutur Imam al Suyuhti seperti  dikutip Husein Muhammad, huseinmuhammad.net, 17 Juni 2014.

Ibnu Arabi lahir di Mursia, Andalusia, Spanyol tahun 1165 dalam keluarga terkemuka. Ayahnya Ali bin Ahmad bin Abdullah. Sejal awal ia sangat tertarik dengan tasawuf dibanding materi-materi yang dipelajari seperti al Qur’an dan tafsrinya, hadits, nahwu-Sharaf dan fiqh. Dia belajar secara tradisional, istilah orang Indonesia mengaji, kepada para ulama di negeri kelahirannya selama 30 tahun. Sebelum akhirnya bertemu dengan Ibnu Rusyd.

Sepanjang 40 tahun sisa hidupnya ia habiskan mengembara. “Dia melakukan perjalanan sebagai pencari gagasan-gagasan spiritual ke sejumlah wilayah di Spanyol, Afrika Utara dan ke berbagai negari di Timur Tengah. Beberapa negeri yang pernah disinggahinya antara lain Mesir, Baghdad, Makkah dan lain-lain. Masa-masa terakhir hidupnya dilalui di Damaskus, Suriah sambil terus menuliskan permenungan intuitifnya yang diperoleh selama pengembaraannya,” tulis Husein.

Ibnu Arabi wafat tahun 1240 M dan dimakamkan di area sebuah masjid yang dikenal dengan namanya, terletak di puncak pegunungan Qasiyun. Damaskus, Siria. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia menziarahi makam sang penulis paling produktif pada zamannya ini. Menurut catatan sejarah karya yang ditulis Ibnu Arabi tidak kurang dari 200 judul buku. bukunya yang termasyhur ialah “Al Futuhat al Makiyyah”, “Fushush al Hikam” dan “Tarjuman al Asywaq” berikut Syarh (ulasan) nya : “Al Dzakhair wa al A’laq”. Dua bukunya yang pertama merupakan karya masterpiecenya yang sangat terkenal di dunia sampai hari ini. Sementara dua buku yang disebut akhir adalah buku yang di dalamnya terdapat puisi-puisi kerinduan Sang Maestro.

Menurut Husein, sejarah peradaban Islam mencatat karya dan gagasan-gagasan spiritual Ibnu Arabi menjadi sumber inspirasi yang sangat kaya dan dinamis bagi banyak sufi dan para intelektual sesudahnya bahkan sampai hari ini. Pikiran-pikiran al Syeikh al Akbar ini dinilai bagaikan lautan yang tak pernah kering. Suhrawardi, sufi terbunuh, menggambarkannya sebagai “sebuah lautan kebenaran-kebenaran Ilahi”. Akan tetapi, kata Husein, harus dikatakan karya-karya Ibnu Arabi bersifat akademis, filosofis dan canggih, sehingga sulit dipahami oleh banyak orang. Lebih-lebih karya antologi puisinya, seperti Tarjuman (tausyihat)nya. “Sedemikian rumitnya memahami karya-karya Ibnu Arabi, sebagian orang meragukan bahwa karya-karyanya tidak dihasilkan dari kesungguhan mental dan intelektual, melainkan dari ilham dan pengalaman mistiknya,” jelasnya.

Husein menerangkan, Tarjuman adalah salah satu kumpulan puisi mistisnya yang paling dikenal luas, sekaligus paling sulit diterjemahkan. Sayang, tidak banyak buku yang mengupas tuntas buku ini. Saya kira hanya pembaca yang amat terpelajar yang sabar dan sudah terlatih dengan kepekaan mendalam dan tinggi pada keilmuan Islam ; teologi, yurisprudensi (fiqh), sejarah dan filsafat yang diharapkan mampu memahami karya-karyanya dengan baik. “Saya adalah bagian dari orang awam, tetapi saya tidak ingin menyesatkan orang lain apalagi mengkafirkan dan menghalalkan daranya. Saya ingin memahami dengan sebaiknya-baiknya tentang pikiran orang besar ini sejauh yang dapat saya lakukan. Untuk ini saya harus berjalan dengan tertatih-tatih, meletihkan, “menyiksa” dan sangat mungkin gagal,” aku Husein.

Berikut ini petikan salah satu puisi Ibnu Arabi dari Tarjuman tentang kesatuan agama-agama atau yang disebut “Wahdah al Adyan”. Ibnu Arabi menyatakan:

 

Hatiku telah siap menyambut

Segala realitas

Padang rumput bagi rusa

Kuil para Rahib

 

Rumah berhala-berhala

Ka’bah orang tawaf

Sabak-sabak Taurat

Lembaran al Qur’an

 

Aku mabuk Cinta

Kemanapun Dia bergerak

Di situ aku mencinta

Cinta kepada-Nya

Adalah agama dan keyakinanku

 

Penulis: M. Yahya Suprabana

Editor: Achmad S.

Exit mobile version