Harga Solar Tak Kunjung Turun, Bambang Haryo Sebut Menzalimi Rakyat

Harga solar tak kunjung turun, Bambang Haryo sebut menzalimi rakyat.
Harga solar tak kunjung turun, Ketua Masyarakat Transportasi (MTI) Jatim, Bambang Haryo sebut menzalimi rakyat, Selasa (19/5).

NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Harga solar tak kunjung turun, Bambang Haryo sebut menzalimi rakyat. Anggota Komisi VI DPR periode 2014-2019 dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menilai bahwa harga bahan bakar minyak di dalam negeri dinilai manipulatif karena lebih mahal dari seharusnya. Akibatnya, terjadi ekonomi biaya tinggi dan harga barang lebih mahal sehingga beban masyarakat makin berat menghadapi dampak Covid-19.

Dikatakan oleh Bambang bahwa, salah satu indikasi manipulasi harga BBM itu terlihat dari mahalnya harga solar di dalam negeri dibandingkan dengan bunker di pelabuhan Singapura.

Sekedar diketahui juga bahwa dengan mengutip data bunker-ex.com per 17 Mei 2020, paparnya, harga bunker minyak diesel atau solar jenis MGO (HSD) di pelabuhan Singapura tercatat USD 264 per 1.200 liter. Ini berarti harga solar nonsubsidi di pelabuhan transhipment terbesar di Asia Tenggara itu hanya Rp3.300 per liter (asumsi kurs Rp15.000 per dollar AS).

“Harga itu lebih rendah dari harga solar nonsubsidi (HSD) di Indonesia sebesar Rp 7.300 per liter (harga awal Mei 2020), bahkan masih lebih rendah dibandingkan harga solar subsidi di Indonesia yang masih Rp 5.150 per liter sehingga pelabuhan internasional di Indonesia tidak bisa bersaing dengan pelabuhan Singapura karena harga bankernya 2 sampai 3 kali lipat yang berlaku di pelabuhan internasional Indonesia. Padahal jargon Pak Presiden Jokowi adalah dunia maritim harus bisa bersaing secara global,” ungkap Bambang Haryo, Selasa (19/5).

Ketua Masyarakat Transportasi (MTI) Jatim ini yakin harga solar nonsubsidi di dalam negeri seharusnya tidak boleh lebih dari Rp 4.300 per liter meskipun sudah dibebani pajak 4% dan ongkos angkut menggunakan asumsi biaya logistik termahal di dunia yakni 26% sampai ke pelosok. “Maka solar nonsubsidi harus dijual dibawah Rp 4.300 per liter, sedangkan harga solar subsidi di Indonesia seharusnya maksimal tidak lebih dari Rp3.300 per liter,” ujarnya.

Melihat fakta tersebut, Bambang Haryo mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak menggubris tuntutan berbagai kalangan agar segera menurunkan harga BBM, terutama solar yang sangat dibutuhkan oleh sektor industri, transportasi publik, perikanan dan maritim, serta UMKM termasuk restoran dan pariwisata yang menunjang pertumbuhan ekonomi secara nasional.

“Saya merasa heran kenapa Presiden Jokowi dan anggota kabinetnya dari kementerian terkait kok tidak ada perhatian soal ini dan bahkan tutup mata tutup telinga, ada apa ini? Apakah ingin membiarkan ekonomi Indonesia hancur, makin banyak tenaga kerja yang di PHK dan membiarkan perusahaan nasional kita bangkrut dan dikuasai oleh asing?” ungkapnya.

Bambang Haryo mengatakan harga bahan bakar yang disinyalir dimanipulasi bisa dikatakan bentuk penzaliman terhadap hak rakyat yang seharusnya bisa membeli barang atau kebutuhan pokok dengan harga lebih murah apabila energi primer itu dikelola secara benar dan transparan.

“Pertamina tidak juga menyesuaikan harga sejak minyak dunia turun drastis sejak awal tahun, padahal APBN sendiri telah mengalokasikan subsidi untuk BBM tertentu, termasuk solar sebear Rp. 1000. Ini sama saja penyimpangan terhadap anggaran APBN dan harus diusut,” tegasnya.

Oleh karena itu, dia mendesak DPR RI bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) mengaudit Pertamina dan Kementerian ESDM untuk menyelidiki dugaan permainan dan kartelisasi yang mengakibatkan kerugian negara dan rakyat akibat tindakan Pertamina yang didukung penuh oleh Kementerian terkait.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga diminta ikut mengusut dan mengaudit BUMN itu karena dinilai telah merugikan konsumen dan dunia usaha karena harus membeli bahan bakar dengan harga yang lebih mahal dari yang sebenarnya.

“Harga solar lebih murah seharusnya menjadi insentif bagi industri dan usaha lainnya untuk dapat bangkit lagi dari dampak Covid-19 karena biaya energi lebih murah, tetapi kesempatan ini disia-siakan oleh pemerintah sehingga akan menjadi bumerang bagi ekonomi nasional,” katanya.

Sebagai informasi, harga minyak mentah dunia sempat turun drastis bulan lalu. Harga minyak mentah Brent untuk kontrak Juni anjlok ke bawah US$20 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) US$12 per barel, bahkan sempat di bawah 0 dollar AS per barel.(setya/ed. banyu)

Exit mobile version