Traveling

Wisata Arkeologi Aceh Tengah: Loyang Ujung Karang dan Loyang Mendale (Bag. II)

Jejak Prasejarah Loyang Ujung Karang

Kerangka manusia prasejarah lainnya yang diperkirakan berusia sekitar 4.400 tahun yang lalu ditemukan di Loyang Ujung Karang pada tahun 2009 silam. Struktur kerangka yang masih utuh, dilengkapi bekal kubur berupa tempayan yang diletakkan di atas dada dan disampingnya. Bagian kepala menghadap ke timur, dengan liang kubur berbentuk opal. Adanya cara penguburan seperti ini, mengindikasikan telah dikenalnya relegi pada masa itu.

Selain kerangka ini, masih ditemukan kerangka lainnya dengan posisi kaki terlipat yang berusia 3.500 tahun yang lalu. Kerang-kerangka tersebut merupakan ras mengoloid berbudaya Austronesia. Hasil analisa DNA, kerangka-kerangka tersebut memiliki kesamaan dengan orang Gayo sekarang. Sehingga kerangka-kerangka tersebut bisa disebut nenek moyang orang Gayo.

Ada juga temuan Anyaman Rotan di Loyang Ujung Karang, diperkirakan berusia 4.400 tahun yang lalu. Anyaman ini menggambarkan manusia pada masa itu telah menguasai teknik menganyam dengan baik dan telah mengenal aspek estetika. Anyaman ini juga mengasumsikan adanya upaya pembuatan jaring, atau adanya upaya membuat sesuatu dalam bentuk lembaran, seperti bahan penutup badan.

Kerangka Moluksa Laut, ditemukan di Loyang Mendale. Diindikasikan, cangkang ini sebagian digunakan kaitannya dengan ekonomi dan estiteka (sebagai manik-manik/hiasan). Sebagian lagi digunakan untuk alat serpih. Ditemukan juga cangkang moluska air tawar dan siput darat, yang diindikasikan sebagai bahan makanan pada masa itu.

Baca Juga:  Indonesia Mulai Terapkan Green Tourism dan Wellness di Sektor Pariwisata 

Abklat Daun, merupakan casting atau cetakan daun terbentuk pada lapisan tanah lempung, akibat terbenamnya daun tumbuhan dilapisan ini ribuan tahun lalu. Ditemukan pada kedalaman 90 CM dari permukaan lantai Loyang Ujung Karang. Abklat daun ini sebagai bukti jenis biota dari golongan tumbuhan menjalar pada masa itu, yang diperkirakan berusia sekitar 4.400 tahun yang lalu.

Grind Stone ditemukan sebanyak dua buah, diperkirakan sudah berusia 3.500 tahun yang lalu. Benda ini digunakan untuk menghancurkan bahan bagu pembuatan gerabah. Tampilan seluruh sisi grind stone ini dibuat sedikit bergelombang, yang bertujuan agar lebih fungsional dalam menghancurkan bahan baku gerabah. Alat ini terbuat dari tanah liat.

Kedua Situs prasejarah ini berada di pinggiran Danau Lut Tawar, tepatnya di Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah. Aktivitas penelitian terus berlangsung secara intens, sejak tahun 2008 hingga tahun 2016. Masih banyak fakta ilmiah yang harus diungkap dari situs prasejarah ini, terutama menyangkut sejarah perkembangan peradaban manusia di Nusantara dan dunia pada umumnya.

Baca Juga:  Indonesia Mulai Terapkan Green Tourism dan Wellness di Sektor Pariwisata 

Temuan peninggalan prasejarah dari periode Mesolitikum di kedua ceruk (Loyang: Gayo) ini berpotensi mengubah teori penyebaran bangsa-bangsa di dunia, khususnya bangsa Austronesia. Mengingat pentingnya kedua situs arkeologi ini, maka diperlukan upaya besar untuk menjaga dan memelihara situs tersebut sebagai asset dunia.

Analisa Arkeolog

Tim arkeolog dari Badan Arkeologi Medan, Sumatera Utara, yang menemukan kerangka manusia purba di gua Ujung Karang dan Loyang Mendele itu mengambil DNA untuk diuji.

Ketua tim arkeologi dari Balai Arkeologi Medan, Ketut Wiradnyana, mengatakan Hasil tes DNA terhadap dua kerangka manusia prasejarah di Gua Ujung Karang dan Loyang Mendele menunjukan DNA keduanya sama dengan DNA masyarakat Gayo saat ini.

“Usia keduanya berbeda seribu tahun lebih. Usia kerangka di Gua Ujung Karang sekitar 4.400 tahun dan di Loyang Mendele sekitar 3.000 tahun. Uji karbon terhadap benda-benda purba di kedua lokasi itu juga menunjukan kawasan Gayo telah dihuni manusia sejak ribuan tahun lalu,” terangnya seperti dikutip dari media lokal, lintasgayo.

Baca Juga:  Indonesia Mulai Terapkan Green Tourism dan Wellness di Sektor Pariwisata 

Seluruh hasil penelitian, yang terangkum dalam buku Gayo Merangkai Identitas -ditulis arkeolog Ketut Wiradnyana dan Taufikurrahman Setiawan dari Balai Arkeologi Medan- dipastikan akan mengakhiri polemik Uken-Toa. Polemik Uken-Toa adalah perdebatan abadi tentang siapa penduduk asli Gayo yang lebih berhak berkuasa dan memimpin. Uken Toa adalah orang pertama yang sampai di Tanah Gayo, dan diyakini berasal dari Tanah Karo.

DNA orang Gayo dan Karo relatif sama. Sebelum temuan di Gua Ujung Karang, orang Karo mengaklaim lebih tua dari Orang Gayo. Atau, nenek moyang Orang Gayo berasal dari Tanah Batak. Kepastian usia kerangka di Gua Ujung Karang membuktikan sebaliknya. Artinya, nenek moyang Orang Batak berasal dari Tanah Gayo.

Perdebatan diperkirakan tidak akan segera berakhir. Di sisi lain, Gua Ujung Karang kini menjadi tempat wisata Orang Gayo. Penduduk sekitar mulai merasakan berkah kehadiran pengunjung dari kota-kota di Aceh dan Sumatera Utara, dan menikmati dampak ekonomi pariwisata.

Penulis: Istiara Sekar Panggalih
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3