NUSANTARANEWS.CO – Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk segera menyikapi pembahasan Undang-undang Pemilu 2019. Sampai saat ini, Jokowi masih belum nampak serius memperhatikan pentingnya agenda Pemilu 2019.
Peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai tidak ada alasan bagi Presiden Jokowi untuk menunda pembahasan UU Pemilu 2019. Asumsinya, sebagai kepala negara, tentunya Jokowi tahu dan sadar bahwa Pemilu merupakan pesta demokrasi yang diselenggarakan setiap pergantian kekuasaan negara. Disamping itu, Jokowi juga masih punya kesempatan untuk mendaftarkan diri menjadi presiden untuk masa jabatan kedua.
“Presiden Jokowi juga mesti segera bersikap tegas dan jelas terhadap beberapa isu krusial pembahasan RUU Pemilu. Beberapa isu krusial diantaranya adalah terkait system pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, jadwal pelaksanaan pemilu, syarat kepesertaan partai politik peserta pemilu, alokasi kursi dan penataan dapil, persyaratan pencalonan pesiden dan kerangka penegakan hukum pemilu,” kata Fadli saat dihubungi nusantaranews.co melalui saluran udara, Sabtu petang (13/8).
Lebih lanjut, Fadli menegaskan bahwa sikap Jokowi terhadap isu krusial tersebut sangat penting terpublikasi, agar memudahkan para pembantunya (Kemendagri, Kemenkumham, dan Setneg) dalam menyusun draf usulan ke DPR. Bahkan, imbuhnya, sikap Jokowi juga akan langsung memaksa partai mulai menimbang dan menentukan arah pembahasan terkait beberapa isu krusial yang akan dibahas.
Sebelumnya, peneliti Perludem ini juga menyampaikan harapannya kepada Presiden Jokowi bahwa, persoalan bangsa ini tidak hanya persoalan ekonomi dan pembangunan infrastruktur saja. Pertumbuhan ekonomi akan menjadi baik dan harmonis, jika penataan regulasi politik dan penegakan hukum berjalan dengan fair.
“Belajarlah dari era pertama Presiden SBY yang terlambat dalam membahas dan mengesahkan UU Pemilu 2009. UU Pemilu yang selesai dibahas 13 bulan sebelum hari H pemilu, membuat pelaksanaan Pemilu 2009 kaya akan masalah,” terangnya akhir dua pekan lalu seperti dialnsir di laman resmi Perludem.
Desakan ini disampaikan Fadli lantaran pembahasan RUU Pemililu menurutnya sudah memasuki masa darurat. Waktu yang tersisa sampai tahun 2019 semakin singkat. Asumsi ini berdasa beberapa aktivitas politik dan pergantian komisioner KPU yang salah satunya adalah soal waktu.
“Jika merujuk waktu pelaksanaan Pemilu 2014 yang dilaksanakan bulan April, maka waktu yang tersisa menjelang hari H pelaksanaa pemilu serentak 2019 adalah 2 tahun 8 bulan (jika Pemilu 2019 dilaksanakan Bulan April). Ini jelas waktu yang sangat singkat. Sekali lagi, jika berkaca dari Pemilu 2014, tahapan pemilu sudah dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara. Artinya, waktu efektif tersisa hanyalah 10 bulan tahapan pemilu dimulai,” terangnya. (Sule/red-02)