Elektabilitas Golkar Turun, Setnov Disarankan Mundur dengan Legowo

Setya Novanto rampung diperiksa KPK, Jumat (14/7). (Foto: Restu Fadilah/Nusantaranews)

Setya Novanto rampung diperiksa KPK, Jumat (14/7). (Foto: Restu Fadilah/Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat Komunikasi Politik, Universitas Pelita Harapan, Dr. Emrus Sihombing mengungkapkan elektabilitas suara Golkar diprediksi bakal menurun, baik itu pada Pemilihan Kepala Daerah (Pileg) 2018 maupun di Pemilihan Legislatif di 2019 mendatang. Hal tersebut dikatakan Emrus, menyusul penetapan tersangka Ketua Umum Golkar, Setya Novanto oleh KPK, beberapa waktu lalu, terkait kasus e-KTP.

Menurut Emrus, meski klaim dari Sekjen Golkar, Idrus Marham mengatakan bahwa penetapan Setnov menjadi tersangka, tidak mempengaruhi elektabilitas partai, tapi buktinya, kata Emrus, berdasarkan survei dari lembega yang kredibel, patai Golkar menempati urutan ketiga.

“Hasil lembaga survei seperti CSIS itu bukan tanpa ada data. Dan kami yakin lembaga tersebut memiliki beberapa ahli di bidangnya. Dan  hasil surveinya mengejutkan, partai Golkar pada posisi ketiga. Artinya, hasil survei itu mematahkan pernyataan Sekjen Golkar,” ujar Emrus disampaikan lewat pesan tertulis kepada redaksi, Sabtu (16/9/2017).

Menurut Emrus, tingkat elektabilitas partai bukan ditentukan oleh pernyataan seorang Sekjen. Akan tetapi, ditetapkannya Ketum Golkar sebagai tersangka terkait kasus e-KTP,  tentunya akan berdampak negatif terhadap partai tersebut. Hal itu terbukti, berdasarkan survei CSIS mencatat posisi PDIP masih menempati urutan pertama selanjutnya disusul Gerindra, kemudian diurutan ketiga partai Golkar.

“Seharusnya, Golkar bercermin dari peristiwa partai Demokrat. Saat Annas Urbaningrum sebagai Ketum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, elektabikitas partai itu langsung terjun bebas. Meski posisi Annas digantikan oleh SBY, akan tetapi, tidak dapat mendongkrak suara partai secara signifikan.  Padahal, SBY saat itu seorang Presiden, dengan segala kemampuannya seharusnya bisa meningkatkan elektabilitas partai, tapi ternyata tidak bisa berbuat banyak,” ungkap Emrus.

Kendati demikian, kata Emrus, Partai Golkar merupakan aset bangsa, dengan segala kekurangannya, Golkar pernah menorehkan sejarah dalam membangun bangsa dan pernah berjaya pada masanya. Namun, bila Partai Golkar tidak segera merecovery, tidak mustakhil kondisi Golkar akan lebih terpuruk.

“Jalan satu-satunya Setnov harus mundur secara legowo bila partai ini ingin tetap mendapat kepercayaan publik. Tapi, bila Setnov tetap dipertahankan, tidak mustakhil juga partai Golkar akan terjun menukik, lebih parah dari partai Demokrat yang saat itu ketum dan beberapa kadernya terjerat kasus korupsi,” paparnya.

Selanjutnya, kata dia, bila partai Golkar ingin keluar dari krisis kepercayaan publik, jalan satu-satunya adalah melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk mengganti ketua umum. Dan memilih ketua yang kredibel, agar mampu mengembalikan marwah partai.

“Namun demikian, proses pemilihannya harus dilakukan secara demokratis. Hindari terjadinya politik uang, yang hanya mencederai proses Munaslub,” ucapnya.

Selain itu, menyinggung adanya beberapa kelemahan yang terjadi di tubuh KPK, Emrus tetap optimis bahwa masyarakat saat ini masih percaya terhadap penegakan hukum oleh KPK. Hal tersebut terbukti dengan keberhasilannya mengungkap sejumlah politisi yang terjerat kasus korupsi.

“Kami optimis KPK sebagai lembaga yang masih dipercaya publik. Karena keberhasilannya dalam membongkar kasus-kasus besar seperti mega korupsi e-KTP yang sudah menjerat beberapa pejabat, diantaranya melibatkan ketaua umum partai Golkar Seyta Novanto. Namun, meski ada beberapa kelemahan yang terjadi di tubuh KPK, seperti diungkapkan oleh Pansus Hak Angket,  tapi keberadaan lembaga anti rasuah itu masih dibutuhkan Masyarakat,” tutur Emrus

Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon

Exit mobile version