NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menindaklanjuti hasil rapat Badan Musyawarah DPR, pimpinan DPR melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). DPR meminta pencekalan ke luar negeri yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM terhadap Setya Novanto dicabut.
Menaggapi hal itu, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra angkat bicara. Menurut Yusril, tentang pencekalan Novanto, mestinya DPR tak perlu melakukan protes kepada presiden.
“Sebenarnya DPR tidak perlu protes karena kewenangan KPK mencekal seseorang yang masih dalam status sebagai saksi adalah sesuatu yang diberikan oleh UU yang ikut dibuat oleh DPR dengan Presiden. Sementara pengaturan yang sama juga ada di dalam UU Keimigrasian, tetapi telah dibatalkan MK dalam uji materil,” kata Yusril, Rabu (12/4/2017).
Dengan demikian, lanjut Yusril, hanya orang yang berstatus tersangka saja yang baru bisa dicekal, sedangkan saksi tidak. “Masalahnya, UU KPK yang membolehkan mencekal saksi, masih berlaku dan belum pernah diubah atau dibatalkan oleh MK,” sambungnya.
“Jadi kalau Novanto keberatan dicekal oleh KPK sedangkan statusnya baru sebagai saksi, maka dia bisa mengajukan uji materil ke MK untuk membatalkan pasal dalam UU KPK yang membolehkan mencekal seseorang yang baru berstatus saksi. Cara lain, karena pencekalan dilakukan KPK dengan Surat Keputusan, maka Novanto bisa menggugat KPK ke Pengadilan TUN untuk menguji apakah keputusan cekal itu beralasan hukum atau tidak,” ungkap pengacara senior tersebut.
Menurut Yusril, sebagai Ketua DPR sudah sepantasnya Novanto melakukan perlawanan secara sah dan konstitusional dengan menempuh jalur hukum. “Bukan DPR melakukan protes ke Presiden. Apalagi semua tahu bahwa KPK adalah lembaga indenden yang bukan bawahan Presiden,” terangnya. (emka)
Editor: Romandhon