Hukum

Usai Diperiksa KPK, Setya Novanto Mengaku Senang

NUSANTARANEWS.CO – Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Setya Novanto rampung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa, (13/12/2016). Setnov diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP).

Setnov begitu ia akrab disapa mengaku diperiksa penyidik sebagai saksi untuk melengkapi berkas mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemdagri, Sugiharto dan mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman yang telah berstatus tersangka.

“Ini saya diundang oleh KPK sebagai saksi Sugiharto dan ini saudara Irman,” tuturnya di Gedung KPK.

Ia juga mengaku senang karena telah bisa memberikan keterangan kepada penyidik mengenai apa yang diketahui dalam kasus yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

“Alhamdulillah saya begitu bahagia dan senang karena bisa berikan penjelasan dan klarifikasi secara keseluruhan,” ucapnya.

Hanya saja politikus yang terkenal dengan skandal ‘Papa Minta Saham’ itu enggan membeberkan apa saja yang telah disampaikannya kepada penyidik antirasuah.

Baca Juga:  Intimidasi dan Kriminalisasi Advokat, Persatuan Pengacara Republik Indonesia Akan Gelar Aksi Unjuk Rasa di Mabes Polri

“Dalam menjalankan supremasi hukum, tentu saya selalu ketua DPR dan rakyat biasa saya patuhi apa yang menjadi kewenangan pemeriksa untuk bisa menyampaikan segala apa yang ditanya dan semuanya. Untuk substansinya silahkan tanya ke penyidik KPK,” pungkasnya.

KPK kini mulai membuka kembali kasus e-KTP kepada publik pada 22 April 2014 silam. Terhitung sejak saat itu, KPK sudah dua tahun lebih menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan ini.

Kala itu, KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka. Dia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek senilai Rp 6 triliun.

Dalam catatan KPK, proyek tersebut tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan pada kontrak tender dengan yang ada di lapangan. Proyek, sesuai perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), merugikan negara sebanyak Rp 2 triliun.

Dalam perkembangnya, mantan Dirjen Dikcapil Irman juga ditetapkan jadi tersangka. Irman dan Sugiharto dikenakan Pasal 2 ayat 2 subsider ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 64 ayat 1KUHP.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Kemudian KPK pun sudah beberapakali memeriksa Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Nazaruddin sendiri adalah salah satu pihak yang memberikan informasi adanya masalah pada pengadaan e-KTP kepada KPK.

Ia menyebut antara lain mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum turut terlibat dalam skandal proyek tersebut.

Dia juga sempat menyebut, adanya keterlibatan Setya Novanto yang saat ini menjadi Ketua Umum. Novanto bersama dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, disebut mengatur jalannya proyek e-KTP.

Novanto, kata Nazar, kecipratan fee 10% dari Paulus Tannos selaku pemilik PT Sandipala Arthaputra yang masuk anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia. Konsorsium ini memenangi tender proyek e-KTP.

Kemudian, Nazaruddin menyebut mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Menurut dia, Gamawan turut menerima gratifikasi.

Terakhir Nazaruddin mengatakan ada aliran dana ke kantong Mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Sebab dalam proyek multi Years ini harus ada persetujuan dari menteri keuangan, jadi tanpa ada persetujuan dari Menteri Keuangan tidak akan ada program tersebut.

Baca Juga:  Serangan Fajar Coblosan Pemilu, AMI Laporkan Oknum Caleg Ke Bawaslu Jatim

Justru Sri Mulyani kata dia tidak terlibat dalam kasus ini, sebab dia menolak untuk menandatangani anggaran Multi Years itu dan memilih risegn dari jabatannya sebagai menteri daripada ditunggangi kepentingan politik. (Restu)

Related Posts

1 of 644