KolomSport

Video Assistant Referee: Drama atau Sportivitas?

Video Assistant Referee: Drama atau Sportivitas?. (FOTO: Dok. BBC)
Video Assistant Referee: Drama atau Sportivitas?. (FOTO: Dok. BBC)

Oleh : Muhammad Sulthan Amani*

NUSANTARANEWS.CO – Piala dunia adalah event sepakbola yang diselenggarakan empat tahun sekali. Negara-negara di seluruh dunia berlomba-lomba untuk ikut serta dalam ajang tersebut untuk mendapatkan popularitas dan kebanggaan ketika dapat mengambil andil dalam pesta olahraga tersebut. Sejak digelarnya pada tahun 1930 di Uruguay, Piala dunia menjadi pesta olahraga yang paling ditunggu-tunggu oleh jutaan mata dunia. Sebab, banyak sesuatu hal terjadi dalam sepakbola selain hanya mencetak gol saja, tetapi drama antar pemain sepakbola hingga skandal yang melibatkan para mafia sepakbola dunia. Hal tersebut menjadi fenomena yang meningkatkan daya tarik seseorang akan event empat tahunan tersebut.

Russia menjadi tuan rumah pada Piala dunia 2018 yang ditunjuk langsung oleh FIFA (Federation Internationale de Football Association) sebagai badan tertinggi sepakbola dunia. Piala dunia yang diselenggarakan di Russia tahun ini menjadi sebuah sejarah baru yaitu; Video Assistant Referee (VAR) merupakan sebuah teknologi baru yang memiliki fungsi untuk membantu wasit mengulang tayangan ketika terjadi insiden yang suilt untuk ditafsirkan pelanggaran atau tidaknya kejadian tersebut. Penerapan teknologi VAR tersebut dicetuskan oleh IFAB (International Football Association Board) atau lembaga standarisasi peraturan sepakbola.

Baca Juga:

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Sebenarnya, saya agak bingung mengapa FIFA menerapkan teknologi VAR dalam Piala dunia tahun ini, sebab banyak pertandingan piala dunia tahun ini yang dapat menghasilkan gol melalui VAR. Apakah dengan adanya VAR ini akan meminimalisir kecurangan yang dilakukan pemain dilapangan? Atau malahan VAR ikut membantu kecurangan tiap negara yang bertanding dalam piala dunia 2018? Seperti kita ketahui bersama kemajuan teknologi saat ini sangat pesat melebihi daya pikir manusia pada saat ini, semua bisa dilakukan hanya dengan menekan tombol kemudian selesai. Juga setiap suatu hal yang baru dalam piala dunia pasti ada latar belakangnya yang perlu diketahui dan ditanggulangi dengan adanya teknologi tersebut.

Ingat Goal Line Technology atau yang biasa kita sebut dengan Teknologi garis gawang, yang diterapkan pertama kali pada Piala dunia 2014 di Brasil? Ada latar belakang yang memengaruhi diterapkannya teknologi tersebut yaitu; Insiden dianulirnya gol Frank Lampard pada saat bertemu Jerman pada 16 besar Piala Dunia 2010 yang mengakibatkan kekalahan Inggris pada Jerman dengan skor yang memalukan yaitu 5-1. Padahal jika gol tersebut disahkan Inggris dapat menyamakan kedudukan Jerman pada saat itu dan Inggris dapat bangkit dari keterpurukan. Hal tersebut menjadi drama tersendiri Piala dunia 2010 yang membuat terciptanya Goal line techonolgy pada Brasil 2014.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Piala dunia 2018 sudah menyelesaikan seluruh pertandingan di fase grup. Fase grup pada Russia 2018 menjadi saksi banyak sekali gol yang tercipta karena bantuan VAR. Yang paling saya ingat sekali ketika Jerman berjumpa Korea Selatan yang menjadi akhir perjalanan Jerman pada pesta olahraga empat tahunan tersebut. Gol Kim Young-gwon pada menit ke-90+2 yang awalnya dianulir karena offside malah menjadi gol dan kemudian memperpanjang budaya juara bertahan tidak pernah lolos grup pada Piala Dunia. Mungkin tanpa VAR Jerman bisa lolos ke fase berikutnya atau nasibnya sama saja?

Namun VAR juga membantu Argentina lolos pada penyisihan grup D Piala dunia 2018, yaitu; dianulirnya handsball yang dilakukan oleh Marcos Rojo pada menit ke-75. Insiden yang awalnya diprotes oleh banyak pemain Nigeria membuat wasit Cuneyt Cakir pada saat itu langsung berlari segera melihat layar VAR yang berada dipinggir lapangan. Banyak pihak hingga saat ini menganggap bahwa Cuneyt Cakir yang memimpin jalannya pertandingan tersebut miring sebelah dan menginginkan Argentina lolos dari Fase grup. Sangat disayangkan, Wakil Afrika harus mengakui dominasi Negara besar seperti Argentina yang memiliki sejarah panjang akan sepakbola baik permainannya atau kecurangannya mungkin?

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Piala dunia 2018 kali ini menjadi banyak akan drama yang diakibatkan oleh teknologi yang bertujuan untuk terciptanya sportivitas dalam turnamen besar sepakbola dunia tahun ini. Korea Selatan dengan gol ditambahan waktunya membantu Meksiko lolos dari fase grup, sedangkan Teknologi VAR sama sekali tidak berfungsi ketika Nigeria menghadapi Argentina pada pertandingan terakhir penyisihan grup D.

Drama sepakbola yang biasanya dibuat akan adanya skandal dan kecurangan seseorang untuk meraih keuntungan pribadi atau golongan dalam sepakbola dan kali ini drama tersebut terjadi akibat adanya teknologi berkedok sportivitas. Ketika Peristiwa Maradona disebut sebagai Hand of God/Tangan Tuhan yang membuat Argentina berhasil mengalahkan Inggris di Meksiko 1986. Peristiwa Marcos Rojo pada pertandingan Argentina melawan Nigeria, saya anggap sebagai Hand of Angel/Tangan Malaikat, Karena tangan tersebut mampu membuat teknologi secanggih VAR tidak melihatnya.

Sportivitas merupakan sebuah tindakan yang profesional para pesepakbola dalam mengikuti turnamen besar seperti halnya Piala dunia. Teknologi terus berkembang pesat dan Sepakbola akan terus menjadikan teknologi sebagai asisten wasit dari waktu ke waktu. Kita akan menantikan sebuah inovasi baru pada Piala dunia 2022 mendatang.

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Nasional.

Related Posts

1 of 3,142