Dalami Suap Partai Demokrat, KPK Periksa Dua Orang Saksi

Pengusaha Yogan Askan (YA) memakai rompi orange/Foto Nusantaranews via liputan6
Pengusaha Yogan Askan (YA) memakai rompi orange/Foto Nusantaranews via liputan6

NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap pengusaha Yogan Askan (YA) hari ini, (19/7/2016). Yogan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Suprapto. Suprapto merupakan Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman PU Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

“Dia (Yogan Askan) akan ditanya tentang seputar kasusnya,” tutur Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, di Jakarta, Selasa, (19/7/2016).

Selain itu, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Suprapto. Suprapto akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Yogan Askan (YA).

Kasus inu berawal saat Kader Demokrat Putu Sudiartana, ditangkap KPK, saat seminggu sebelum lebaran Idul Fitri 1437 Hijriah, dia ditangkap dalam kasus dugaan suap proyek jalan di Sumbar (Sumatera Barat). KPK menyatakan penangkapan Putu merupakan OTT karena Tim Satgas KPK juga menemukan uang sebanyak SGD 40.000 atau setara dengan Rp 390 juta (Kurs Rp 9.754/Dollar Singapura) di kediaman Putu.

Selain menyita sejumlah uang, tim Satgas KPK juga menyita tuga bukti transfer yang diduga uang suap dalam rekening berbeda dari pengusaha Yogan Askan dan Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman PU Pemprov Sumbar, Suprapto untuk I Putu Sudiartana. Total transfer tersebut berjumlah Rp 500 juta yang dikirim ke rekening Suhaemi dan Novianti. Dari Rp 500 juta itu ditransfer secara bertahap, transferan pertama sebanyak Rp 150, kemudian kedua Rp 300 juta, dan terakhir Rp 50 juta.

Akibat dari perbuatannya, IPS, NOP, dan SHM sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Pasal tersebut, mengatur mengenai pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan YA dan SPT sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melangar pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau huruf (b) atau pasal 13 Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Pasal tersebut, mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (Restu)

Exit mobile version