Anggaran Proyek Tak Rasional, Bambang Haryo: BPK RI Harus Audit Anggaran Kereta Cepat

Anggaran Proyek Tak Rasional, Bambang Haryo: BPK RI Harus Audit Anggaran Kereta Cepat
Anggaran proyek tak rasional, Bambang Haryo: BPK RI harus audit anggaran kereta cepat.

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menilai anggaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak rasional, lantaran mengalami pembengkakan biaya sebasar 2 milyar USD dari 6,07 milyar USD, sehingga biaya total menjadi 8 milyar USD atau setara dengan Rp114 triliun.

“Ini merupakan pembengkakan biaya fantastis, karena nilai penawaran awal dari China sebesar  5,55 milyar USD, bila jumlah total biaya 8 milyar USD maka, terjadi kenaikan sekitar 2,5 milyar USD atau terjadi kenaikan 40% lebih. Seharusnya, pembengkakan biaya ini tidak dibebankan kepada APBN, sesuai perjanjian awal dengan China pada saat pelelangan. Maka BPK diharapkan mengaudit anggaran kereta cepat tersebut,” kata BHS sapaan akrab Bambang Haryo Soekartono, Jumat (15/10).

Dikatakan anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini bahwa, pembengkakan biaya yang begitu besar yakni senilai 2 milyar USD akan sangat membebani masyarakat, karena investasinya sebagian besar menggunakan uang rakyat (APBN). Sekaligus masyarakat akan kesulitan untuk mendapatkan tarif murah bila menggunakan kereta cepat Jakarta-Bandung, Maka transportasi ini akan menjadi tidak ekonomis yang akhirnya tidak diminati oleh masyarakat.

“Dengan biaya pembangunan sebesar Rp114 triliun ini, Pemerintah mempunyai target bisa menumbuhkan ekonomi yang besar dan menampung banyak jumlah tenaga kerja. Tetapi seharusnya Pemerintah bisa melakukan investasi dengan skala prioritas pembangunan yang lebih efektif dan efisien, guna menumbuhkan ekonomi dan menampung tenaga kerja yang jauh lebih besar. Tutur Alumni ITS tersebut.

Misalnya, kata ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur ini, Pemerintah dapat memprioritaskan pembangunan Jalur Kereta Api Trans Sumatera yang saat ini masih kurang sekitar 1.500 kilometer. Dan bila ini di prioritaskan, maka hanya membutuhkan biaya sebesar Rp45 triliun dengan asumsi perkilometer rel kereta api biaya sebesar Rp30 milyar, berdasar data Kemenhub.

Rel kereta api tersebut, Sambung BHS, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengangkut penumpang dan logistik untuk antisipasi penduduk sekitar 60 juta dan komuditas logistik yang saat ini sangat melimpah akibat kesulitan mendapatkan transportasi dan banyaknya prasarana jalan yang mengalami kerusakan parah di wilayah Sumetara, mulai dari ujung Selatan ke Utara dan sebaliknya. Sehingga dengan adanya rel kereta trans-Sumatera tersebut, maka akan terjadi pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia.

BHS menambahkan, keterbatasan jumlah rollling stock (rangkaian kereta api) yang ada di Sumatera saat ini bisa ditambahkan dengan 200 rangkaian kereta api penumpang  dan barang yg hanya membutuhkan anggaran pembangunan sebesar Rp8 triliun, untuk asumsi persatu rangkaian dengan anggaran 40 milyar rupiah. Dan ini mengakibatkan kenaikan hampir 3 kali lipat dari jumlah rangkaian kereta api yang ada di sumatera saat ini.

“Dengan hanya membutuhkan total biaya 53 triliun diatas, maka akan berdampak kenaikan ekonomi signifikan di wilayah seluruh Sumatera dan ini tentunya dampaknya jauh lebih besar dari pada kita membangun kereta cepat Jakarta – Bandung yang hanya mengangkut penumpang saja dan melayani jumlah penduduk sekitar 15 juta untuk Kota Jakarta dan Bandung,” tutur BHS.

Ketua Dewan Penasehat Gerindra Jawa Timur ini menuturkan “Pemerintah perlu mempertimbangkan skala prioritas pembangunan yang lebih efektif dan efisien, untuk menumbuhkan ekonomi dan serapan tenaga kerja yang jauh lebih besar serta dampak pemerataan pertumbuhan ekonomi di wilayah seluruh Indonesia. Bila dengan anggaran 114 triliun tersebut sebenarnya cukup untuk membangun jalur rel kereta api trans Sumatera dan rel kereta api trans-Sulawesi beserta sarananya berupa ratusan rangkain kereta api baik barang maupun penumpang, tutup BHS. (setya)

Exit mobile version