NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Pimpinan Pansus Revisi Undang-Undang (RUU) anti-terorisme Supiadin mengatakan, UU terorisme tidak perlu mengatur soal ujaran kebencian atau hate speech yang belakangan ini banyak dijumpai di berbagai media sosial.
Menurutnya, hal-hal yang substansial lainnya jauh lebih penting untuk dimasukkan. Supiadin menyebutkan bahwa ujaran kebencian cukup diatur dalam UU No. 9 Tahun 2016 tentang ITE saja.
“Hate speech sudah diatur dalam UU ITE No. 19 Tahun 2016. Jadi, hate speech harus kontekstual dan dikaitan dengan aksi terorisme yang bisa dijadikan alasan untuk dianggap mengarah kepada aksi terorisme,” ujar Supiadin dalam keterangan tertulisnya diterima, Jumat (2/6/2017).
Politikus Partai Nasdem itu menjelaskan, terdapat tiga isu besar yang masih jadi perdebatan dalam pembahasan revisi. Ketiga isu tersebut yakni terkait keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, praktik pencegahan, serta kompensasi bagi para korban.
Pelibatan TNI dalam pemberantasan aksi terorisme, kata dia, adalah sebuah keniscayaan. Sebab, terorisme dipandang mengganggu keamanan negara sehingga penyelesaiannya pun memerlukan keterlibatan pihak lain yakni TNI.
“TNI hanya terlibat pada penindakan dan penangkapan pelaku teror saja. Selebihnya, itu urusan hukum yang artinya tugas kepolisian,” ucapnya.
Untuk diketahui, belum lama ini Kepala Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suardi Alius mengusulkan supaya ujaran kebencian masuk dalam pasal khusus revisi UU terorisme.
Menurut Suardi, UU terorisme yang dulu tidak mengakomodir soal perkembangan teknologi, sehingga menyebabkan penanggulangan masalah teror tertinggal oleh pelaku yang sudah beradaptasi teknologi canggih.
Reporter: Richard Andika
Editor: Eriec Dieda
