Boni si Perampok dan Kekasihnya Jalan-jalan Bertemankan Sebuah Mobil dan Sebuah Album Sonic Youth

Boni Si Perampok dan Kekasihnya Membawa Album Sonic Youth. (Ilustrasi/Istimewa)
Boni Si Perampok dan Kekasihnya Membawa Album Sonic Youth. (Ilustrasi/Istimewa)

Cerpen: Muhamad Kusuma Gotansyah

 

“Maaf agak lama sayang. Nih, ambil ini.”

“Hah? Sekarung? Kamu bilang hanya mau mengambil sedikit.”

“Iya tadinya. Aku berubah pikiran. Aku kosongi rekeningnya. Sedikit tidak akan cukup, Sofia.”

“Tetapi artinya kamu merampok. Merampok uang dari rekening Rafi. Dan Rafi adalah kakakku, Boni.”

“Begitulah. Dan dengan uang inilah kita akan mengejar mimpi kita, sayang.”

“Aku tidak percaya aku jatuh cinta kepada seorang perampok.”

“…….”

“……..!?”

“Kenapa? Kok begitu melihatnya?”

“Lho, kamu bilang mau berhenti merokok?”

“Huh.”

“Satpam bank ada yang melihat?”

“Tidak, tetapi mereka pasti akan tahu.”

“Ya sudah, buang saja rokoknya. Cepetan jalanin mobilnya.”

“Huh.”

“Tidak usah banyak mengeluh. Kamu perampok, Boni.”

“Apakah perampok tidak boleh mengeluh?”

“Ah sudahlah. Cepetan saja jalanin mobilnya.”

“Iya iya. Sebentar.”

“……”

“Kita akan pergi ke pelabuhan. Eh, kamu tidak usah mengintip-ngintip ke belakang begitu. Nanti malah ketahuan.”

“Boni, wajar kalau aku takut.”

“Risiko jatuh cinta kepada perampok, bukan?”

“Dasar kamu.”

“Huh…..”

“…?? Kamu ngapain!? Masih sempat-sempatnya menyetel musik di saat seperti ini?”

“Kamu tidak suka? Atau kamu mau CD yang lain?”

“Ah, memangnya ada CD lain di mobil ini selain Goo itu?”

“Tepat sekali.”

“Tidak apa-apa sih. Aku suka Sonic Youth. Sering dengar saat SMA.”

“Aku kurang suka. Lagu-lagu mereka aneh. Tetapi biarlah, daripada sepi. CD ini pun tertinggal di mobil ini saat aku membelinya dari Dodi, bukan milikku.”

“Selera perampok memang buruk.”

“Iya, dan kamu jatuh cinta kepada perampok. Kepadaku.”

“Huh.”

“Tidak usah mengeluh sayang… ah, kamu mau singgah sebentar di restoran itu?”

“Tidak. Rafi tahu soal ini?”

“Hah? Kamu mau makan tidak?”

“Apakah Rafi tahu kamu mengambil semua uang di rekeningnya?”

“Persetan dengan Rafi.”

“Walau bagaimanapun dia kakakku. Kamu cinta kepadaku kan? Beritahu aku, sayang. Apakah kakakku tahu kamu melenyapkan semua uangnya di rekening banknya?”

“Lupakan, Sofia.”

“Memangnya kenapa sih?”

“Rafi sudah mati. Sudah kutembak tadi pagi pakai pistolku. Lupakan, aku mau setel musik.”

 

Track 1: Dirty Boots

 

“Kamu memang brengsek, Boni.”

“Sudahlah, maafkan aku. Aku terpaksa. Dia duluan yang menyerangku dengan pisau dapur.”

“Dia melindungiku. Itu tindakan reflek seorang kakak yang mencintai adiknya.”

“Tunggu, kenapa tiba-tiba seakan kamu berpihak kepadanya? Kamu bilang kamu benci keluargamu dan kamu mau lari dari rumah bersamaku, bukan begitu?”

