Politik

Tolak Sertifikasi Khatib, Komisi VIII Lebih Utamakan Peningkatan Kompetensi

NUSANTARANEWS.CO – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menolak sertifikasi Khatib (juru dakwah) yang diusulkan Pemerintah.

Menurut Sodik, Komisi VIII lebih cenderung kepada meningkatkan kompetensi, mutu dan kapasitas dari seorang Khatib.

“Yang pertama sertifikasi ditolak oleh komisi 8, kita tidak menerapkan sertifikasi. Sekarang isunya diganti, kita menerapkan peningkatan kompetensi, mutu dan kapasitas dari semua juru dakwah. Saya kira itu perlu, dosen saja kan ditingkatkan, guru juga ditingkatkan, kan pendakwah-pendakwah itu sama seperti guru dan dosen ya nggak,” ungkapnya kepada Nusantaranews di Gedung Nusantara II DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (02/02/17).

Secara garis besar, Sodik mengatakan, alasan Komisi VIII menolak usulan tersebut adalah karena tidak ingin posisi Khatib berubah menjadi seperti pekerjaan formal lainnya.

“Betul itu, jadi jangan dengan sertifikasi ini bergeser nantinya, pendakwah jadi profesi. Pendakwah itu kan seorang pejuang ya kan,” katanya.

Ke depan, Sodik menjelaskan, seorang Khatib harus memiliki pribadi yang baik, penguasaan atas ilmu pengetahuan baik itu agama ataupun umum, dan juga memiliki kepiawaian dalam berkomunikasi.

Baca Juga:  JKSN Jatim Deklarasikan Dukungan Khofifah-Emil Dua Periode

“Nah itu satu tentu adalah dari segi moralnya, kemudian pemahaman agama secara menyeluruh, yang ketiga nanti adalah soal empat pilar kebangsaan, yang keempat adalah soal regulasi UU tentang kerukunan, yang kelima metodologi-metodologi soal komunikasi, jadi jangan sampai nanti penyampaiannya salah. Ya kurang lebih seperti itu nanti framing-nya,” ujarnya.

Sedangkan terkait kriteria pendidikan formal ataupun informal, Sodik mengatakan, hal tersebut akan diserahkan kepada tim perumus yang akan dibentuk. Yang jelas, lanjutnya, seorang Khatib harus memenuhi kelima kriteria yang sebelumnya disebutkan.

Namun, Sodik menuturkan, tidak menutup kemungkinan bahwa persyaratan pendidikan formal ataupun informal akan dimasukan.

“Pertama yang penting dia mendalami dan menguasai Al qur’an dan Hadist, mendalami Islam, baru semacam itulah pokok-pokok (persyaratannya). Sejauh ini baru sampai situ. Nanti akan dirumuskan oleh tim atau badan atau lembaganya nanti, memang belum sampai sedetil itu (soal pendidikan formal/informal),” katanya.

Terkait tim perumus sendiri, Sodik menyebutkan bahwa bisa berasal dari lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) ataupun Organisasi Masyarakat (Ormas) Keagamaan.

Baca Juga:  Punya Stok Cawagub, PDI Perjuangan Berpeluang Usung Khofifah di Pilgub Jawa Timur

“Belum, belum, masih seleksi. Saya kira bisa dari MUI atau ormas-ormas (keagamaan), lembaga dakwah ataupun perguruan tinggi,” ujar Politisi dari Partai Gerindra itu.

Sodik menambahkan, posisi Pemerintah dan DPR dalam hal ini hanyalah sebagai fasilitator saja. Tidak akan ikut terlibat terlalu jauh ke dalam perumusan persyaratan dan kriteria seorang Khatib.

“Oh tidak, tidak akan masuk kesitu (tim). Kita hanya fasilitator mereka. Tapi sekali lagi idenya adalah peningkatan mutu, kompetensi dan kapasitas,” ungkapnya. (Deni)

Related Posts

1 of 61