NUSANTARANEWS.CO, Istanbul – Badan Pengawas Telekomunikasi Turki mengatakan pemerintah memblokir ensiklopedia online Wikipedia. Pemblokiran itu tercatat sejak Sabtu (29/4/2017) kemarin sesuai dengan UU yang melarang akses situs-situs yang dianggap mengancam terhadap keamanan nasional.
Dilansir Reuters, langkah Turki memblokir Wikipedia membuat kelompok HAM dan sekutu Turki di barat khawatir. Pasalnya, kebijakan ini dianggap sebagai akibat dari kudeta gagal Juli 2016 lalu sehingga pemerintah melakukan pembatasan kebebasan berbicara dan hak-hak dasar lainnya.
“Setelah analisis teknis dan pertimbangan hukum, sebuah tindakan administratif telah dilakukan untuk situs web ini (Wikipedia.Org),” kata badan pengawas telekomunikasi BTK dalam sebuah pernyataan di situsnya.
Mereka mengutip sebuah undang-undang yang memungkinkannya memblokir akses ke halaman web individu atau keseluruhan situs web untuk perlindungan ketertiban umum, keamanan nasional atau kesejahteraan masyarakat.
Kementerian komunikasi Turki mengatakan bahwa Wikipedia tengah berusaha menjalankan “kampanye kotor” terhadap Turki. Beberapa artikel Wikipedia dituding menyatakan bahwa Ankara berkoordinasi dengan kelompok militan, seperti diwartakan kantor berita Anadolu.
“Alih-alih mengkoordinasikan melawan terorisme, ia (Wikipedia) telah menjadi bagian dari sumber informasi yang menjalankan kampanye kotor melawan Turki di arena internasional,” ungkap Anadolu mengutip sebuah pernyataan kementerian tersebut. Namun, Anadolu melaporkan kebijakan ihwal larangan tersebut bisa saja dicabut bila Wikipedia memenuhi tuntutan pemerintah.
Berdasarkan undang-undang itu, pengawas diwajibkan untuk menyerahkan larangannya ke pengadilan dalam waktu 24 jam. Pengadilan kemudian memiliki waktu dua hari untuk memutuskan apakah larangan tersebut harus dijunjung tinggi.
Sejak kegagalan kudeta tahun lalu, Erdogan diketahui membuat sejumlah kebijakan cukup ketat dengan dalih demi keamanan dan stabilitas nasional. Sekelompok pemantau bahkan sempat menuding pemerintah Turki memblokir akses ke situs media sosial seperti Twitter dan Facebook, terutama setelah serangan militan.
Namun di sisi lain, pada ahli dan pengawas mengatakan bahwa pembatasan untuk menggunakan media sosial di Turki memang sengaja. Di mana tujuannya ialah untuk menghentikan penyebaran citra negatif dan propaganda kelompok militan.
Sejak kudeta yang gagal tahun lalu, pihak berwenang telah memecat atau menangguhkan lebih dari 120.000 orang dari dinas sipil, polisi dan pengadilan dan menangkap lebih dari 40.000 orang karena dicurigai memiliki hubungan dengan kelompok teroris. Presiden Tayyip Erdogan mengatakan bahwa tindakan tersebut diperlukan mengingat lingkup ancaman keamanan yang dihadapi Turki.
Menurut Komite Pelindung Wartawan yang berbasis di New York, tahun lalu Turki telah memenjarakan 81 wartawan. Kini, kekuasaan Erdogan akan semakin meluas usai dirinya memenangkan referendum Turki guna memilih sistem pemerintahan; sistem parlementer atau sistem presidensiil. Dengan kata lain, Turki sudah tak lagi menggunakan sistem parlementer dan kini menganut sistem presidensiil di mana seorang presiden mempunyai kewenangan yang sangat luas.
Pewarta: Eriec Dieda
Editor: M. Romandhon