“Iya, tetapi aku tidak lari dari rumah. Aku dilarikan dari rumah olehmu. Pakai mobil ini. Pagi-pagi buta.”

“Kamu terlalu plin-plan. Sudah seminggu kamu bilang kepadaku kalau kamu mau lari dari rumah bersamaku. Sekarang kamu malah mau pulang lagi.”

“Dari tadi aku tidak ada mengatakan sedikitpun bahwa aku mau pulang lagi. Masalahnya sekarang kamu melarikanku dari rumah. Kamu menculikku.”

“Maaf sayang. Satu-satunya cara untuk seorang perampok menyatakan cintanya adalah dengan seperti itu.”

“Kamu lelaki sinting. Tampan dan berani. Tetapi tolol dan sinting. Dan aku cinta kepadamu.”

“Sekarang kamu berpihak kepadaku?”

“Entahlah. Aku merasa cukup bodoh karena mencintaimu.”

“Jadi kamu memang cinta padaku?”

“Lupakan.”

“Sekarang saja ketika aku beritahu Rafi sudah kubunuh kamu tidak merasa sedih.”

“Itu yang kamu lihat.”

“Yang aku lihat kamu malah terlihat lega.”

“Buat apa sih uang sebanyak itu?”

“Kok tiba-tiba bodoh? Ya untuk mimpi-mimpi kita! Yang sering kita bicarakan dulu-dulu itu!”

“Dengan uang itu? Uang hasil merampok?”

“Apa sih yang kita miliki di dunia ini yang bukan hasil merampok? Untuk mendapatkanmu saja harus kuculik dulu.”

“Dasar pola pikir perampok.”

 

            Track 2: Tunic (Song for Karen)

 

“Sudah berapa hari kamu tidak tukar gaunmu itu?”

“Dua minggu.”

“Bentuk pemberontakan heh?”

“Tutup mulutmu.”

“Tidak usah marah. Kenapa tidak sekalian mogok makan?”

“Sudah kok. Hanya saja aku tidak menceritakannya padamu. Sudah empat hari.”

“Pantas saja kamu kelihatan kurus.”

“Tetapi masih minum dan makan keripik diam-diam.”

“Huh, itu bukan mogok makan.”

“Aku tidak mau mati. Belum mau sebelum kita lari dari rumah. Sebelum kamu berhasil menculikku.”

“Hahaha. Kamu sudah siuman? Sudah lupa mama papa? Sudah lupa Mas Rafi?

“Tutup mulutmu.”

 

Track 3: Mary-Christ

 

“Aku berhenti dulu disini, mau pipis. Balik akan kubawa makanan.”

“Dibeli ya. Jangan dicolong.”

“Lihatlah nanti.”

“……………………………..”

“…”

“Apa itu?”

“Kerak telor. Suka kan?”

“Suka-suka saja. Aku tidak pilih-pilih makanan.”

“Juga ada ini nih.”

“Apa in… wah, gaun baru?”

“Iya. Di sebelah toilet tadi ada penjual kerak telor. Di sebelah penjual kerak telor ada toko baju. Sepertinya cocok buatmu.”

“Dua-duanya kamu beli kan?”

“Kamu lihat sayang, karung uangnya di dalam, sementara dompetku kosong.”

“Dasar kamu.”

 

            Track 4: Kool Thing

 

“Dari pelabuhan kita akan kemana?”

“Tidak tahu. Mungkin Maluku. Aku belum beli tiket. Bagaimana mau beli, uangnya saja baru dapat sekarang.”

“Apa yang membuatmu cukup gila untuk melakukan semua ini, Boni?”

“Cinta. Itu yang pertama. Yang kedua adalah mimpi.”

“Tetapi kamu perampok.”

“Apakah perampok tidak boleh punya cinta dan mimpi?”

