Belum Adanya Aturan Khusus Jadi Sebab Mudahnya Penyadapan

Fahri Hamzah/Foto Hatiem/NUSANTARAnews

Fahri Hamzah/Foto Ahmad Hatim/NUSANTARAnews

NUSANTARANEWS.CO – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, penyebab mudahnya seseorang yang bukan penegak hukum menyadap pihak lain disebabkan belum adanya regulasi yang jelas dan berdiri sendiri dalam mengatur penyadapan.

Hal tersebut disampaikan Fahri saat menanggapi pernyataan terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan tim kuasa hukumnya yang mengklaim memiliki rekaman percakapan antara Presiden Ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ma’ruf Amin.

“Tidak saja oleh berkembangnya teknologi informasi, dimana cara dan metode menyadap itu semakin dahsyat dengan aplikasi-aplikasi yang ada di dalam smartphone itu,” ungkapnya kepada wartawan di Media Centre DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (02/02/17).

Jangankan pihak sipil, Fahri mengatakan, bahkan aparat penegak hukum pun terkadang melakukan penyimpangan dalam hal penyadapan tersebut.

“Tetapi ini juga sudah masuk dalam lembaga-lembaga negara, dimana ada lembaga negara yang melakukan penyimpangan di dalam penggunaan alat sadap dan penyadapan,” ujar Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Fahri menyebutkan, meskipun DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), namun itu saja belum cukup untuk mengatur ketentuan penyadapan.

“Inilah asal muasal sumber kekacauan dalam penyadapan. Dimana penyadapan dianggap sesuatu yang tidak penting, padahal dimana-mana di seluruh dunia itu illegal typing atau unlaw for typing itu adalah suatu pelanggaran HAM berat, yang kita tahu hukumannya di dalam UU ITE itu hukumannya di atas 10 tahun,” katanya menjelaskan. (Deni)

Exit mobile version