Budaya / SeniKhazanah

Tradisi di  Lereng Gunung Sumbing di Malam Ganjil Bulan Ramadan

Tradisi malam Selikuran di lereng Gunung Sumbing. (FOTO: Media Centre Pemprov Temanggung)
Tradisi malam Selikuran di lereng Gunung Sumbing. (FOTO: Media Centre Pemprov Temanggung)

NUSANTARANEWS.CO – Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan negara yang kental dengan beribu-ribu tradisi. Di beberapa daerah Indonesia memiliki tradisi khas yang dipercaya masyarakat sebagai upaya menggapai malam seribu bulan (lailatul qadar).

Salah satu tradisi menyambut malam ganjil 10 malam terakhir ramadan ialah radisi Malam Selikuran di Lereng Gunung Sumbing. Dilansir dari laman mediacenter.temanggung.go.id, masyarakat lereng Gunung Sumbing yang  masing-masing termasuk dalam wilayah kabupaten Temanggung, Magelang dan Wonosobo mengenal telah tradisi malam Selikuran secara turun temurun.

Tradisi tersebut dilaksanakan sebagai peringatan Nuzulul Qur’an yang dilaksanakan pada malam ke-21 Ramadhan yang mana masyarakat sekitar biasanya melakukan pendakian.

Bukan hanya untuk memperingati Nuzulul Qur’an, dilakukannya ritual pendakian ini juga dilakukan oleh masyarakat untuk mengunjungi petilasan Kiai Makukuhan.

Kyai Makukuhan, konon merupakan seorang pemuka agama yang diutus Wali Songo untuk menyebarkan ajaran Islam di wilayah sekitar lereng Gunung Sumbing.

Secara turun temurun masyarakat percaya bahwa Kyai Makukuhan sering bermunajat di sekitar puncak gunung Sumbing pada masa dakwahnya. Oleh karena itu, ketika wafat ia juga dimakamkan ditempat tersebut (tepat di sebelah kawag Gunung Sumbing).

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Tradisi pendakian malam Selikuran ini menjadi juga dimaknai masyarakat sebagai momen silaturrahim dan mengingatkan untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 

Penulis: Mugi Riskiana

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,140