NUSANTARANEWS.CO – Akibat orasinya pada aksi damai 4 November (411) lalu, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah dianggap telah melakukan tindakan makar pada pemerintah. Dalam pidatonya tersebut Fahri sempat menyinggung soal penggulingan Presiden Jokowi.
Menanggapi dakwaan tersebut, Fahri Hamzah memberikan sikap pernyataannya kepada Nusantaranews.co. Terkait makar, dirinya mengaku masih banyak yang belum paham bahwa pasal makar itu sebagian besar sudah dibatalkan MK sebagai bentuk penyesuaian dengan UUD 1945 yang baru.
“Makar dalam terminologi aslinya di KUHPidana disebut anslaag. Aanslag itu diartikan sebagai gewelddadige aanval yang dalam bahasa Inggris artinya violent attack. Artinya makar itu hanya terkait dengan fierce attack atau segala serangan yang bersifat kuat,” papar Fahri Hamzah Rabu (9/11/2016) melalui keterangan tertulisnya.
Ia menambahkan, memang di Bab II KHUPidana sebelum reformasi makar dibahas dari pasal 104 sampai dengan 129. Namun sekarang sudah banyak yang dihapus dan tak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Pasal makar yang tersisa hanya yang terkait violent attack, seperti membocorkan rahasia negara, kerjasama dengan tetara asing dalam massa perang dll. Sementara yang terkait dengan kehormatan dan martabat kepala negara sudah berubah menjadi delik aduan,” bebernya.
Amandemen 1945 memigrasi segala anasir otoriter yang berpotensi mengekang kebebasan bepikir dan berekspresi masyarakat. Jadi salah tempat di era demokrasi ini kalo masih ada yang berpkir tentang makar. Presiden naik dan jatuh diatur jalan keluarnya dalam konstitusi, tak ada yang tidak diatur demi tertib sosial. (Romandhon)