EkonomiGaya HidupOpini

Waspada! UMKM Bisa Hancur Akibat Rasa Jijik

Waspada! UMKM Bisa Hancur
Waspada! UMKM Bisa Hancur

Waspada! UMKM Bisa Hancur Akibat Rasa Jijik

Pada awal tahun baru 2021, saya tertarik ingin berkeliling salah satu daerah di Aceh untuk memanjakan mata dan ingin membeli sesuatu untuk dikonsumsi. Kebetulan, daerah tersebut tidak bisa saya sebutkan namanya. Saya melihat, bahwasanya daerah tempat saya berkunjung itu, memiliki potensi besar di bidang kuliner dan pariwisata. Namun sayangnya, dalam konteks “hiegienis” para pedagang tampaknya perlu mendapatkan edukasi maupun maupun pembenahan.
Oleh: Sulthan Alfaraby

Persoalan “hiegienis”, sejatinya sudah menjadi tantangan tersendiri bagi para penjual makanan. Apalagi, jika usaha mereka dilakukan di pinggir jalan atau wilayah yang sibuk dengan aktivitas tinggi. Menuntaskan tantangan ini akan menjadi relevan, apabila para penjual lebih melindungi produk yang dijualnya dari pengaruh buruk dunia luar. Debu, lalat, atau bahkan hal-hal lainnya yang menyebabkan dagangan mereka terkontaminasi. Atau bahkan bisa dimulai dahulu dari diri kita sendiri. Sudahkah kita hiegienis dalam memperlakukan barang dagangan?

Jika dibilang saya hanya seorang pengkritik tanpa memberikan solusi, maka Anda salah besar. Saya disini bahkan ingin menyampaikan solusi kongkrit, agar sekiranya nanti Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) bisa maju ke depannya dengan mengedepankan konsep “Hiegienis dalam Segala Hal”. Kebetulan, saya juga merupakan mantan seorang anak yang terlahir dari keluarga penjual konsumsi, tentu persoalan ini menjadi tantangan bagi kita selaku penjual agar konsumsi yang kita tawarkan itu lebih diminati oleh pembeli.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Agar menjadi acuan dan pembelajaran bersama, kata “Hiegienis” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah yang berkenaan dengan ilmu kesehatan, bersih dan bebas penyakit. Kemudian, menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2004, pengertian hiegienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu, misalnya mencuci tangan untuk kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

Selanjutnya, menurut UU No. 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene pada Pasal 2, pengertian hygiene ialah kesehatan masyarakat yang khusus meliputi segala usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum, maupun untuk perseorangan, dengan tujuan memberi dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna peri kehidupan manusia.

Nah, dari kecamata kesehatan tentunya hiegienis ini menjadi suatu hal penting demi terciptanya kesehatan yang berkelanjutan bagi manusia. Dikarenakan, jika hal ini tidak dijaga maka ditakutkan akan menimbulkan masalah baru bagi kesehatan. Persoalan ini juga harus dilihat lebih serius oleh para penjual yang memperdagangkan konsumsi, agar konsumsi tersebut aman dan tentunya “nyaman dikonsumsi”.

Persoalan “nyaman dikonsumsi” yang saya singgung adalah sebuah persoalan khusus yang memang benar-benar harus segera diimplementasikan secara nyata dan berkelanjutan agar UMKM bisa terus berkembang dan maju di tengah persaingan yang ketat. Contoh sederhananya, adalah jangan memegang makanan menggunakan tangan telanjang. Kenapa? Karena hal tersebut akan mengakibatkan rasa jijik bagi sebagian orang. Saya termasuk ke dalam golongan yang “jijik” melihat penjual memegang makanan dengan tangan telanjang.

Baca Juga:  Mantan Komandan NATO Menyerukan untuk Mengebom Krimea

Saya sangat merasakan, bahwa makanan yang dipegang-pegang menggunakan tangan telanjang tersebut tidak terjamin dalam segi hiegienisnya. Bayangkan, jika nanti ada yang tidak sengaja memegang (maaf) leher untuk mengelap keringat, anggota dan bagaian tubuh atau benda kotor lainnya, maka tentunya hal itu akan terkonstaminasi. Jorok, bukan? Tentu saja. Nah, mari kita serius melihat masalah ini!

Tangan yang disemprot dengan antiseptik pun, tentunya hal tersebut juga bukan jaminan. Bayangkan, meskipun tangan disemprot menggunakan antiseptik sampai berapapun banyaknya, namun tetap saja tidak bisa dipungkiri, bisa saja ada mikro-organisme (bakteri, telur cacing, virus dan sebagainya) yang terselip di antara kuku-kuku, maupun tangan kita tak sengaja memegang sesuatu yang kotor. Apalagi, kita ketahui juga bahwa tangan kita itu terkadang sangat sibuk ketika bekerja dan mungkin lupa bahwa apa saja yang tak sengaja tersentuh. Jangan sampai tangan menjadi sumber penghantar penyakit bagi makanan, ya!

Saran saya, gunakanlah sarung tangan, atau minimal menggunakan penjepit jika ingin mengambil makanan. Hal ini tentunya selain bisa memberantas “rasa jijik” para pembeli, juga bisa mendukung makanan kita agar tetap higienis. Tentunya, juga didukung oleh kondisi makanan dan alat-alat yang higienis pula. Karena jika rasa “jijik” para pembeli sudah melekat akibat cara pengambilan makanan, maka ditakutkan pembeli tersebut akan memilih tempat yang lebih baik. Jika sudah seperti ini, maka jangan salahkan kenapa usaha kita semakin hari, semakin kurang peminat. Padahal, bahan-bahan yang digunakan adalah halal dan bersih. Bisa jadi, persoalan cara pengambilan makanan yang kita bahas di atas tadi, adalah masalah besar yang sedang dihadapi oleh penjual. Sebelum terlambat, maka berbenahlah!

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

Hal ini lumrah dan harus dimaklumi, masyarakat kita senang akan hal-hal yang bersih dan terjamin kesehatannya. Oleh sebab itu, ini menjadi tantangan bagi para penjual untuk mengimplementasikan “hiegienis” yang sesungguhnya. Apakah setelah Anda membaca tulisan ini akan segera berbenah, atau malah Anda menganggap tulisan ini adalah mitos? Terserah Anda. Yang penting, saya sudah memposisikan diri saya sebagai seorang pembeli dan saya menyatakan bahwa saya “jijik” jika melihat penjual yang mengambil makanan menggunakan tangan telanjang. Saya juga beberapa kali bahkan sering melihat hal tersebut, bahkan saya tidak memakan makanan itu dan memilih untuk membeli ke lapak dagangan lainnya.

Akhir kata, saya ingin amanahkan, bahwa lebih baik mencegah ketimbang mengobati. Sebenarnya, mencegah itu murah, yang mahal adalah mengobati. Oleh sebab itu, mari kita tingkatkan dan dukung higienis dalam keseharian kita memperdagangkan makanan, minuman atau sebagainya agar sekiranya UMKM semakin maju ke depannya dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kesehatan. Mari ikut menyebarkan tulisan ini jika bermanfaat. Nah!***

 

Penulis: Sulthan Alfaraby, Mahasiswa Pecinta Kuliner, Pendukung dan Pemerhati UMKM di Aceh

Related Posts

1 of 3,049