Puisi Yanwi Mudrikah
YANG PALING PUKAU
malam selalu menyuguhkan kenangan. entah malam lalu ataupun malam ini. anyelir-anyelir yang kita tanam sudah tumbuh subur dan mekar. sekalipun malam tetap saja kita bisa menikmati auranya dari barisan anyelir yang memanjang dan melingkar di taman belakang. duh, kota yang melingkar di dadamu. kota yang terus menyala dalam hatiku. kota ini menjadi kota kenangan. apapun yang aku lihat. semuanya indah dan amat megah. secangkir kopi dan sepotong roti yang kau sajikan di kursi yang paling pukau~di stasiun kota.
agustus, 2017
PAGI YANG PUISI
pagi yang rimbun karena
lesatan-lesatan kabut
semesta menyebut-nyebut
deretan nama
yang mengakar dalam raga
dalam hati
yang sesekali palingkan
dari wajah-wajah
yang berserah pasrah
yang lukai diri
dengan kerumitan-kerumitan
yang menampung asap-asap dosa
manusia alpa
dari taman kelanggengan
bencana bermunculan lagi
musibah silih berganti
17 juli 2016
RATU KECIL
aku melangit
di antara mega-mega
dan mendarat
di pelukan
mu
25 juli 2017
KETIKA KANAK-KANAK
aku selalu ditanya
kau ingin jadi apa?
dokter …
kau ingin jadi apa?
ibu rumah tangga …
kau ingin jadi apa?
aku ingin menjadi perempuan saja
25 juli 2017
GERBONG NOMOR TUJUH
dalam lingkar waktu yang sama
kita dipertemukan
karena potongan-potongan kata
kita sempat diam
lalu, memalingkan wajah
secara tidak sadar
dalam lingkar musim yang sama
akhirnya
kau rekahkan senyum
di sampingku
kau bercerita tentang indonesia
tentang candi dan pegunungannya
dengan buku agatha christy
dalam lingkar yang pejam
kau semburatkan cahaya
juli 2017
KATA-KATA
yang kau cipta adalah
mantra
yang berotasi
dalam ingatan
21 juli 2017
SEBAB MALAM
aku membaca alismu yang tebal
sesekali menahan luka
bertahun
tanpa mengenal musim
entah mengapa
kadang hidupmu dirumuskan orang
mereka menatap
dan berkata-kata tanpa tahu engkau siapa
o, sebab malam mengutuk dirimu
perlahan-lahan
mei, 2017
DI SEBUAH RUANG TUNGGU
di sebuah ruang tunggu
riwayatmu aku tuliskan
sebagai dermaga
hati
di sebuah ruang tunggu
kau dan aku
saling menunggu
kapan pulang
kampung waktu
kita terlelap kemudian …
dan sempat rapalkan huruf-huruf
yang lahir dari tungku
kelelahan
: di sepanjang trotoar
di sebuah ruang tunggu
kau dan aku
nyalakan api
agar terbakar segala dilema dunia
purwokerto, mei 2017
RANTING RANTING
tak bisa dipatahkan begitu saja
karena ia memiliki jarak
antara daun dan akarnya
ia sujud
ia bersimpuh
dalam isyarat yang ditempuh
purwokerto, 25 maret 2017
Yanwi Mudrikah, Penyair ini dilahirkan di desa Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas, 12 Agustus 1989. Cerpennya terdokumentasi dalam antologi Bukan Perempuan (STAIN Press, 2010). Sepuluh sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilar Penyair (Obsesi Press, 2011); duapuluh sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilarisme (Obsesi Press, 2012); dan Sembilan sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilar Puisi (Penerbit STAIN Press, Purwokerto, 2013).
Rahim Embun buku puisi tunggalnya, menghimpun 64 judul sajak, dengan kata pengantar Hanna Fransisca, dan kata penutup Dimas Indianto S (Penerbit Mitra Media, Yogyakarta, 2013). Menjadi Tulang Rusukmu, buku puisi keduanya yang menghimpun 41 judul sajak, dengan kata pengantar Nia Samsihono, dan Catatan Penutup Wahyu Budiantoro (STIMIK-AMIKOM Press, Purwokerto, 2016).
Penyair ini lulus Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.) dari Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, dan lulus Magister Pendidikan (M.Pd.) dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
Penyair ini juga berprofesi sebagai Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Diponegoro Purwokerto, sebagai Dosen Bahasa Indonesia di IAIN Purwokerto, dan sebagai Dosen Agama Islam di STIMIK-AMIKOM Purwokerto. E-mail: [email protected].
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].