Dicecar Payung Hukum Kontribusi Tambahan 15%, Ini Penjelasan Ahok

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok/Nusantaranews Photo/Rere Ardiansah

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok/Nusantaranews Photo/Rere Ardiansah

NUSANTARANEWS.CO – Sidang kasus suap reklamasi dengan terdakwa eks petinggi Agung Podomoro Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro masih terus berlanjut. Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mempertanyakan perihal payung hukum dalam menentukan tambahan kontribusi sebesar 15 persen yang di bebankan kepada pengembang.

Mantan Bupati Belitung Timur yang saat itu menjadi saksi pun menjawab pertanyaan yang dipertanyakan oleh Jaksa saat itu. Kata Ahok, tambahan kontribusi sebesar 15 persen dilandasi dengan dua aturan, yakni Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan perusahaan pengembang pada tahun 1997 silam.

“Dalam Keppres diamanatkan bukan hanya wewenang gubernur, tapi segala biaya dilakukan mandiri oleh gubernur, bekerja sama dengan swasta. Jadi kami harus buat perjanjian kerja sama dengan pengembang,” jelasnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat Senin, (25/7/2016).

Kata Ahok dalam Keppres juga di jelaskan bukan hanya untuk pengembangan dan penataan kawasan reklamasi, tetapi sekaligus menata ruang daratan pantai yang secara terpadu. Hal tersebutlah yang mendasari dibuatnya perjanjian antara PT Manggala Krida Yudha dan Pemprov DKI untuk Pulau M pada 1997 silam.

Lebih lanjut Ahok menerangkan, dalam perjanjian disebutkan adanya kontribusi atau sumbangan pihak kedua alias pengembang. Kontribusi tersebut bisa berupa uang atau fisik infrastruktur di luar area pengembangan reklamasi dalam menata Pantai Utara Jakarta.

Sayangnya dalam Keppres maupun dalam perjanjian tahun 1997 tidak disebutkan besaran nilai yang harus dibayarkan pengembang untuk tambahan kontribusi.

Akhirnya Ahok pun memutuskan agar pengembang dikenakan biaya kontribusi tambahan sebesar 15 persen. Ahok menyebut bahwa nilai tambahan tersebut ditentukan menggunakan hak diskresi dan kajian tim dari Pemprov DKI Jakarta.

“Diskresi bisa saya berikan, terkait izin dan Diskresi saya keluarkan karena di satu pihak saya tidak ingin tidak jelas kontribusi mereka (pengembang). Kalau saya beri izin kepada mereka tanpa perjanjian menata ruang, kita dikadalin. Makanya saya anggap satu pihak izin diberikan karena sudah lengkap. Kalau saya tidak memberi izin saya bisa digugat,” katanya.

“Saya rasa juga saya sudah mengambil angka yang paling maksimum. Maka saya bersyukur Tuhan menolong saya ada kejadian seperti ini, itu kenapa saya begitu takut kalau tidak dikenakan kontribusi tambahan. Kalau satu hari orang menemukan perjanjian 1997 yang ada kontribusi tambahan lalu saya memberi izin pengembang tanpa kontribusi tambahan kira-kira saya dipidana tidak? Jadi diskresi yang saya lakukan untuk mengamankan aset Pemda DKI dan ini diperbolehkan,” katanya.

Sebelumnya, Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta berkeras menolak usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal tambahan kontribusi 15 persen bagi perusahaan pengembang reklamasi. Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan penolakan usulan tersebut, salah satunya terkait dasar hukum. Hal tersebut dijelaskan tiga anggota DPRD DKI Jakarta, saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (18/7/2016) lalu.

Ketiganya yakni, Mohamad Sanusi, Bestari Barus, dan Merry Hotma, menjadi saksi untuk terdakwa Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan asistennya Trinanda Prihantoro.

“Tambahan kontribusi dasar hukumnya apa, pemda tidak dapat menjelaskan dasar hukumnya,” ujar anggota DPRD DKI Jakarta, Sanusi kepada Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor saat itu.

Terdakwa Tak Keberatan

Usai berbagai macam informasi dibeberkan Ahok dan Sunny, majelis hakim pun kemudian menanyakan pendapat Ariesman dan Trinanda selaku terdakwa. Keduanya yang ditanya hakim mengaku tidak ada keberatan dengan apa yang disampaikan Ahok dan Sunny.

“Saya tidak ada keberatan,” jawab Ariesman.

“Saya juga tidak ada keberatan,” timpal Trinanda menjawab pertanyaan hakim.

Usai itu, hakim pun kemudian menutup kesaksian Ahok dan Sunny, dan memanggil saksi lain yang menunggu. Sedangkan Ahok dan Sunny kemudian beranjak dari kursi dan meninggalkan ruang sidang. (restu/red)

Exit mobile version