Hukum

Upaya Kriminalisasi Ekonom Salamuddin Daeng Soal Freeport, Ini Penjelasannya

Pada hari Jumat, 2 Februari 2018, sahabat seperjuangan kami, Salamuddin Daeng, memenuhi panggilan Bareskrim Polda Metro Jaya, untuk dimintai keterangan terkait tulisannya tentang Freeport yang beredar luas di media sosial. Salamuddin Daeng dimintai keterangan selama 12 jam oleh penyidik di Krimsus Polda Metro Jaya.

Salamuddin Daeng, ekonom, aktivis dan peneliti soal tambang, dilaporkan oleh Aulia Fahmi, seorang yang tak jelas asal usulnya, tak jelas track record-nya, diduga yang bersangkutan adalah relawan Jokowi dan berafiliasi kepada salah satu partai pendukung Joko Widodo.

Salamuddin Daeng menurut si pelapor dituduh telah melakukan ujaran kebencian kepada pemerintah terkait tulisannya yang berjudul “Ada Penjarahan Uang BUMN untuk Beli Saham Rio Tinto di Freeport”‘ (link dari tulisan tersebut tertera di akhir tulisan ini).

Tulisan tersebut bagi si pelapor dituduh telah melakukan tindak pidana “Ujaran Kebencian Melalui Media Eletronik”, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (2), Pasal 45A Ayat (2) dan atau Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.

Dalam menghadapi upaya kriminalisasi tersebut, Salamuddin Daeng didampingi oleh Ali Lubis, SH, seorang pengacara muda dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). ACTA sendiri dipimpin oleh advokat muda yang juga mantan aktivis 1998, Habiburokhman, SH, MH.

Tulisan Salamuddin Daeng tentang Freeport sangat terkait dengan pengetahuannya yang sangat dalam tentang wujud nyata eksploitasi dan penghisapan dari lubang tambang. Sebuah kejahatan kemanusiaan dan lingkungan hidup terpotret sangat jelas dari lubang tambang.

Baca Juga:  Buruknya Penegakan Hukum Tersebab Tololnya Seorang Kapolres

Salamuddin adalah seorang aktivis sejak zaman mahasiswa (1998). Ketika menjadi aktivis LSM Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Salamuddin Daeng menerbitkan buku pandangannya yang merupakan hasil penelitiannya tentang eksploitasi di sektor pertambangan. Buku tersebut berjudul “Penjajahan Dari Lubang Tambang.”

Tulisan Salamuddin Daeng yang diperkarakan tersebut jelas merupakan sebuah pandangan politik dan kritik terhadap arah kebijakan Pemerintahan Joko Widodo dalam divestasi saham Freeport.

“Ada musang berbulu domba,” bicara berbusa-busa soal nasionalisme untuk menutupi dugaan agenda perampokan oleh oligarki bertopeng nasionalisme dalam isu divestasi saham Freeport. Setelah gagal dalam operasi “Papa Minta Saham,” ternyata ada upaya lain perampokan, yaitu rencana pembelian saham Rio Tinto di Freeport.

Oleh si pelapor, Aulia Fahmi, tulisan Salamuddin Daeng yang membongkar dugaan perampokan yang mengatasnamakan nasionalisasi Freeport tersebut dtuduh telah melakukan tindak pidana ujaran kebencian melalui media elektronik yang diatur di dalam UU ITE.

Permasalahannya, yang dikritik oleh Salamuddin Daeng adalah kebijakan yang dibuat oleh institusi pemerintahan. Sebagai warga negara yang membayar pajak, Salamuddin Daeng adalah stake holder sekaligus share holder dari negara Indonesia yang hak dasarnya dijamin untuk berpendapat di muka umum.

Tulisan Salamuddin Daeng tersebut sama sekali tak merugikan kepentingan hukum dari pribadi si pelapor yang hingga kini tak jelas asal usul dan sangkutan hukumnya. Tulisan Salamuddin Daeng tersebut tak memfitnah atau melakukan ujaran kebencian kepada pribadi si pelapor.

Baca Juga:  Bea Cukai Nunukan Lakukan Hibah dan Musnahkan Barang Ilegal Lainnya

Lalu apa kaitan hukum si pelapor dengan kritik yang disampaikan oleh Salamuddin tersebut? Si pelapor bukan orang pemerintahan yang dirugikan oleh tulisan tersebut. Menurut penyidik Krimsus, si pelapor bukan pengacaranya pihak pemerintah ataupun pihak Freeport.

Menurut pandangan kami, yang mempunyai sangkutan hukum langsung dari tulisan Salamuddin Daeng tersebut adalah pihak pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN.

Kita dapat menilai pandangan Salamuddin Daeng tersebut, hoax atau kebenaran, ujaran kebencian atau ujaran kebenaran, harus diuji berdasarkan konstitusi dan UU yang berlaku, jika pihak pemerintah tampil kesatria menjelaskan dan berdebat terkait dugaan konspirasi perampokan bertameng nasionalisme tersebut.

Karena itu, untuk menghentikan kriminalisasi terhadap pandangan politik warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945, kami akan menempuh langkah beradab, cara-cara intelektual dan langkah hukum, yaitu:

Pertama, kami akan menindaklanjuti tulisan Salamuddin Daeng tersebut dengan menyusun laporan untuk mendesak KPK mengusut tuntas dugaan rencana perampokan dibalik pembelian saham Rio Tinto di Freeport yang menggunakan uang BUMN, yang kami nilai melanggar konstitusi dan UU yang berlaku.

Kedua, kami menantang debat terbuka dengan pihak pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, Menteri ESDM dan Menteri BUMN, terkait rencana pembelian saham Rio Tinto di Freeport tersebut.

Baca Juga:  Tentang Kerancuan Produk Hukum Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Ketiga, perkara yang dilaporkan oleh Aulia Fahmi tersebut jika ditindaklanjuti hanya akan merusak citra institusi kepolisian sebagai penegak hukum. Karena itu kami mendesak pihak kepolisian untuk menghentikan perkara tersebut. Jika pihak kepolisian tetap ngotot menindaklanjuti laporan Aulia Fahmi tersebut, yang tak ada kaitan hukumnya dengan tulisan Salamuddin Daeng, mengadili pandangan politik dari seorang warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945, maka pihak kepolisian telah bertindak mengubah negara yang berdasarkan hukum menjadi negara yang berdasarkan hukum rimba.

Terakhir, kami menilai tindakan politik “Kartu Kuning” oleh Ketua BEM UI Muhammad Zaadit Taqwa di depan mata Presiden Joko Widodo, adalah sebuah tindakan tepat yang harus didukung oleh seluruh komponen bangsa.

Untuk itu, kami mengajak kepada seluruh mahasiswa, kaum intelektual dan seluruh kaum muda untuk tampil dengan gagasan besar mengevaluasi kembali arah pembangunan negara yang mulai menyimpang dari tujuan berbangsa dan bernegara yang diperjuangkan pendiri bangsa.

Bersatulah pemuda dan mahasiswa, lawan politik adu domba yang menggunakan berbagai rekayasa isu untuk menutupi agenda perampokan yang sedang dijalankan.

Bangun Politik Beradab!!! Katakan Tidak Kepada Kemunafikan Pemimpin Negara, Kekonyolan Politik dan Nyinyir Tidak Beradab di Media Sosial!

*Haris Rusly, Petisi 28 dan Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik (PPNP)

Related Posts

1 of 28