Upaya Menciptakan Integrasi Nasional
Sejarah perkembangan bangsa Indonesia dari masa ke masa tidak lepas dari berbagai macam gejolak. Inilah bentuk kedewasaan bagi bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama dan ras dan etnis.
Oleh: Ikhwan Arif
Dalam konteks negara demokrasi gejolak itu sah-sah saja, sebab kebebasan dalam berargumentasi adalah wujud paling utama dalam prinsip demokrasi yang sehat. Namun ketika kebebasan itu terlalu luas dan tidak dikontrol dengan baik oleh hukum dan aturan-aturan di masyarakat, tentunya akan mengganggu ketenangan dan mengancam integrasi nasional, disinilah peran penting pemerintah.
Akhir-akhir ini semua mata tidak melek dari pemberitaan-pemberitaan di berbagai media yang menyudutkan kelompok sosial tertentu, katakanlah suatu ormas yang mencoba untuk mengguncang kebhinekaan bangsa. Kita juga tidak boleh menutup mata ormas mana yang saling menyerang dan saling menuding, mencela serta saling membela. Pada prinsipnya tujuannya sama yaitu membuktikan bahwa tuntutannya diterima dan dihargai, agar tidak terjadi gesekan yang terlalu mendalam hingga menyangkut hak-hak mereka dalam menyampaikan pendapat.
Pada masa modernisasi ini, wajar-wajar saja perbedaan dalam berpendapat, perbedaan sudut pandang dalam menghadapi suatu permasalahan. Tentu yang melatar belakangi perbedaan masing-masing kelompok juga beragam. Seperti perbedaan agama, adat istiadat serta lingkungan sosial suatu kelompok. Tidak dapat juga dipaksakan bahwa untuk menciptakan integrasi nasional bukan berarti harus menyatukan semua elemen-elemen dalam masyarakat dalam satu wadah sosial. Akan tetapi, harus ada satu konsensus yaitu menciptakan integrasi nasional yang sering diungkapkan dalam berbagai macam tuntutan yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Menurut Jones J. Clemens dan Carl G. Roberg dalam teorinya yang sering digunakan oleh para peminat teori medernisasi, teori ini menjelaskan permasalahan integrasi nasional di negara-negara berkembang. Menurutnya ada dua dimensi yang menjadi tolak ukur dalam menciptakan integrasi nasional yaitu integrasi vertikal (elite-massa) dan integrasi horizontal (teritorial).
Pertama, integrasi vertikal (elite-massa). Integrasi ini mencakup pada masalah-masalah yang ada pada bidang vertikal. Pada proses ini yang menjembatani celah perbedaan yang meyakini ada kaum elite dan massa dalam rangka pengembangan suatu proeses politik terpadu dan masyarakat politik yang berpartisipasi. Pada dimensi vertikal ini dinamakan dengan integrasi politik, sebab ada tuntutan (demand) dan elit-elit yang terlibat di dalamnya.
Peran pemerintah seperti TNI dan juga Polri dalam menjembatani keamanan dan ketahanan bangsa, sehingga tuntutan dari berbagai gejolak dapat diterima dan dihargai serta dipertimbangkan lebih lanjut oleh pemerintah. Pergerakan massa yang terlalu luas harus disikapi dengan bijak oleh TNI dan Polri, bahkan ada aktor-aktor politik yang ikut menyuarakan integrasi bangsa. Jangan sampai ada kelompok yang dilukai sehingga dapat memicu ketegangan dan benturan fisik serta merobek nilai-nilai kebhinekaan itu sendiri.
Misalnya langkah konsolidasi antara masing-masing kelompok yang saling berbenturan kepentingan dalam suatu wadah, misalnya wadah yang dinamakan integrasi nasional. Sehingga keterwakilan kelompok yang saling berseberangan dapat diselesaikan secara musyawarah sebagaimana yang tercantum dalam sila ke empat Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sudahi gejolak dengan merembuk pokok permasalahan secara bersama dan dengan kepala dingin, bukan saling balas dendam dalam bentuk aksi-aksi dan gejolak sosial yang menghabiskan banyak waktu dan tenaga.
Kedua, integrasi horizontal (teritorial). Integritas horizontal ini mencakup pada masalah-masalah horizontal untuk mengurangi ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang heterogen. Masyarakat mayoritas tidak dibenarkan untuk menindas kelompok minoritas dalam menentukan sikap dan tindakannya untuk mewujudkan kesamaan dalam tatanan berbangsa dan bernegara. Dalam mewujudkan kerukunan hidup yang berkelanjutan tentunya konflik-konflik yang berbau SARA harus dikesampingkan dan harus ada pemersatu di masayarakat. Kemajemukan dapat dijaga dengan tetap memegang teguh rasa nasionlisme atau cinta terhadap tanah air. Selain faktor SARA konflik akan mudah membesar jika dibumbui oleh kesenjangan-kesenjangan dalam proses penegakan hukum dan keadilan.
Rentan Konflik
Pihak-pihak yang merasa mayoritas dan mempunyai banyak massa akan dengan mudah terpancing dan melihatkan keegoisannya sehingga muncul konflik dan menimbulkan kerusuhan. Pemerintah harus berhati-hati dalam memantau aksi-aksi dan tidak dibenarkan mematikan unsur-unsur kebebasan dalam menyampaikan pendpat. Satu hal yang patut kita pahami bahwa penerapan kekerasan dalam upaya menciptakan integrasi nasional tidak akan menghasilkan penyelesaian. Melainkan akan menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih kompleks. Sehingga penyelesaiannya juga semakin runit dan susah.
Pada hakikatnya nilai-nilai nasionalisme harus tetap dijunjung tinggi dan diepegang teguh oleh masyarakat (massa) dan pemerintah, baik struktur pemerintah terendah atau daerah sampai ke tingkat pusat atau nasional (Vertikal). Sehingga peran timbal balik antara dimensi vertikal dan horizontal ini tetap melekat pada nilai-nilai nasionalisme dan tidak mudah dipengaruhi oleh pihak ketiga yang kemudian masuk dan sewaktu-waktu dapat memperkeruh suasana. Untuk mencegah agar pihak ketiga tidak dapat memecah belah integrasi nasional, sudah seharusnya pemerintah menjaga keamanan bangsa dengan mengambil langkah-langkah untuk mengantsipasi paham-paham luar yang berkembang dan bertentangan dengan nilai-nilia luhur pancasila.
Pemerintah harus teliti dalam mengkaji paham-paham luar yang dapat merusak keutuhan nasional. Jangan sampai pemerintah salah langkah dalam mencabut akar permasalahan, karena nilai-nilai keberagaman yang kompleks dan rentan terhadap masalah dan konflik seperti nilai keagamaan, budaya dan nilai-nilai yang dianggap mendasar dalam keberagaman.
Jika pemertintah salah dalam menentukan langkah tentunya pihak ketiga dengan mudah masuk dan mengadu domba suatu kelompok sosial sehingga benturan fisik tidak dapat dihindari. Kesimpulannya antara unsur vertikal dan horizontal harus tetap berdialog dan berkomunikasi positif sehingga menciptakan konsolidasi yang positif untuk membangun integrasi nasional.
Penulis: Ikhwan Arif, adalah Direktur Indonesia Political Power dan Pengamat Politik.