NUSANTARANEWS.CO – DPR tengah merencanakan pendidikan politik yang akan dikemas dengan “Sekolah Parlemen”. Program tersebut memiliki tujuan untuk penggemblengan para anggota dewan demi kuatnya peran dan fungsi parlemen di Indonesia.
Seperti ramai diberitakan, wacana sekolah parlemen yang digagas oleh ketua DPR Ade Komaruddin mulai menuai polemik. Dalam wacananya, Ade berargumentasi bahwa meski calon anggota legislatif memiliki elektabilitas tinggi, tapi ketika masuk ke parlemen tetap saja memerlukan pendidikan. Pendidikan parlemen itu, hanya bisa diberikan oleh orang-orang yang sudah berpengalaman lama di DPR.
Ketua fraksi PKS Jazuli Juwaini mengapresiasi agenda yang dicetuskan Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) tersebut. Hanya saja, ia khawatir terjadi distorsi dalam memahami istilah “Sekolah Parlemen”.
“Tapi kalau sampai mendirikan sekolah parlemen nanti dipersepsi lain oleh publik. Kok anggota DPR malah sibuk belajar bukannya kerja melaksanakan fungsi dan tugas utamanya,” ujar Jazuli saat dihubungi di Jakarta, Senin (29/8/2016).
Jazuli menilai pendidikan politik tidak ideal untuk dilakukan oleh lembaga DPR. Bagi dia, pendidikan politik lebih tepat merupakan ranah kerja partai politik. Sedangkan DPR itu, secara kelembagaan idealnya memiliki semacam lembaga pendukung keahlian seperti di Amerika Serikat, ada budget house dan library of congress, yang benar-benar profesional dan independen, dan diisi oleh para pakar di berbagai bidang. Sedangkan User-nya adalah anggota DPR, paparnya.
Berdasarkan penelitiannya, kata Jazuli, yang dibutuhkan oleh DPR adalah penguatan dukungan keahlian yang profesional dan kompeten serta independen. Dan yang paling penting adalah kedisiplinan anggota DPR. Nah, yang perlu didorong adalah komitmen, kemauan, dan kinerja anggota dewan untuk memberdayakan tenaga ahli dan sistem pendukung untuk menyiapkan data dan analisa yang akurat sehingga kebijakan DPR makin berkualitas. (Hatiem)