Abaikan Mandat Konstitusi, Jokowi-JK Jadi Agen Neolib

Swastanisasi Aset Negara (Foto Istimewa/Nusantaranews)

Swastanisasi Aset Negara (Foto Istimewa/Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menyoroti berbagai kebijakan pemerintah saat ini,  Direktur Ekekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Bin Firman Tresnadi mengatakan Jokowi-JK telah mengabaikan mandat konstitusi. Bahkan saat ini, Jokowi-JK telah menjadi agen neoliberalisme.

“Pemerintahan Jokowi-JK telah mengabaikan mandat konstitusi dan telah menjadi agen neolib yang paling sempurna,” kata Firman Tresnadi, saat dihubungi secara khusus melalui pesan singkat, Rabu (7/2/2018).

Firman Tresnadi menjelaskan hal yang perlu diketahui bahwa salah satu esensi dari neoliberalisme adalah komoditifikasi berbagai jenis barang dan layanan publik; energi, pangan, air minum, udara, tanah, hutan, pelabuhan, jalan raya, kesehatan, transportasi publik, pendidikan, dan lain sebagainya. Proses komoditifikasi ini dibuka selebar-lebarnya pada investor asing dan swasta sehingga menghilangkan peran negara terhadap komoditifikasi.

Dimana lanjut dia, roses komoditifikasi ini ditempuh melalui jalur privatisasi dan pencabutan subsidi. Semua barang publik dan layanan publik tersebut diserahkan kepada mekanisme pasar.

Kenapa ia menyebut Jokowi-JK melanggar dan mengabaikan amanat konstitusi? Dalam pasal 33 UUD 1945 ayat (2) ditegaskan bahwa ‘cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara.’ Kemudian, pasal 33 UUD 1945 ayat ke (3) menegaskan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dari penegasan konstitusi di atas tersirat beberapa hal, kata Firman Tresnadi. Pertama, keharusan menempatkan cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak (public utilities) di tangan negara. Di sini negara dimaknai sebagai organisasi politik yang mewakili kepentingan umum/warga negara. Hal ini bertujuan untuk mencegah tampuk produksi jatuh ke tangan perseorangan atau swasta, yang berpotensi mengorbankan kepentingan rakyat banyak.

“Sebab, kita tahu, usaha perseorangan atau swasta dikomandoi oleh logika profit alias mencari untung belaka,” tegasnya.

Kedua, penempatan kekayaan ‘bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya’ ke tangan negara. Dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 disebutkan, ‘bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya’ merupakan ‘pokok-pokok kemakmuran rakyat’. Karena itu, penguasaannya harus berada di tangan negara dan dipergunakan untuk mendatangkan sebesar-besarnya kemakmuran bagi rakyat.

Karenanya, ungkap Firman Tresnadi, sehubungan dengan mandat dari konstitusi, negara berkewajiban memastikan dua hal, yakni, pertama, memastikan ketersediaan barang kebutuhan pokok dan layanan dasar yang dibutuhkan oleh warga negara untuk pengembangan hidupnya; dan kedua, memastikan barang kebutuhan dan layanan dasar itu bisa diakses oleh seluruh warga negara tanpa kecuali dan tanpa diskriminasi.

Terkait model penyelenggaran produksi dan distribusi, pada pasal 33 UUD 1945 pun sudah punya dua prinsip tegas. Pertama, pemilikan sosial terhadap alat produksi, atau dalam bahasa pasal 33 UUD 1945 ayat (1) sebagai ‘usaha bersama’ berdasar azas kekeluargaan. Dan kedua, orientasi produksi dan distribusi haruslah mengutamakan pemenuhan kebutuhan rakyat.

Pewarta: G. Wibisono
Editor: Romandhon

Exit mobile version