Diduga Memberikan Kesaksian Palsu, Politikus Hanura Ini Terancam Tujuh Tahun Bui

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari fraksi Hanura, Miryam S Haryani/Foto Restu Fadilah / NUSANTARAnews

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari fraksi Hanura, Miryam S Haryani/Foto Restu Fadilah / NUSANTARAnews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Tahun Anggaran (TA) 2011-2012 dengan terdakwa dua mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yakni Irman dan Sugiharto dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi telah selesai dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Bungur Jakarta Pusat, Kamis, (23/3/2017).

Ada tujuh saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) pada sidang yang dipimpin Jhon Halasan Butar Butar itu. Mereka diantaranya, Kepala Bagian Perencanaan Kemendagri; Wisnu Wibowo, Mantan Dirjen Administrasi Kependudukan; Rasyid Saleh, Kasubag Penyusunan Program Bagian Perencanaan pada Sesditjen Dukcapil Kemendagri; Suparmanto, Pensiunan PNS Ditjen Dukcapil Kemdagri; Dian Hasanah, Anggota Fraksi Partai Hanura; Miryam S Haryani, Anggota Fraksi Partai Demokrat; Taufiq Effendi, serta Anggota Fraksi PAN Teguh Djuwarno.

Seperti biasanya persidangan penuh sesak oleh pengunjung. Persidangan sempat berlangsung memanas saat JPU KPK menghadirkan saksi Miryam. Persidangan memenas lantaran kesasian Miryam yang terkesan berbelit-belit dan diduga bohong.

Hakim sempat beberapa kali mengingatkan saksi bahwa telah disumpah dan tidak diperkenankan memberikan kesakian palsu atau bohong seperti yang tertuang dalam Pasal 22 UU Pemberantasan Korupsi. Pasal itu mengatur tentang hukuman pidana bagi saksi yang memberikan keterangan palsu.

“Dalam Pasal 22 , warga negara wajib memberikan kesaksian, jika tidak mau, ada ancaman pidananya. Kalau Ibu (Miryam) persulit persidangan, bisa saja ibu kena,” tegas Jhon.

Lebih lanjut Jhon menjelaskan, ada ancaman tujuh tahun penjara bagi para saksi yang memberikan keterangan palsu di persidangan. Hal tersebut seperti tertuang dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya ayat (1) dan (2), tentang memberi keterangan di atas sumpah atau yang biasa disebut delik Sumpah Palsu/Keterangan Palsu.

Kendati demikian, Politikus Partai Hanura itu tetap bersikukuh pada keterangannya yang dia sampaikan.

Sebagai informasi, kesaksian yang diduga dipalsukan oleh Miryam itu terkait dengan perannya yang disebut pernah meminta uang kepada eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman sebesar US$ 100 ribu untuk Chairuman Harahap. Dimana duit yang diminta itu disebut juga untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke beberapa daerah.

Tidak hanya itu, Miryam juga membantah bahwa dirinya juga pernah meminta uang Rp 5 miliar kepada Irman untuk kepentingan operasional Komisi II.

Atas permintaan pada Agustus 2012 itu, Irman memerintahkan Sugiharto, yang saat itu menjabat Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil, menyiapkan uang untuk diberikan kepada Miryam.

Uang itu disebut jaksa pada KPK dibagi-bagikan secara bertahap, dengan rincian, salah satunya, untuk 4 pimpinan Komisi II, yakni Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi, masing-masing sejumlah US$ 25.000.

Reporter: Restu Fadilah

Exit mobile version