Traveling

Ziarah Cerdas Tahun Baru Ke Situs-Situs Sejarah Surakarta

NUSANTARANEWS.CO – Menjelang liburan panjang antara Natal dan Tahun Baru 2017, tentu Anda sedang mencari-cari tempat wisata menarik untuk dikunjungi bersama keluarga. Kali ini redaksi nusantaranews.co akan menyuguhkan tempat-tempat wisata yang tidak hanya menyenangkan tetapi dapat memberikan pelajaran penting buat Anda.

Tentu, terkesan agak serius acara liburannya jika berwisata sambil belajar bukan. Terasa benar, namun liburan sambil belajar ini karena tempat wisatanya tidak sekedar menyuguhkan pemandangan baru bagi Anda. Namun juga akan menyuguhkan pengetahuan dari masa lalu. Tempat-tempat yang dimaksud adalah situs-situs bersejarah yang ramai dikunjungi di wilaya Surakarta, Jawa Tengah.

Berikut ini lima situs sejarah tempo dulu yang dirangkum oleh redaksi traveling nusantaranews.co buat Anda:

1. Ziarah Situs Sejarah Tempo Dulu Astana Oetara Surakarta

Halaman Kompleks Astana Oetara Surakarta/Foto: Emer/IST
Halaman Kompleks Astana Oetara Surakarta/Foto: Emer/IST

Kota Solo sebagai kota yang kuat memegang tradisi Jawa, tentu memiliki nilai historis yang banyak. Salah satunya berada di Astana Oetara Surakarta. Di tempat ini merupakan tempat bersemayamnya para tokoh-tokoh besar dinasti Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VI yang berada di Kampung Nayu. Area pemakaman yang berdiri sejak 1928 ini Selain menjadi makam Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VI dan keluarga, di luar komplek makam terdapat terdapat makam Patih Sarwoko.

Situs bersejarah ini memiliki arsitektur bangunan yang khas kerajaan-kerajaan tempo dulu. Ukiran-ukiran yang terdapat di dinding bangunan membawa Anda berselancar ke masa lampau. Halaman komplek makam rindang nan asri membuat pengunjung merasa nyaman. Di Astana Oetara Surakarta ini juga terdapat prasasti peninggalan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VI. Pada prasasti tersebut memuat riwayat hidup Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VI.

Dulunya, bangunan komplek makam ini merupakan bukit yang memiliki luas sekitar 1 hektar. Terdapat pula bangunan rumah joglo khas Jawa masih berdiri kokoh hingga sekarang. Di bangunan pintu utama kompleks makam memiliki corak langgam arsitektur Cina. Corak tersebut sangat tampak atap bangunan yang menyerupai kelenteng. Perpaduan antara gaya arsitektur Jawa dan Cina menjadikan Astana Oetra Surakarta ini menjadi unik dan menarik.

Bagi yang berminat mengunjungi situs Astana Oetra, kompleks makam ini berada di Jl. Astana Utara, Kampung Nayu, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah.

2. Ziarah Situs Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta

Keraton Kasunanan Solo /Foto Dok. @bagastigara
Keraton Kasunanan Solo /Foto Dok. @bagastigara

Keraton Kasunana Surakarta kerap dioposisibinerkan dengan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta. Hal ini tak berlebihan, mengingat keduanya – Keraton Kasunanan dan Kasultanan Ngayogyakarta – dulunya berasal dari cikal bakal kerajaan yang sama, yakni Kerajaan Mataram Islam. Dimana Mataram Islam ini berpusat di Kota Gede, Yogyakarta.

Sebuah pergolakan meletus di tahun 1746. Dimana Sunan Pakubuwana II yang merupakan Raja Kerajaan Mataram di Kartasura memindahkan pusat kekuasaannya ke Solo. Adanya campur tangan dari pihak Belanda mengakibatkan Mataram Islam pecah menjadi dua bagian. Pertama berpusat di Solo, Surakarta dan yang kedua berpusat di Yogyakarta. Pembagian kekuasaan yang berpusat di Solo dan Yogyakarta ini terkait erat dengan adanya perjanjian Giyanti di abad 17.