“Bukan itu maksudku. Cinta dan mimpi bagi perampok ya hanya cinta kepada merampok dan mimpi untuk merampok.”

“Kamu sok tahu. Aku cinta kepadamu. Dan aku punya mimpi, dan aku tahu mimpimu sama dengan mimpiku. Akan kita raih mimpi kita itu bersama, sayang.”

“Kamu terdengar menjijikkan.”

 

            Track 5: Mote

 

“Kamu tidak mau tukar gaunmu?”

“Iya, tetapi bukan di mobil ini. Aku belum siapa-siapamu dan kamu belum siapa-siapaku. Kamu sudah cukup kurang ajar.”

“Huh.”

“Berhenti di sana saja. Iya, toilet umum itu. Tunggu sebentar ya.”

“Berapa lama waktu yang diperlukan untuk gadis muda sepertimu untuk ganti pakaian?”

“Tidak lama kok. Lebih cepat dari merampok bank, sayang.”

 

            Track 6: My Friend Goo

 

            “Ayo, lanjut jalan.”

“Kamu terlihat begitu cantik.”

“Sudah, tak usah sok romantis. Toh ini gaun curian.”

“Toh aku mencurinya karena cinta kepadamu.”

“Ngomong-ngomong temanmu itu bagaimana kabarnya?”

“Hm? Teman? Yang mana?”

“Yang pernah mencuri motor Pak Sambiloto itu.”

“Oh. Suma, maksudmu?”

“Iya dia.”

“Tertangkap. Paling tahun depan keluar. Kenapa tiba-tiba ingat dia?”

“Tidak… dia pernah bilang padaku kalau kamu dulu punya mimpi untuk mendirikan keluarga sederhana, dengan rumah sederhana, pekerjaan sederhana, dan…”

“Iya.”

“Em… apakah mimpimu sampai sekarang masih sama?”

“Masih.”

“…?”

“Apa?”

“Kamu mau menikah denganku?”

“Iya.”

“Berbekal uang itu?”

“Sofia, sudahlah. Jangan kamu permasalahkan dari mana datangnya uang itu. Yang penting ia ada. Dan dengan uang itu kita akan ke Maluku. Lalu aku akan beli rumah. Lalu aku akan lunasi cicilan mobil ini. Lalu aku akan buka warung makan atau apalah, asal bukan merampok. Lalu kamu akan kubelikan mesin jahit, seperti yang sejak dulu kamu dambakan. Lalu kita akan menikah. Lalu kita akan punya anak, dua, satu lelaki dan satu perempuan, yang lucu-lucu dan imut-imut. Lalu… lalu…”

“Boni, kamu menangis?”

 

            Track 7: Disappearer

 

“Kamu tidak memikirkan orang tuamu, Sofia?”

“Tidak. Untuk saat ini, sekurang-kurangnya.”

“Mereka masih hidup Sofia, sekurang-kurangnya. Tetapi kalau suatu saat kamu pulang, kamu pasti mati dimaki oleh ayahmu itu. Namun kalau kamu tidak pernah pulang-pulang, berarti kamu anak durhaka, Sofia.”

“Entah masih hidup atau tidak. Pagi-pagi buta dan baru bangun tidur, dan mereka menyaksikan anak sulung mereka mati dengan lubang di dadanya. Sementara itu anak perawan mereka hilang, dibawa lari seorang perampok. Mereka sudah berusia lima puluh ke atas, mendekati enam puluh. Mana mungkin tidak kalap mereka.”

“Ah, ternyata kamu sudah jadi anak durhaka.”

“Iya. Terima kasih karena sudah mengajarkan tata caranya kepadaku.”

“……”

“……”

“Ngomong-ngomong aku menembak Rafi di perutnya, bukan di dada.”

 

            Track 8: Mildred Pierce

 

            “Aku suka lagu ini.”

“Aku benci lagu ini. Aneh. Seperti lagu-lagu mereka yang lain.”

