NUSANTARANEWS.CO – Anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Achsanul Kosasih mendesak PT Pertamina (Persero) untuk segera menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal itu karena BPK melihat laporan keuangan Pertamina di semester I, keuntungan PT Pertamina (Persero) dari jualan BBM subsidi mencapai Rp 8,3 triliun. Hal itu dinilai sangat besar untuk kondisi harga minyak dunia yang masih fluktuatif bahkan cenderung rendah.
“Tujuannya agar masyarakat bisa turut menikmati,” kata Achsanul, di Jakarta, Kamis (29/9).
Sebab, lanjut Achsanul, sangat tidak pantas jika Pertamina mengorbankan masyarakat kecil hanya demi meraup untung yang besar dari jualan BBM subsidi.
Sebelumnya dalam laporan keuangan di semester I 2016 terungkap bahwa Pertamina meraih untung hingga US$ 755 juta dari pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) dan penugasan (kerosene, LPG 3 kg, solar dan premium non Jamali).
Rinciannya, keuntungan dari penjualan BBM PSO dan penugasan mencapai USD 637 juta atau sekitar Rp 8,3 triliun dan dari LPG 3 kg sebesar USD 117 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun.
Dalam penjelasannya, Pertamina menyatakan bahwa laba usaha BBM PSO 449,9% lebih tinggi dibandingkan periode sama 2015. Tingginya kenaikan laba ini disebabkan oleh rendahnya biaya produk sejalan dengan penurunan harga MOPS (Mid Oils Platts Singapore) dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang merupakan komponen pembentuk biaya produk.
Realisasi ICP di semester I-2016 hanya USD 36,16 per barel, jauh dibawah RKAP Pertamina sebesar USD 50 per barel. Maka dengan modal harga minyak yang rendah dan menjual BBM dan LPG subsidi di harga tinggi, Pertamina mampu mengantongi EBITDA sebesar USD 4,1 miliar, dengan EBITDA margin 23,9% atau 128% dari RKAP yang dirancang perusahaan. Sementara laba bersihnya mencapai USD 1,83 miliar, 113 persen lebih tinggi dari RKAP perseroan. (Restu)