Sampai saat ini, komplek Keraton Kasunanan Surakarta masih berdiri kokoh. Pengunjung bisa melihat bagaimana situs bersejarah ini dulunya pernah mewarnai kejayaan tempo dulu. Keraton Kasunanan juga menjadi saksi sejarah atas kejayaan Sunan Pakubuwana II. Banyak benda-benda bersejarah yang masih terawat di tempat ini.

Untuk masuk ke dalam komplek Keraton Kasunanan Surakarta, pengunjung diwajibkan menganakan pakaian adat kerajaan yang disebut dengan samir. Di dalam keraton ada satu peninggalan yang sangat keramat yakni Sangga Buana. Dipercaya Sangga Buana menjadi tempat pertemuan antara sang raja yang sedang berkuasa dengan pemimpin laut selatan.

3. Ziarah Situs Sejarah Pura Mangkunegaran

Pura Mangkunegaran Foto Dok. @ini_jateng
Pura Mangkunegaran Foto Dok. @ini_jateng

Dalam sejarahnya, bangunan Pura Mangkunegaran merupakan peninggalan sebuah kadipaten agung atau kerajaan kecil yang diprakarsai oleh Raden Mas Said. Namun perjanjian Giyanti yang menyebabkan lahirnya kerajaan Solo dan Jogja menjadikan polemik tersendiri bagi keberadaan Pura Mangkunegaran. Dimana, setelah terjadinya perjanjian Salatiga tahun 1757 memaksa pembagian kekuasaan Mataram Islam menjadi tiga kekuatan besar. Ketiga kekuatan tersebut adalah Keraton Kasunanan Surakarta, Kasultanan Ngayogyakarta dan Pura Mangkunegaran.

Berdasarkan teritori yang menjadi basis kekuasaan Pura Mangkunegaran meliputi sebagian wilayah Surakarta dan sebagian wilayah Yogyakarta. Dimana Gunung Kidul yang sekarang masuk Daerah Istimewa Yogyakarta dulunya merupakan kekuasaan Pura Mangkunegaran. Sampai saat ini, situs peninggalan Pura Mangkunegaran masih berdiri kokoh. Bahkan pemerintah Indonesia menetapkan kawasan ini sebagai cagar budaya (haritage) yang dilindungi oleh negara. Pura Mangkunegaraan lebih banyak digunakan untuk kegiatan ritual adat dan berbagai pertunjukan kesenian tradisional.

Pada masa pendudukan Belanda, Pura Mangkunegaran menjadi salah satu basis perlawanan terhadap sang penjajah. Raden Mas Said atau yang juga dikenal Pangeran Sumbernyawa yang mendirikan Pura Mangkunegaran dengan sangat gigih melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Secara arsitektur, Pura Mangkunegaran memiliki corak bangunan khas Jawa. Ukiran-ukiran yang terdapat di bangunan ini memiliki nilai historis. Setelah sepeninggal Raden Mas Said, Pura Mangkunegaraan diteruskan oleh anak-anak keturunannya. (Adhon MK)

4. Ziarah Situs Sejarah Musem Radya Pustaka

Museum Radya Pustaka/Foto: joglosemarnews
Museum Radya Pustaka/Foto: joglosemarnews

Di dalam museum Radya Pustaka terdapat benda-benda peninggalan bersejarah yang menjadi saksi bisu akan pergolakan sejarah tempo dulu. Diantara benda-benda bersejarah tersebut antara lain terdapat arca, artefak, pusaka Kerajaan Kasunanan, teks-teks (serat) kuno dan masih banyak lagi. Sebelum berpindah ke Jl. Slamet Riyadi, kompleks Museum Radya Pustaka ini dulunya berada di Dalem Kepatihan Solo. Namun pada tahun 1913, musem bersejarah ini kemudian diboyong ke Jl. Slamet Riyadi yang bersebelahan persis dengan Bon Rojo (Taman Sriwedari).

