Berita UtamaMancanegaraTerbaru

Unjuk Rasa di Thailand Tuntut Reformasi Kerajaan Berlanjut

Unjuk Rasa di Thailand Tuntut Reformasi Kerajaan Berlanjut
Unjuk Rasa di Thailand tuntut reformasi Kerajaan berlanjut/Foto: VOA

NUSANTARANEWS.CO, Bangkok – Pada hari Minggu (14/11) ribuan pengujuk di Thailand turun ke jalan-jalan di ibu kota, Bangkok sebagai tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa tuntutan untuk mereformasi monarki adalah tidak konstitusional dan setara dengan upaya untuk menggulingkan institusi kerajaan. Keputusan MK tersebut disampaikan pada hari Rabu (10/11).

Para pengunjuk rasa dalam aksinya mengatakan bahwa putusan itu tidak benar karena mereka tidak berniat untuk menggulingkan kerajaan yang diatur berdasarkan konstitusi.

Dalam aksi protes tersebut, tiga pengunjuk rasa dilaporkan terluka dalam sebuah bentrokan dengan pihak kepolisian Bangkok. Menurut pihak Kepolisian sekitar 1.000 orang turut serta dalam aksi unjuk rasa pada Minggu tersebut.

Sejauh ini, para aktivis telah mengeluarkan 10 tuntutan yang menyerukan reformasi institusi kerajaan, serta penghapusan Pasal 112, yang dikenal sebagai lese-majeste, yang mengkriminalisasi kritik terhadap monarki dan bisa dikenakan hukuman hingga 15 tahun penjara.

Baca Juga:  Diduga Pengemudi Mabuk, Mobil Avanza Seruduk Warung Bakso, Satu Orang Meninggal

Dilansir VOA, Kan Sangtong, seorang pengamat yang bekerja untuk iLaw, sebuah organisasi hak asasi manusia Thailand mengatakan bahwa, “Putusan MK membuat massa sangat marah. Mereka mencoba mereformasi 112 tindak pidana,” katanya.

Seperti diketahui, Thailand adalah sebuah negara monarki absolut selama berabad-abad dan berakhir pada tahun 1932. Sejak itu, Thailand berubah monarki konstitusional. Meski dewasa ini memiliki bentuk pemerintahan yang demokratis, namun raja tetap sebagai kepala negara.

Dalam beberapa tahun terakhir, Thailand kerap mengalami kudeta militer, dengan yang terakhir terjadi pada tahun 2014.

Terkait aksi demonstrasi menuntut reformasi oleh kaum muda yang terus berlanjut sejak tahun lalu, Pitch Pongsawat, dekan fakultas ilmu politik di Universitas Chulalongkorn Bangkok, berharap agar pihak berwenang melakukan pendekatan yang berbeda setelah keputusan MK.

Menurut Pitch Pongsawat, gerakan itu tidak dapat dinilai hanya sebagai demonstrasi offline. “Saya pikir itu mendidih; dunia terhubung. Basisnya meluas. Generasi baru benar-benar memiliki dunianya sendiri. Kita tidak dapat mengevaluasi hanya dari aksi protes di jalan-jalan,” tambahnya.

Baca Juga:  Pesawat Yang Hlang Kontak di Nunukan Berhasil Ditemukan. Pilot Selamat dan Mekanik Meninggal

Protes anti-pemerintah dan reformasi meletus pada Agustus 2020, menuntut pengurangan kekuasaan monarki. Kelompok aktivis juga menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha, baru-baru ini karena penanganan pandemi virus corona. Dia menolak untuk turun.(Banyu)

Related Posts

1 of 3,049