NUSANTARANEWS.CO – Panitian Khusus (Pansus) revisi Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme beberapa hari lalui melakukan kunjungan ke Poso, Sulawei Tengah. Dalam kunjungannya, Pansus menghimpun data-data di sekitar Operasi Tinombala.
Operasi Tinombala telah berhasil menewaskan gembong teroris Santoso dan satu anggota lain serta menangkap Umi Delima istri muda Santoso. Namun kejadian terakhir, Operasi Tinombala dihiasi penembakan salah sasar oleh pasukan Brimob sehingga menewaskan satu anggota TNI Serda Muhammad Ilman.
(Baca : Gagal Fokus, Brimob Tembak Mati Seorang Anggota TNI Sersan Dua dalam Operasi Tinombala)
Kelalaian satuan Brimob dalam Operasi Tinombala menegaskan satu informasi resmi bahwa, warga Poso resah dan ingin polisi hengkang dari Poso. Warga Poso merasa lebih aman dan tentram tanpa polisi, karena personel kepolisian dinilai melakukan pelanggaran HAM berat dalam operasi pemberantasan tindak pidana terorisme di sekitar gunung biru.
Menurut informasi yang dihimpun Pansus di Poso disebutkan bahwa, mayoritas masyarakat di Poso, meminta agar personel kepolisian meninggalkan wilayah mereka. Sebab kondisi di Poso sebenarnya dalam keadaan aman, nyaman dan tenteram. Persis seperti yang diungkapkan Ketua Pansus revisi UU Antiterorisme M Syafii di Gedung DPR, Jakarta.
(Baca juga: Tim 29 Bravo Raider Kostrad Menemukan Sepucuk SS2 V4 dalam Operasi Pembersihan)
“Sedikit pun enggak ada persoalan di Poso. Para pendeta, ustaz, tokoh masyarakat, tokoh pemuda sepakat dengan satu kata, kita sangat benci dengan polisi karena mereka lakukan pelanggaran HAM berat. Jadi kalau ada persoalan-persoalan itu, itu hanya dendam kami dengan polisi saja bukan terorisme, kami justru berdoa agar polisi hengkang dari sini (Poso),” ujar Syafii sembari meniru gaya pengucapan sebagian besar masyarakat Poso, Senin (25/7).
Sebagai akibat dari tindakan ceroboh aparat kepolisian di Poso, khususnya kelalaian dalam menewaskan satu anggota TNI, Korps Bhayangkara pun dibenci oleh masyarakat Poso. Tidak hanya menimbulkan kebencian di tengah masyarakat, tetapi kepala daerah di sana pun berharap Operasi Tinombala dihentikan.
(Lihat pula : Sejarah dan Rententan Operasi Tempur Tim Alfa 17 Yonif 303 Kostrad)
“Sebelumnya mereka menduga tanpa ada dua bukti permulaan, penjahat kek apa kek dia datangi itu ke rumah malam-malam, lampu dimatiin lalu mata dilakban, mulut dilakban dibawa lalu dipukulin, semua penanganan kaya gitu dan itu terjadi di depan anaknya depan istrinya itu timbulkan kebencian. Mereka ingin media sampaikan Poso enggak ada apa-apa, aman. Saya keluar malam ke kaki gunung biru yang dibilang bahaya itu banyak orang jualan semua di situ, enggak ada apa-apa, catat besar-besar,” tambah politikus partai Gerindra ini mengakhiri. (MRH/SS)