Mancanegara

USS Arlington Diperintahkan Berangkat Ke Timur Tengah

USS Arlington
USS Arlington

NUSANTARANEWS.CO – USS Arlington diperintahkan berangkat ke Timur Tengah. Sementara USS Abraham Lincoln (CVN-72), minggu ini akan melewati Terusan Suez setelah diperintahkan untuk meninggalkan Laut Mediterania ke wilayah Armada ke-5 Amerika Serikat (AS) dan Komando Sentral AS (CENTCOM), untuk menanggapi indikasi kesiapan Iran yang meningkat untuk melakukan operasi ofensif terhadap pasukan dan kepentingan AS di Timur Tengah.

Koresponden pertahanan BBC, Jonathan Marcus, mengatakan bahwa ini bukan hal biasa sebuah kapal induk dan kelompok tempurnya dikerahkan ke kawasanTeluk. Langkah ini bisa saja memicu kemungkinan konflik baik secara kebetulan maupun direncanakan.

Ditengah eskalasi yang terus meningkat, AS kembali mengirimkan USS Arlington untuk bergabung dengan USS Abraham Lincoln CSG (Carrier Strike Group) di kawasan Teluk. USS Arlington (LPD-24) adalah kapal perang amfibi dari Unit Ekspedisi Marinir ke-22. Kapal amfibi kelas San Antonio ini mampu mengangkut marinir, kendaraan amfibi, pesawat pendarat, dan helikopter. Kelebihan kapal prang ini adalah menyediakan kemampuan komando dan kontrol berkualitas tinggi dan peningkatan interoperabilitas dengan mitra di kawasan.

Baca Juga:  Militer Israel Kawal Aksi Pemukim Zionis Bakar Pemukiman Paletina di Tepi Barat

Komandan CENTCOM, Jenderal Marinir Kenneth McKenzie sebelumnya telah meminta USS Lincoln CSG dan detasemen pembom Stratofortress B-52 untuk segera dikirim ke wilayah tersebut, setelah mendapatkan laporan dari Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton tentang sejumlah masalah, indikasi eskalasi dan peringatan.

Pada 10 Mei 2019, Pentagon menyatakan bahwa telah menyetujui pergerakan USS Arlington (LPD-24) dan baterai Patriot ke Komando Sentral AS (CENTCOM) sebagai bagian dari permintaan pasukan. Baterai Patriot adalah sistem pertahanan udara segala cuaca jarak jauh untuk melawan rudal balistik taktis, rudal jelajah, dan pesawat terbang canggih bila kemungkinan terjadi serangan.

Bulan lalu, Gedung Putih juga telah mengumumkan akan mengakhiri pengecualian dari sanksi untuk lima negara: Cina, India, Jepang, Korea Selatan dan Turki yang masih membeli minyak Iran. Selain itu, AS juga telah memprovokasi Iran dengan menyebut Korps Pengawal Revolusi Iran sebagai kelompok teroris. Presiden Donald Trump tampaknya ingin memberikan tekanan maksimal guna memaksa Iran merundingkan kesepakatan baru yang tidak hanya terkait dengan kegiatan nuklirnya, tetapi juga mencakup program rudal balistiknya.

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Seperti diketahui, tahun lalu, Washington secara sepihak telah menarik diri dari perjanjian nuklir (JCPOA) yang telah disepakati oleh AS dan negara-negara lain dengan Iran pada 2015. Di bawah perjanjian itu, Iran telah sepakat untuk membatasi kegiatan nuklirnya dan mengizinkan para pengawas internasional untuk menginspeksi dengan imbalan pencabutan sanksi.

Sejalan dengan itu, Iran juga telah berulang kali mengancam akan membalas tindakan AS dengan menutup Selat Hormuz yang merupakan jalur seperlima kebutuhan minyak dunia. Di lain sisi, pihak negara-negara Eropa tampaknya sudah terlalu lama tidak memenuhi komitmennya kepada Iran. Padahal kebanyakan orang mungkin sudah tahu bahwa begitu AS menarik diri dari JCPOA, Eropa tidak akan berani menantang AS.

Hingga puncaknya, pada awal pekan ini, Iran mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan dua komitmen berdasarkan perjanjian 2015 sebagai tanggapan atas sanksi ekonomi yang telah diterapkan kembali oleh AS. Iran juga mengancam akan meningkatkan pengayaan uranium jika tidak terlindung dari efek sanksi dalam 60 hari.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Kekuatan-kekuatan Eropa: Uni Eropa, Prancis, Jerman, dan Inggris mengatakan bahwa mereka tetap berkomitmen pada kesepakatan JCPOA 2015 dan berharap Iran tetap pada komitmennya. Pernyataan itu juga sekaligus menegaskan kembali komitmen Eropa terkait pencabutan sanksi bagi Iran.

Keputusan Iran tersebut adalah respons yang minimal yang juga sebagai sinyal kuat bahwa kesabaran Iran telah menipis seiring dengan lemahnya komitmen negara-negara Eropa atas kewajibannya di bawah JCPOA. Berdasarkan kerangka kerja pasal 26 dan 37 JCPOA – Iran sebetulnya masih mematuhi kewajiban hukumnya dan sama sekali tidak menarik diri dari kesepakatan nuklir. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,053