AS dan Inggris Adalah Produser Sekaligus Sutradara Perang Yaman

AS dan Inggris Adalah Produser
AS dan Inggris Adalah Produsen senjata dalam perang di Yaman./Foto: Artstation.com

 

NUSANTARANEWS.CO – AS dan Inggris adalah produser sekaligus sutradara perang di Yaman. Intensitas serangan drone dan rudal pejuang Houthi terhadap Arab Saudi terus berlangsung di tengah meningkatnya tekanan ekonomi dan militer terhadap Iran. Gambaran ini menunjukkan bahwa bila terjadi konflik militer skala penuh AS-Iran, Arab Saudi kemungkinan akan menjadi sasaran utama rudal Iran dan drone Yaman. Kemungkinan seperti jelas semakin mempersulit upaya pasukan koalisi pimpinan Saudi untuk mengembalikan posisi Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang digulingkan.

Meningkatnya serangan militer Houthi ke Arab Saudi justru setelah terjadinya gencatan senjata yang ditengahi oleh PBB antara pihak-pihak yang bertikai di ibukota Swedia, Stockholm, pada bulan Desember. Di bawah kesepakatan gencatan senjata, Houthi setuju untuk menyerahkan kendali pelabuhan Hodeidah, Saleef dan Ras Isa kepada “pemerintah setempat sesuai dengan hukum Yaman”.

Baca: Helikopter Tempur AH-64 Apache Berguguran Dalam Perang Yaman

Menariknya, setelah persetujuan Hodeidah, teater perang bergeser dari Yaman ke wilayah Saudi.

Motif Houthi jelas, merubah medan tempur ke dalam wilayah Saudi sebagai pembalasan atas agresi militer brutal koalisi yang dipimpin Saudi, dan sekaligus pesan bahwa tekanan yang meningkat terhadap Iran sebagai pendukung utama Houthi akan berdampak terhadap keamanan nasional Saudi.

Dalam Perang Yaman tersebut, ada aspek yang hampir tidak pernah disoroti oleh media yakni: dukungan persenjataan dan personel oleh AS dan Inggris. Pada awal April, Channel 4 menayangkan film dokumenter investigatif – Perang Tersembunyi Inggris – tentang peran Inggris dalam intervensi yang dipimpin Saudi dan sejauh mana keterlibatan Inggris dalam perang di Yaman.

Baca: Pemasok Senjata Terbesar Dalam Perang Yaman

Menurut seorang karyawan BAE Systems, kontraktor pertahanan terbesar di Inggris, “Jika kita tidak berada di sana, dalam tujuh hingga 14 hari, tidak akan ada jet tempur yang terbang.” BAE Systems mempekerjakan lebih dari 6.000 orang di Arab Saudi.

Dilaporkan bahwa bom-bom yang dijatuhkan di Yaman adalah produksi Inggris, AS, dan Prancis. Negara-negara itu menjual senjata dan menyediakan layanan intelijen. Jadi perang Yaman akan berakhir bila AS dan Inggris ingin menghentikannya, kata Ahmad Algohbari, seorang jurnalis Yaman kepada Al Jazeera.

“Mereka terus mendorong perang dan ini adalah masalah besar karena mereka tidak peduli dengan kehidupan di Yaman. Mereka hanya peduli urusan ekonomi mereka dan menawarkan pekerjaan kepada orang-orang mereka sendiri.”

Dalam sebuah contoh yang sangat kontroversial pada Agustus 2018, militer Saudi-UAE menewaskan sedikitnya 51 orang, termasuk 40 anak-anak sekolah, dalam serangan udara yang menggunakan bom MK 82 yang dipandu dengan laser seberat 500 pon (227kg) yang dibuat oleh Lockheed Martin, salah satu kontraktor terbesar pertahanan AS.

Anna Stavrianakis, seorang dosen senior dalam hubungan internasional di University of Sussex dan pakar kebijakan militer Inggris, mengatakan kepada Al Jazeera, “Bacaan saya tentang strategi Saudi di Yaman adalah untuk menekan penduduk secara militer, melalui serangan udara yang menghancurkan infrastruktur, dan juga secara ekonomi, melalui blokade yang menyebabkan wabah kolera dan kelaparan. Semua dilakukan agar penduduk sipil Yaman tidak mendukung perjuangan Houthi dan mendukung pemerintah pilihan Saudi.” (Banyu)

Exit mobile version