Brexit Bisa Picu Proteksionisme

ILUSTRASI BREXIT
ILUSTRASI BREXIT

NUSANTARANEWS.CO — Brexit Bisa Picu Proteksionisme. Dampak perdagangan tidak terlalu mengganggu, sebab nilai perdagangan kita dengan Inggris tidak terlalu signifikan. Namun keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan mempengaruhi suasana kebatinan negara-negara anggota MEA. Ini yang harus kita waspadai sebagai negara inisiator MEA. Demikian pernyataan BPP Hipmi seperti dikutip dari keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (26/6/2016) mencermati dampak perkembangan Referendum Brexit.

Menurutnya, dampak langsung terhadap perdagangan dengan Inggris tidak terlalu mengganggu. Meski demikian, semangat Brexit ini dapat mempengaruhi suasana kebatinan negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Asean. Dikatakan, kasus Brexit ini dapat menjadi inspirasi kelak bagi beberapa negara Asean untuk keluar dari MEA, bila pakta perdagangan bebas ini ternyata malah merugikan negara tersebut.

“Namun adanya Brexit ini, anggotanya malah akan memicu proteksi di negara-negara masing-masing. Ini yang haris kita cermati,” ujar Bahlil Lahadalia di Jakarta. Ia menuturkan, dalam jangka pendek dampak Brexit adalah memicu proteksionisme di negara-negara anggota MEA itu sendiri. Maksud MEA adalah mendorong deregulasi dan mempercepat arus barang, jasa, investasi, dan manusia di antara anggota MEA.

Menurut Bahlil, membaca trend (proteksionisme) itu akan bergerak ke sana. Sebab Brexit merupakan inspirator besar bagi semangat arus balik globalisasi yakni lokalisasi yang proteksi domestik yang semakin kuat. “Sejak awal memang, kami melihat ada paradoks di era globalisasi ini, sebab saat perdagangan bebas itu dicanangkan justru proteksionisme dan lokalisme atau nasionalisasi itu menguat,” ujar dia.

Perkuat MEA
Selain itu, Hipmi mengingatkan agar pemerintah memperkuat MEA. Terlebih Indonesia dulunya sebagai inisiator. Indonesia hendaknya memperkuat daya saing dan efisiensi menghadapi MEA. Mengingat keluarnya Inggris dari Uni Eropa bagaimana pentingnya bahwa MEA harus lebih kuat lagi dan hal yang sama tidak terjadi di MEA.

Masing-masing negara MEA sebaiknya tidak termotivasi mendorong proteksionisme melainkan meningkatkan persaingan secara adil melalui peningkatan daya saing. Sejarah adalah bahwa Inggris dan Swiss merupakan negara yang tidak begitu antusias terhadap Uni Eropa, makanya sewaktu terjadi pelemahan di negara tertentu, Inggris merasa terbebani. Di MEA, tidak boleh memikirkan protectionisme melainkan harus mempromosikan resilience dan efisiensi.

Terakhir, pihaknya akan memasukan isu Brexit ini dalam beberapa pertemuan dengan asosiasi pengusaha-pengusaha muda Asean di Kuala Lumpur dalam waktu dekat.(Red/Sego)

Exit mobile version