Fahri Hamzah: Masih Ingat Narasi dalam Novel Ghost Fleet yang Diangkat Pak Prabowo?

Cover novel Ghost Fleet: a Novel of The Next World War karya Peter W Singer dan August Cole. (Foto: Istimewa)
Cover novel Ghost Fleet: a Novel of The Next World War karya Peter W Singer dan August Cole. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menyinggung kembali narasi yang diangkat dalam novel berjudul Ghost Fleet yang pernah disampaikan Prabowo Subianto tiga tahun silam. Waktu itu, Prabowo menyebut negara-negara lain telah membuat kajian-kajian yang menyebutkan Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi pada tahun 2030 mendatang.

“Masih ingat narasi dalam novel Ghost Fleet yang diangkat Pak Prabowo tahun 2017? Bagus kita ingat kembali dalam keadaan seperti sekarang. Agar kita bersatu. Agar kita tau bahwa yang mahal adalah bangsa ini sebagai warisan para pendiri yang ikhlas dan baik hati,” ujar Fahri dikutip dari lamannya, Jakarta, Senin (30/9/2019).

Baca juga: Ghost Fleet dan Pesan Armada Hantu Komunitas Intelijen Terhadap Cina

Ucapan Prabowo yang menyebut Indonesia akan bubar pada 2030 rupanya bukan kali pertama. Pada 18 September 2017, Prabowo juga menyinggung hal serupa saat ia menjadi pembicara di UI. Ia merujuk bubarnya Indonesia dari sebuah novel fiksi ilmiah berjudul Ghost Fleet.

The Ghost Fleet adalah sebuah novel, tapi ditulis oleh dua ahli strategi dari intelijen Amerika, menggambarkan sebuah skenario perang antara China dan Amerika tahun 2030.

“Saya kutip kembali berita ini sekadar untuk menyadarkan kita, bahwa ada hal yang mustahil kita korbankan meski kita benci. Anda boleh membenci saya tapi anda jangan gagal memahami Indonesia sehingga terjebak mengorbankan apa yang sudah ada. Kita semua harus menjadi dewasa, tidak boleh terjebak pada emosi kekanak-kanakan yang merebak seolah menjadi benar. Bukan karena banyak, lalu menjadi benar, tidak!,” urai Fahri.

Baca juga: Fahri Hamzah Minta Kaum Liberal yang Sekuler Menjelaskan Pidato Jokowi

Menurut dia, kelemahan Jokowi adalah karena lemah dan mudah ditekan. Sedangkan kelebihan Prabowo adalah karena sulit ditekan. “Keduanya mewakili 100% suara sah di Republik ini yang memilih nyaris tanpa abstain. Tapi mengapa ada kelompok yang sepertinya tidak ikut Jokowi dan Prabowo?,” imbuhnya.

Jawabnya sederhana, lanjut Fahri. Karena Indonesia negara besar. “Jangan pernah menyederhanakan negeri ini dengan segala kompleksitasnya. Berbahaya. Kita perlu arif melihat perbedaan yang berserak bagai Ratna Mutu Manikam. Dan dengan kearifan kita harus bisa melalui segala kekacauan,” terangnya.

Pria kelahiran NTB itu mengajak semua elemen bangsa untuk bersikap dewasa. “Kelompok-kelompok non partai politik yang bertemu presiden Jokowi tidak usah menekan dan mengancam. Kalian harus menghargai hasil pemilu, jangan semua partai dianggap sarang maling sehingga kalian adalah seolah sisa-sisa kesucian di negeri ini. Jangan melampaui batas,” cetus Fahri.

Baca juga: Meski Semacam Ramalan, Kekuatan Novel Fiksi Ghost Fleet Tak Boleh Diremehkan

Menurutnya, Presiden Jokowi harus sadar kelemahannya dan apa yang sudah dibangun 5 tahun hanya akan menjadi sia-sia apabila gagal mengelola transisi sisa pada periode pertama. Maka, jangan mudah ditekan oleh sekelompok yang punya agenda lain yang mereka tidak dapatkan dari mandat rakyat.

“Boleh saja ada yang menasihati presiden untuk mengabaikan partai politik, ‘sebaiknya presiden tetap dengan kelompok reformis, tinggalkan partai politik’, ini adalah nasehat jahat dan menjebak. Partai politik adalah tulang punggung demokrasi kita. Bahaya jika diabaikan,” ucapnya.

“Berhentilah menganggap diri paling suci dan paling bersih. Semua dengan berusaha menjadi baik. Dan mudah mengajak bangsa ini menjadi bangsa yang baik. Asalkan tau caranya, tau abjadnya. Ini yang memerlukan dialog dan pengertian. Mari kita berdoa, agar narasi dalam novel Ghost Fleet yang pernah diungkap Pak Prabowo sebagai peringatan itu tidak jadi kenyataan. Pak Jokowi seharusnya serius bicara sama partai-partai dan Prabowo. Sudahlah, transisi ini harus diselamatkan. Jangan mementingkan diri, cukup!,” paparnya. (eda/sld)

Editor: Eriec Dieda

Exit mobile version