NUSANTARANEWS.CO – Pengacara Maqdir Ismail mengungkapkan bahwa kliennya, Fahmi Darmawansyah tidak pernah menjalin komunikasi dengan pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla) terkait pengadaan satelit monitoring yang didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 itu. Justru terkait proyek ini, kliennya lebih intens berhubungan dengan Ali Fahmi atau yang akrab disapa Fahmi Habsyi.
“Pak Fahmi Darmawansyah hampir tidak pernah berhubungan dengan orang-orang di Bakamla, dia (Fahmi Darmawansyah) lebih banyak berhubungan dengan Fahmi Habsyi ini,” singkatnya di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, (6/1/2017).
Hanya saja Maqdir enggan membeberkan lebih rinci apa saja yang pernah dikomunikasikan Fahmi Habsyi itu dengan kliennya. Termasuk sejauh mana peran Fahmi Habsyi itu dalam proyek yang telah menyeret kliennya itu. Dia hanya menyebut bahwa kliennya cukup mengenal dekat Fahmi sebagai sesama pihak swasta.
“Yah dia (Fahmi) mengenal Fahmi Habsyi, dia orang swasta, bukan satu perusahaan melainkan beda perusahaan,” pungkasnya.
Berdasarkan catatan nusantaranews.co, Fahmi Habsyi dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Kamis, (5/1/2017) kemarin. Dia dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring di lingkungan Bakamla untuk tersangka mantan Plt Sekretaris Bakamla Eko Susolo Hadi.
Adapun kasus ini bermula dari OTT yang dilakukan KPK, pada Rabu, (14/12/2016) lalu. Dimana dalam OTT tersebut KPK berhasil menetapkan status penyelidikan ke tahap penyidikan seraya dengan penetapan empat orang tersangka.
Empat orang tersebut adalah Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla), berinisial ESH (Eko Susilo Hadi), Direktur PT MEI (Merial Esa Indonesia) (berinisial FD (Fahmi Darmawansyah), MAO (Muhammad Adami Okta) dan HST (Hardy Stefanus) yang merupakan pegawai PT MEI.
Tiga diantaranya telah dilakukan oleh KPK di rutan yang berbeda. Dimana ESH ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat, HST ditahan di rutan Polres Jakarta Timur, sedangkan MAO ditahan di Rutan KPK Cabang Guntur.
Ketiganya ditahan selama 20 hari kedepan dan mulai terhitung sejak Kamis, (15/12/2016) kemarin. Dengan demikian mereka akan ditahan hingga (4/1/2017).
Akibat dari perbuatannya itu, ESH sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau asal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sedangkan HST, MAO dan FD sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 99 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Restu)