Politik

Trump Presiden, RI Perlu Bersiap Perkuat Perdagangan dengan AS

NUSANTARANEWS.CO – Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) menilai Indonesia (RI) perlu bersiap memperkuat kerjasama perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Pasalnya, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat akan membawa perubahan besar bagi perekonomian di negara tersebut dan industri manufaktur di negara-negara Asia Pasifik.

“Harus ada persiapan untuk memperkuat perdagangan dengan AS,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia di Jakarta, Rabu (23/11/2016).

Dia mengatakan, Trump memiliki visi yang kuat untuk memperkuat ekonomi Amerika Serikat dengan mengembalikan industri manufaktur Amerika yang dibuka di negara-negara Asia Pasifik seperti China, Taiwan, dan Vietnam. Donald Trump akan menggairahkan investasi di Amerika. “Caranya dia akan beri insentif fiskal dengan memangkas pajak korporasi dari 40 persen menjadi hanya 15 persen atau lebih rendah dari corporate tax rate di China dan kawan-kawan,” ucap Bahlil.

Bahlil mengatakan, Trump juga akan menarik diri dari pakta-pakta kerja sama perdagangan bebas seperti Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA) dan  Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (Trans Pacific Partnership Agreemen/TPPA). Bahkan, Trump juga berencana menaikkan tarif impor produk asal Tiongkok sebesar 40 persen, dan produk asal Meksiko sebesar 30 persen.

Baca Juga:  Pleno Kabupaten Nunukan: Ini Hasil Perolehan Suara Pemilu 2024 Untuk Caleg Provinsi Kaltara

Lelaki asal Papua ini menambahkan bahwa dampak dari kebijakan ini, industri-industri manufaktur AS akan pulang kampung, memperkuat industri domestik, serta perekonomian Amerika Serikat. Positifnya, penguatan dan gairah ekonomi AS ini akan memperkuat sisi permintaan Amerika Serikat, termasuk impor.

“Sebab itu, HIPMI meminta pemerintah bersiap memperkuat dan mengekplorasi peluang ekspor apa yang berpeluang digarap pengusaha ke depan. Kita ingin lihat proyeksinya paska Trump terpilih,” imbuhnya.

Bahlil mengatakan, kebijakan ekonomi Trump merupakan anti tesis dari kebijakan perdagangan bebas yang dibuat rezim-rezim sebelumnya. Kebijakan perdagangan bebas, yang dipelopori AS, itu ternyata malah melemahkan ekonomi AS sendiri dan malah memperkuat industri sejumlah negara seperti China, Taiwan, Meksiko, dan Vietnam.

“Banyak industri AS melarikan diri ke luar negeri sebab membangun industri manufaktur tidak kompetitif di AS, sangat mahal membuat ekonominya melemah,” paparnya.

Sebagaimana diketahui, triwulan III 2016, ekonomi AS hanya tumbuh sekitar 1,5 persen secara tahunan. Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 2,4 persen dan tahun 2014 yang juga sebesar 2,4 persen. Sepanjang 2016, investasi merosot, bahkan banyak pabrik yang tutup. Bahkan pertumbuhan ekonomi AS lebih rendah dibandingkan negara-negara maju yang menjadi peer-nya dalam setahun terakhir. Sebagai pembanding Jerman tumbuh sekitar 1,9 persen hingga triwulan III 2016. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 1,5 persen. Ekonomi Inggris juga tumbuh dari 2,2 persen pada tahun 2015 menjadi sekitar 3 persen per triwulan III 2016. Jepang, meskipun pertumbuhan lebih rendah, namun menunjukkan tren percepatan, dari 0,5 persen pada 2015 menjadi 0,8 persen pada triwulan III 2016.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Kinerja Indonesia Ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat September 2016 mengalami penurunan sebesar 0,59 persen. Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat September 2016 sebesar US$ 1,36 miliar AS, disusul Republik Rakyat Tiongkok sebesar US$ 1,35 miliar dan Jepang sebesar US$ 1,11 miliar. Kontribusi ekspor diketiga negara tersebut mencapai 33,28 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa atau 28 negara sebesar US$ 1,22 miliar. (Sego/Red)

Related Posts

1 of 438