“Unik, Boni. Bukan aneh.”

“Aku kurang mengerti soal aneh dan unik.”

“Mudah saja membedakannya.”

“Hah?”

“Aneh adalah ketika kamu menculik anak gadis orang saat pagi-pagi buta.”

“…”

“Unik adalah ketika anak gadis yang kamu curi itu ternyata adalah kekasih dan calon istrimu. Yang kamu cintai setengah mati.”

 

            Track 9: Cinderlla’s Big Score

 

“Kamu mau ada pesta pernikahan nanti?”

“Tidak tahu.”

“Mau undang siapa saja? Punya kenalan di Maluku?”

“Tidak tahu.”

“Kamu mau tidak sih sebenarnya menikah denganku?”

“Mau.”

“Kamu kedengaran seperti dipaksa kawin ayahmu dengan juragan tua yang sudah beristri empat.”

“Aku mau menikah denganmu, sayang. Aku cinta kepadamu.”

“Sekarang kamu kedengaran tidak ikhlas.”

“Aku cinta kepadamu, Boni. Walaupun kamu melarikanku dari rumah orang tuaku, membunuh kakakku, merampok uang di rekening kakakku, dan mencuri makanan serta pakaian. Aku tahu itu semua karena kamu cinta kepadaku.”

“Sekarang kamu kedengaran tolol. Ah, aku juga cinta kepadamu, Sofia.”

 

            Track 10: Scooter + Jinx

 

“Sudah sampai?”

“Sudah sampai.”

“Kenapa tidak keluar?”

“Albumnya belum habis.”

“Kamu bilang tidak suka Sonic Youth.”

“Memang.”

“Lalu?”

“Mau mendengarkan saja. Sedang mau diam saja.”

“Kamu takut?”

“Tidak.”

“Cemas, mungkin?”

“Tidak.”

“Apa yang kamu pikirkan?”

“Pernikahan kita tentunya.”

 

            Track 11: Titanium Expose

 

“Ah, sial!”

“Kenapa, sayang?”

“Lihat di spion. Itu mobil Pak Sambiloto. Agak jauh sih, tetapi ia akan sampai tak lama lagi.”

“Ah. Biarkan sajalah.”

“Uh! Ayahku ikut serta! Terlihat jelas dari sini. Mereka semakin mendekat.”

“Ada ayahmu juga? Waduh.”

“Jangan waduh saja dong. Lihat itu, satpamnya sedang clingak-clinguk dengan tampang bego begitu. Ini kesempatan kita untuk menyelundup ke dalam kapal!”

“Ah, pola pikir perampok. Makanya jangan pacaran sama perampok.”

“Diamlah Boni. Kamu mau mati dicabik-cabik ayahku?”

“Tunggulah sebentar. Ini lagu terakhir bukan?”

“Apa masalahmu? Ayolah cepat, jangan begini.”

“Sudahlah Sofia. Begini saja, kalau lagu ini habis sebelum mereka sampai, kita akan langsung menyelundup ke salah satu kapal kargo yang menuju Maluku. Kalau mereka sampai sebelum lagu ini habis, kita lihatlah nanti kelanjutannya.”

“Kamu masih cinta kepadaku, Boni?”

“Masih tentunya. Kamu juga cinta kepadaku kan?”

“Ini serius Boni? Kamu mau kita mati?”

“Kamu juga cinta kepadaku kan?”

“………”

“…..??”

“…”

“Sofia…”

“Ah. Kamu perampok paling tolol di jagad raya ini. Aku cinta kepadamu. Sangat mencintaimu.

“Terima kasih.”

Kuala Lumpur, Juli 2017

Muhamad Kusuma Gotansyah, Seorang gitaris muda penggemar jazz kelahiran Tangerang yang berambisi untuk membuka mata dunia dengan musiknya. Penampilan debutnya adalah di selamatan sunat anak tetangga.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.

Exit mobile version