NUSANTARANEWS.CO – Yance Anak Skouw Memetik Cahaya. Perkampungan Skow mirip seperti perbatasan Koya, yang terletak di Kota Jayapura Papua, dekat dengan perbatasan negara tetangga yaitu Papua New Geunie. Yance adalah anak asli Skouw, sekarang berusia 10 tahun, seharusnya Yance sudah merasakan bangku sekolah dasar. Namun keadaan ekonomi membuat Yance terdorong untuk membantu sang ayah berburu babi di hutan, mencari kayu, dan membantu tetangga jualan ke kota. Itulah yang biasa Yance lakukan. Air di skouw tidak begitu layak, namun pemandangan di skouw begitu indah karena masih kental akan kekayaan alam dan sedikit dari polusi.
Yance tidak memiliki adik. Sehingga orang tuanya tidak kerepotan mencari makan. Sehari-hari Yance sekeluarga makan nasi dan ikan sungai yang dibakar. Ibu yance berjualan pinang. Bapak Yance berburu babi di hutan untuk dijual lagi. Yance membantu ibu dan bapaknya mencari kayu. Selain itu Yance juga sering ikut teman-temannya turun ke kota untuk berjualan makanan.
Ketika berjualan di Kota terkadang Yance mendapatkan untung, terkadang tidak mendapatkan apa-apa. Sebab ia tidak memiliki uang buat sewa lapak, ia hanya berjualan di pinggir jalan dengan alas seadanya. Padahal yang ramai dikunjungi pembeli adalah penjual makanan yang menyewa lapak karena menarik, bersih dan nyaman. Walaupun sering pulang dengan tangan kosong Yance tetap bersyukur dan semangat untuk mengumpulkan uang agar bisa berjualan di lapak yang banyak pengunjungnya.
“Jagung… jagung… keripik… keripik.. minuman minuman…”
Begitulah suara-suara para penjual di kota penuh persaingan pasar dan pemasaran itu. Dan Yance berjualan es sirup, keripik singkong yang aslinya enak namun sepi pembeli karena Yance tidak menyewa lapak yang memadai untuk menarik perhatian pembeli.
“Keripik yance… keripik yance… sirup segar yance….” teriak Yance bersaing dengan suara keras yang lain.
Sesekali ada 1, 2, 3, 4, 5, 6 pembeli, kemudian sepi lagi.
“Dua ribu, seribu, lima ribu, seribu, tiga ribu, seribu, dua ribu, dua ribu, seribu, tiga ribu…” Yance menghitung hasil jualannya dengan senyuman. Kadang dalam sehari Yance bisa mendapatkan uang 50 ribu, terkadang 40 ribu, 25 ribu dan terkadang hanya 10 ribu tapi yance selalu bersyukur. Dua minggu sekali Yance berjualan bersama teman-temannya. Ada temannya yang menyewa lapak, dan ada juga yang seperti Yance. Yance bersyukur kepada Tuhan karena Yance percaya rejeki tidak akan pernah tertukar, tuhan selalu melihat, rejeki dan hidup harus terus berjalan, itulah prinsip hidup Yance.
Sekian lama ingin sekolah, akhirnya Yance bisa sekolah dengan dibiayai oleh teman bapaknya yang telah menjadi bupati. Yance melanjutkan sekolah di SD kristen, SMP Kristen, dan SMA Kristen. Ia senantiasa semangat saat belajar. Sejak SD pula dirinya senantiasa dapat juara. Sehingga ia tidak terlalu tertarik dengan bermain karena selama ini ia ingin sekolah dan telah lama yance putus sekolah dan hanya bekerja sembari bermain di desa Skouw.
Selama duduk di bangku SD, Yance sudah terlihat lebih dewasa pola pikir, sikap, dan perilakunya karena usia 10 tahun baru ikut sekolah, walaupun paling tua di antara teman-temannya Yance terlihat paling kecil karena Yance lebih sering kerja dari pada makan. Bahkan selama SD ia hampir tidak pernah jajan.
SMP Yance masih tetap mendapatkan juara. Di sekolah dia menjadi idola siswi-siswi karena dia merupakan siswa terpintar dan terbaik. Yance tidak ingin pacaran walaupun Yance mendapatkan surat cinta dari siswi-siswi di sekolah. Yance hanya menganggap semua siswi yang menyukainya sebagai teman biasa. Banyak yang meminta nomer HP Yance tapi tidak dikasi, karena Yance tidak punya uang untuk beli HP.