Dalam sejarahnya, Musem Radya Pustaka  ini diprakarsai oleh Paku Buwono IX di tahun 1890, yang saat itu sedang bertakhta. Paku Buwono IX menilai kerebadaan museum sangat penting untuk mengamankan artefak-artefak peninggalan masa lampau. Kesadaran Paku Buwono ini berbuah manis, dimana museum yang ia bangun, kini masih berdiri kokoh dan menjadi penyambung lidah sejarah dari generasi ke generasi.

Adapun Musem Radya Pustaka yang sekarang ada di Jl. Slamet Riyadi ini dulunya bekas tempat tinggal orang Belanda bernama Busselaar. Setelah Belanda dipukul mundur tentara Jepang, kemudian pemerintah Surakarta memanfaatkannya sebagai museum. Di kompleks museum ini, kita bisa menyaksikan bangunan khas Eropa abad 19. Karena memang dulunya kediaman orang Belanda.

Selain menjadi cagar budaya (heritage), keberadaan Musem Radya Pustaka sangat membantu generasi sekarang untuk menilik kembali dinamika sejarah tempo dulu. Tak hanya itu serat-serat kuno masih terjaga di tempat ini. Salah satunya adalah serat Wulang Reh, Serat Rama, dan serat-serat lain peninggalan para pesohor Surakarta di abad 17.

5. Ziarah Situs Sejarah Monumen Pers

Monumen Pers Nasional/Foto: Dok. Nina Manunggal
Monumen Pers Nasional/Foto: Dok. Nina Manunggal

Diantara situs sejarah di Surakarta yang layak dikunjungi adalah Monumen Pers. Seklipun baru didirikan pada tahun 1978, namun monumen yang terletak di Jl. Gajah Mada, Timuran, Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah ini memiliki sejarah penting terhadap keberadaan para pahlawan surat kabar di Indonesia.

Dimana tahun 1970an, tempat ini dijadikan sebagai pertemuan pertama kali Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Itu artinya, selain berpelisir, di monumen ini pula kita juga disuguhi liburan literasi. Di dalamnya memuat ruang membaca gratis. Bahkan klipingan surat kabar dan majalah dari puluhan tahun silam, mudah kita akses di tempat ini. Tak hanya yang berkaitan dengan literasi, Monumen Pers juga memiliki berbagai koleksi benda-benda bersejarah.

Berdirinya Monumen Pers ini diprakarsai oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, jauh sebelum itu, bangunan tempat berdirinya Monumen Pers Nasional sesungguhnya talah berdiri sejak tahun 1918. Dimana atas intruksi Mangkunegara VII, bangunan bersejarah ini dibangun. Sekalipun tujuan awalnya pembangunan gedung ini hanya untuk tempat pertemuan.

Selain itu, arsitektur bangunan yang terdapat di Monumen Pers ini juga sangat mengagumkan. Dimana perpaduan antara gaya arsitektur tempo dulu dengan arsitektur modern begitu melekat di bangunan yang satu ini. Jika ingin memperoleh liburan edukatif, maka Moseum Pers  Surakarta adalah pilihan terbaik.

Demikian lima situs sejarah tempo dulu di Surakarta yang ditulis oleh penulis traveling, Adhon. Kelimna situs sejarah tersebut telah dipublikasi secara bertahap beberapa waktu lalu di nusantaranews.co. Jadi, jika Anda ingin menghabiskan tahun baru di tempat-tempat penyimpan sejarah masa lalu, Kota Sole dan sekitarnya adalah salah satu tempat terbaik untuk Anda. (red-travel)

Related Posts

1 of 12