NUSANTARANEWS.CO, Semarang – Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) turut hadir sebagai tamu undangan dalam Munas VI BEM PTNU se-Nunsantara di kampus III Universitas Wahid Hasyim Semarang, Sabtu (28/4/2018). Acara ini dihadiri seluruh pengurus BEM PTNU yang berjumlah 272 kampus. Kepala BIN, Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan memberikan kuliah umum di hadapan ratusan civitas akademika tersebut.
Kelapa BIN diundang untuk memberikan kuliah umum dengan tema Meneguhkan Peran Serta Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme untuk Memperkokoh NKRI.
Dalam kesempatan tersebut KaBIN menyampaikan bahwa Pasca perang dingin, saat ini kita berada di tengah-tengah pertarungan ideologi yang mempengaruhi cara pandang kita sebagai sebuah bangsa termasuk Indonesia. Ideologi tersebut di antaranya ideologi radikal yang membawa semangat pan-Islamisme, ideologi komunis yang berupaya mempengaruhi kebijakan negara terhadap kelompok proletar, serta kebijakan ultra nasionalisme AS untuk mendorong imperialisme dan dominasi AS di dunia.
“Kontestasi ideologi-ideologi ini melahirkan perebutan pasar ideologi dan pencarian ideologi alternatif ditambah dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi yang memudahkan orang untuk mencari nilai-nilai atau ideologi yang sesuai dengan keyakinannya,” terang Kepala BIN.
Dia menjelaskan Benchmark dari negara Amerika Serikat saat ini terjadi pertarungan ideologi antara liberalisme yang mempunyai prinsip pasar bebas dengan nasionalisme proteksionis yang mengedepankan prinsip ‘America First’ untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
“Pertentangan ini bahkan telah membentuk polarisasi di masyarakat AS dan timbulkan kegamangan di kalangan generasi muda AS. Sementara RRT dapat mempertahankan identitas bangsanya yang memiliki ideologi komunis dengan mengakomodasi praktek kapitalis untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya,” jelas KaBIN.
Menurutnya, bagi bangsa Indonesia yang majemuk dengan lebih dari 663 kelompok suku besar dan 652 bahasa, situasi ini mengancam kebhinekaan yang menjadi ruh kita sebagai sebuah bangsa. Pancasila sebagai ideologi perekat bangsa Indonesia yang selama ini telah mempersatukan kebhinekaan Indonesia mendapatkan ujian berat berupa gempuran dari ideologi-ideologi luar. Apabila hal ini dibiarkan maka rakyat indonesia tidak lagi dapat mengasosiasikan dirinya sebagai sebuah bangsa besar dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia.
“Ancaman masuknya ideologi asing dapat menggoyahkan ketahanan ideologi nasional, dan berdampak pada kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara,” ucapnya.
Kepala BIN mengatakan, mahasiswa memiliki peran strategis dalam membentuk masyarakat madani. Berbagai gerakan perbaikan bangsa ini umumnya juga dimotori oleh mahasiswa. Sejarah membuktikan bahwa gerakan mahasiswa menjadi motor perubahan pada bangsa Indonesia ini, seperti tritura tahun 1966 serta gerakan reformasi 1998.
Untuk menangkal paham radikalisme tumbuh dan berkembang di Indonesia diperlukan strategi nasional untuk memantapkan pancasila sebagai way of life bangsa. Fokus utama dalam strategi nasional pembinaan ideologi Pancasila diarahkan pada upaya secara optimal dan komprehensif dalam internalisasi nilai-nilai Pancasila kepada seluruh masyarakat, serta upaya defensif untuk proteksi ideologi Pancasila dari serbuan ideologi asing dan pihak-pihak yang ingin mengganti ideologi Pancasila.
“Diperlukan kerjasama seluruh elemen bangsa dalam mendukung strategi nasional penguatan ideologi Pancasila sebagai benteng untuk membendung dan menangkal pengaruh paham-paham radikal di Indonesia sangat diperlukan terutama di seluruh perguruan tinggi agar kalangan muda potensial seperti mahasiswa dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI,” urai mantan Wakapolri ini.
Dikatakan, strategi yang dapat diterapkan di perguruan tinggi untuk memperkuat ideologi Pancasila dan menangkal paham radikal adalah dengan beberapa langkah.
Pertama, New Public Management (NPM): peningkatan peran masyarakat dan mahasiswa dalam pengelolaan interaksi sosial di ranah publik untuk menangkal berkembangnya radikalisme, terorisme dan intoleransi.
Kedua, peningkatan peran ormas Islam seperti nu dalam menangkal radikalisme dan terorisme.
Ketiga, pemberdayaan ekonomi lokal di lingkungan pesantren dan masyarakat melalui umkm dan koperasi.
Keempat, penguatan nilai-nilai kebangsaan dengan berpedoman pada ajaran bahwa cinta tanah air merupakan sebagian dari iman (hubbul wathon minal iman). Dan kelima, penguatan toleransi dan kerukunan di masyarakat. (red)
Editor: Eriec Dieda