SMA Yance masih belum juga memliki pacar karena Yance malu jika masih sekolah dan belum kerja tapi sudah memiliki pacar.
“Yance belum punya pacar?”
“Yance sendiri terus selama ini?”
“Yance suka siapa?”
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu yang paling sering didengar Yance dan sesekali membuatnya risih. Setiap bulan Yance selalu menghitung uang jualannya dan uang yang diperoleh dari lomba. Yance berharap bisa lanjut kuliah. Kelas X, XI, XII telah dilewati Yance dengan lancar. Masa-masa sekolahnya pun berprestasi, lagi-lagi Yance menjadi siswa terbaik di sekolahnya.
Usia 23 tahun Yance meminta izin keluarganya untuk ikut ustad Syukri bekerja di Kota Jayapura. Ternyata ustad Syukri adalah seorang dosen di kampus Islam Negeri di Jayapura. Maksud baik ustad Syukri selain meminta Yance menjadi pegawai di toko kecilnya, juga ingin Yance memeluk Islam dan melanjutkan studinya.
Awalnya yance ragu dengan Islam. Namun ia ingat sejak kecil sering main di mesjid, melihat orang sholat, mengaji. Ia pun diam-diam tertarik mendengarkan ceramah di mesjid kayu sederhana di Skow. Setiap menjaga toko Yance sering mendengar suara ustad Syukri ketika ngaji dan ia merasa tenang. Akhirnya, setiap hari ia merasakan kehadiran islam di dalam dadanya. Sebulan berlalu tanpa paksaan ustad Syukri menanyakan kesanggupan Yance untuk memeluk Islam, Yance hanya tersenyum sambil melanjutkan pekerjaan tanpa menjawab satu kata pun.
Hidayah memang hanya milik Allah dan dapat diberikan oleh siapa saja yang dikehendaki-Nya. Seminggu kemudian setelah pertanyaan ustad Syukri tentang kesanggupan Yance memeluk Islam. Yance bertemu dengan gadis cantik berjilbab yang berbelanja di toko mini ustad Syukri.
“Kaka ini berapa harganya?” tanya gadis berjilbab dengan sebuah buku di tangannya.
“35.000 mbak,” jawab Yance dengan dengan pandangan kosong.
“Oh iya ini uangnya 50.000 ambil saja kembaliannya kaka,” ucap si gadis sembari menyodorkan uang.
Sementara Yance menyiapkan barang-barang yang dibeli, si gadis berjilbab duduk menunggui di depan yance sambil membaca buku bersampul indah dan menarik sejak pertama kali dilihat. Buku yang dibaca sang gadis tentang Hidayah Islam. Setelah selesai menyiapkan barang-barang, Yance penasaran dengan buku yang dibaca pembeli berjilbanya yang telah jadi pelanggan di toko mini ustad Syukri.
“Mbak boleh saya pinjam bukunya?”
“Oh iya silahkan kakak, sekalian ini buat kakak gratis. Kebetulan ini adalah buku karya saya yang pertama,” jawabnya dengan senyum terkulum.
“Puji Tuhan…! Terimakasih mbak,” ujar Yance dengan kesenangan tak terkira atas rejeki Tuhan berupa buku yang didapat langsung dari penulisnya.
“Iya sama-sama kakak semoga bermanfaat. Baik saya lanjut pulang dulu.”
Usai bekerja Yance membaca buku tersebut di dalam toko hingga mendekati magrib. Ustad Syukri khawatir karena biasanya jam 5 sore yance sudah pulang ke rumahnya. Namun sampai magrib Yance belum pulang. Adzan berkumandang, ustad Syukri memutuskan untuk sholat magrib terlebih dahulu kemudian mencari Yance. Selesai sholat ustad syukri langsung menuju ke toko miliknya tempat dimana yance bekerja.
“Astaghfirullah yance kamu kenapa nak?,” panik ustad syukri melihat Yance yang sedang ketiduran. Ustad Syukri berpikir bahwa Yance sakit karena kecapekan.
“Tidak kenapa-napa Bapa, saya ketiduran karena membaca buku Hidayah Islam ini, bagus sekali Bapa. Besok saya mau masuk Islam!” ungkap Yance yakin.
“Alhamdulillahi Robbil’alamin… Baik, nanti Bapak antar kamu ke mesjid, kamu sunat, baca kalimat syahadat, belajar agama, mengaji, sholat, dan lanjutkan kuliahmu di jurusan Pendidikan Agama Islam,” jawab ustad Syukri. (Ratih Amalia Lestari, kelahiran Jayapura 31 Desember 1995)