Aku Melamun
Aku melamun
Dengan kata-kata
Hingga jadi puisi cinta
Yang masih terbata-bata
Inilah puisi di bawah ini
Aku ingin jadi lautan di rumah kecilmu
Biar kau leluasa berenang bersamaku
Semisal ada aspirasi di sanubari
Tancapkanlah ke hatiku
Baik sebulir surga
Api-berapi membara pada keringat
Akan kuterjal meski karang jadi tirai
Demi permintaanmu, zahda.
Namun sebelum beranjak ke angan-anganmu
Ada satu kalimat dariku
“Apakah hatiku ada di perasaan kalbumu”
Jika tidak
Aku tak akan menelusuri lebih petang dari anganmu
Sebab aku tak ingin membuang bebiji keringat
Bila diriku tak ada bayang-bayang
Di noktah relung hatimu
“tapi itu hanya naluri setan belakangan”
Sakral akanku berusaha
Meski gerak batinmu tak hidup-hidup
Melainkan bersamaku
Karna aku dahaga rindu
Yang bergelombang pada riak kecantikanmu
Ada pinta dariku
Setelah kurangkul permintaanmu atau tidak
Catat di bilik mata
Perihal yang kujalani di masa ini
Biar tau keturunanmu kelak di masa purba.
Hakikat Cinta
Bayang-bayang merajalela di benak mahkota
Menjadikanku padat pada bahasa
Hingga segumpalan imajinasi-diksi
Ternoktah pada puisi
Dari sudut godaan tak mempan
Menerobos bilik-jeruji hakikat cinta
Pada kedua orang tua
Penyebab jarak tak bisa di pandang oleh mata
Meski wanita surga
Menghampiri kebadatan bahasa
Munyuguhkan bunga-bunga semerbak
Pada benihnya yang ingin menembak
Namun apa nyatanya, di usir mutlak
Sebab terlalu dalam
Yang melahirkanku ke alam
Di situlah cintaku pertama bermuara.
Surat untuk Izzati
Semenjak kau beringsut kelain hati
Disitulah batinku retak tapi tak nampak
Namun aku tabah meski karam di lautan kasih
Rumah kecilku yang benih penuh cahaya
Kini suram oleh kata-kata
“kemarau yang ku alami”
Adakalanya hujan bertadang di musim kemarau
Dan adakalanya negeriku ada taburan salju
Disanalah ia tak sanggup melihat deritaku
Sungguh getir tanganku, izzati
Menulis surat suci
Yang lahir di Rahim hati nurani
Di kala aku karam di pangkuanmu
Inilah izzati,
“sudikah engkau dating kepekarangan.
Meski titahmu kita tak punya hubungan lagi
Namun masih berharap bersamamu izzati.
Menahan derita
Menetap di ranjang, menjadikanku panjang saban waktu,
Akankah kedatanganmu menjadi surge di pelupuk ke arifan batinku
Yang semula karam di lautanmu
Meski tak sempurna pernama
Inilah suratku, untukmu.
Surat
; Fifi
Begitu cepatkah engkau angkat kaki
Dari muasal keinginanmu
Untuk merantau ilmu
Di dunia pesantren
Untuk merajut kemasa depan
Kenapa engkau spontan pergi?
Karna aku masih belum menanam
Pohon nukilan-nukilan kebaikan
Di sebuah telinga, hingga berbuah di dahan hatimu
Apakah engkau tak tahan menahan
Panas dalam perjuangan?
Jika itu, itu sudah biasa
Karna aku pernah mengalami perihal itu
Namun aku tak berkeinginan
Untuk angkat kaki, dari sebuah keinginan
Resah pada relung
Yang menjadikan penyemangat
Pada impian
Namun di hari kepergianmu hatiku ranggas
Dalam keinginan
Aku kagum dengan kepergianmu
Sebab apa engkau pergi
Jika karna asmara janganlah
Karna cinta bersifat sementara
Namun jika karna masa depan
Menetaplah yang telah di tepati.
Harapanku yang Hilang
Aku begitu kagum padamu
Ketika batinku bersungguh-sungguh yang kerap membangun
Istana surga di palung dadamu
Entah kenapa engkau membantah dengan cara berlari
Sehingga aku tak dapat melihatmu lagi
Yang merangkul pelangi
Di tenda purnama yang kau miliki
Mengapa engkau menjalani perihal itu?
:biar tau penyebab ke pergianmu.
2019.
Biodata penulis:
Aang MZ adalah nama dari Ach Atikul Ansori. Lahir 18-05-2001 di pulau Gili Raja Sumenep. Alumni Nurul Huda II, Dan Sekarang Nyantri di PP. Annuqayah daerah lubangsa selatan. Antologi puisinya adalah Rahasia rasa publisher (2019)janji senja JSI, (2019), Pena artas (2019), Puisi-puisi kami untuk BJ Habibie (2019), Serta nangkring di media Nusantaranews, Negri kertas, simalaba. Kini aktif di Sanggar Basmalah. Email: aangmz009@gmail.com